Desember, setahun yang lalu, di kedai kopi ini, kita duduk berhadapan, saling mengaduk secangkir kopi yang telah diberi sedikit gula.
Desember, setahun yang lalu, di lemariku, masih tersimpan rapi dua buku hadiah ulang tahun darimu. buku fotografi pertunangan dan pernikahan, yang barangkali mewakili isi hati yang tak mampu kau ungkapkan.
Desember, ini kali hujan turun lebih dulu, menderaikan kenangan lalu, menderaskan sudut-sudut ingatan yang tak pernah mengabu.
Desember, hanya langit, hanya tanah, saling bertautan, yang sebenarnya tidak sama sekali bersentuhan. Serupa itulah kita.
Desember, apakah aku akan bertemu lagi denganmu? Meski kau terlahir kembali dalam sosok yang tak bicara—yang tak lagi saling tatap mata.
Desember, koyak sudah bahagia kita yang sederhana, barangkali telah tercabik takdir, menjelma bayang yang tak mampu berkelebