Mohon tunggu...
S. JIHAN SYAHFAUZIAH
S. JIHAN SYAHFAUZIAH Mohon Tunggu... pelajar/mahasiswa -

Contributor http://kampusnews.com - http://kampus.co.id - http://getscholars.com II Traveler II Futures Yurist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Ketika Ilmu Mulai Tanpa Arah

8 Juli 2014   16:50 Diperbarui: 18 Juni 2015   07:01 57
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Bagi saya, ilmu itu seperti pisau yaitu alat yang bisa digunakan untuk membunuh atau mengiris apel tergantung yang memakainya. Mau dibawa kemana ilmu itu tentunya tergantung bagaimana moral penerima ilmu itu. Banyak orang berilmu tapi juga menyengsarakan orang lain. Meskipun ilmu itu nikmat, namun salah-salah bisa jadi mudarat. Seorang ahli farmasi yang pandai membuat vaksin saking pandainya dia pun tahu bagaimana membuat virus. Begitu juga pada ikmu-ilmu lainnya.Oleh karenanya, alangkah baiknya ilmu itu didasari dengan iman. Percaya akan Tuhan, takut akan Tuhan sehingga kita punya kekuatan untuk memperjuangkan ilmu dalam taraf ideal.

Begitu banyaknya ilmu, begitu luasnya ilmu sehingga semakin kita tahu pun semakin kita tidak tahu apa-apa. Yang paling bahaya adalah saking fokusnya kita terhadap satu ilmu maka kita mengabaikan ilmu yang lain. Padahal, untuk membangun sistem yang baik di dalam masyarakat kita harus memperhatikan beberapa aspek agar tidak terjadi kericuhan. Saya mengamati beberapa temen saya dari fakultas lain dan apa yang dipelajari akhirnya berpengaruh pada pola pikirnya sendiri.

Ketika orang tehnik ngomong bagaimana ya membuat alat atau sesuatu yang mampu mempeermudah kehidupan manusia. Biar manusia nggak repot gitu..

Ketika orang politik ngomong bagaimana memperoleh kekuasaan untuk menerapkan konsep-konsep pembangunan masyarakat yang baik

Kettika orang ekonomi ngomong bagaimana bisa melakukan produksi sebanyak-banyaknya dengan biaya serendah-rendahnya dan bagaimana mendapatkan keuntungan yang lebih dari ini

Ketika orang budaya ngomong bagaimana menciptakan nilai-nilai berbudi untuk menentramkan hati

Ketika orang pendidikan ngomong bagaimana menciptakan SDM yang berkualitas

Ketika orang militer ngomong bagaimana semua terjaga dengan baik dalam yurisdiksi yang jelas agar aman dalam pertahanan.

Ketika orang kesehatan ngomong bagaimana menciptakan manusia yang sehat.

Ketika orang psikologi ngomong bagaimana membentuk manusia yang berkarakter dan mampu mengontrol emosi.

Dan ketika orang tehnik bebas berkarya, ekonom bebas mencari keuntungan, politikus rakus kekuasaan, budaya hanya berupa dagelan, tak ada transfer ilmu dalam pendidikan, kemanana dan pertahanan mulai terancam. Masyarakat pun kebingungan, penyakit mulai berkembang orang kesehatan harus berfikir lebih keras, dan makin banyak orang yang stres orang psikologi pun tak bisa tinggal diam. Namun, karena semua butuh uang akhirnya pada gontok-gontokan. Siapa yang paling idealis? Dunia sudah menunjukkan bahwa kemakmuran adalah ketika banyak uang. Kita ditepis banyak sekali kebutuhan yang membuat kita mengabaikan moral-moral dalam keilmuan. Uang memang tak bisa terelakkan.

Disini, orang hukum bingung bagaimana mengatur semua biar seimbang antara hak dan kewajiban dalam masyarakat yang menimbulkan konsekuensi-konsekuensi tertentu menurut hukum dari tindakan yang sudah mereka lakukan.

Salah menerapkan dan menciptakan aturan, orang tehnik tak bisa berkarya, ekonomi terseok-seok, politik semakin bringas, tak ada nilai-nilai budaya yang ideal berkembang di masyrakat, pendidikan hanya menjadi rutinitas, militer pun terancam, kesehatan tak bisa terlaksana dengan baik, ah jadi banyak oraang stres.

Permasalhannya adalah, ketika kita tengah berada di lingkaran setan. Dalam sistem civil law di negara kita, Undang-undang diciptakan oleh DPR yang merupakan wakil rakyat. Penerapan undang-undang sendiri, dimasukkan dalam peraturan pemerintah yang dibuat oleh eksekutif. Pasti ada campur tangan orang hukum dalam membentuk draft perauran tersebut. Namun, seidealis-idealisnya orang hukum jika eksekutif dan legislatif tak sependapat. Mau bagaimana? Akhirnya begitulah aturan yang dibuat.

Begitu juga dalam peerapan hukum sendiri. Iyaa... kalau undang-undangnya jelas. Atau ketika harus menghukum perusahaan besar yang bersalah karena memakan tanah milik rakyat kecil. Jika mempailitkan perusahaan berapa banyak kerugian yang dicapai negara. Orang hukum akhirnya pusing menentukan keputusan. Akhirnya mereka bilang orang miskin itu malas. Hallo... itu karena mereka belum punya akses. Kita juga tidak bisa memanjakan mereka. Hai... dimana pendidikan yang baik untuk merubah pola pikir mereka. Jika mereka masih sesederhana itu yang besar akan menindas. Apalagi jika yang besar serakah.

Ketika jepang maju dengan teknologinya, Amerika dengan militernya, Cina dengan perdaganganya, Indonesia maunya apa? Ketika di luar negri para peneliti di hargai tinggi sehingga menghasilkan karya-karya yang mampu membangun negara. Justru di Indonesia peneliti seakaan pekerjaan yang tak memiliki arti. Dibayar murah, bahkan tak ada dana untuk melakukan penelitian sendiri. Entah anggaran dimana. Jika peneliti dan pengajar mati, SDM pun mati. Mati dalam hal ini adalah pemikiran. Jika pemikiran mati, mau bagaimana bisa maju?

Dimulai dari SDM. Ketika yang masuk jajaran keilmuan di atas adalah SDM yang cerdas mungkin tapi tidak memiliki moral keilmuan yang jelas. Masuk menjadi penentu kebijakan dalam hal ini DPR akhirnya menghasilkan aturan-aturan yang tidak jelas. Yang membuat terciptanya SDM yang tidak jelas lagi. Hingga akhirnya yang masuk SDM tidak jelas lagi. Ah... saya pusing menjelaskan ini. Karena memang ini lingkaran setan.

Perlu keberanian untuk meng-cut semuanya.

Siapa yang berani terseok-seok siapa yang berani lapar. Siapa yang berani miskin? Jadi jangan marah kalau banyak ahli akhirnya lari keluar negri. Pemerintah berkoar-koar saatnya yang muda berenterpreneur. Hallo... ada anak tehnik pertanian yang siap mengembangkan pertanian negara. Tidakkah kalian memberikan ruang? Atau ada tenaga pendidik yang siap memberikan pendidikan di luar pulau bagaimana kalian memfasilitasi wahai penguasa?

Akhirnya, Hanya yang berani dan mampu menghayati moral keilmuan dan kebenaran yang berjuang meng-cut lingkaran setan ini.

Siapa diantara kalian?

Tak bisa memang jika hanya satu bidang ilmu saja yang maju. Sungguh indah jika sarjana-sarjana ini memiliki pemikiran yang sama tentang moral keilmuan mereka. Mereka menyadari bahwa kita tidak bisa berdiri sendiri. Dan orang hukum pun, butuh orang tehnik, politik, pendidik, ekonom, dll yang seidealis untuk memberikan ruang bagi mereka yang membutuhkan. Mengajarkan bagi mereka yang kekurangan. Dan mendorong untuk berbagi bagi mereka yang berlebihan.

Sungguh indah jika kita tahu arah ilmu kita dikaitakan dengan keilmuan lainnya. Kita bisa kerja sama. Namun, memang begitu mudah tulisan ini dituliskan tapi saya tahu begitu berat jika kita ingin melaksanakan.

Depok, 8 juli 2014

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun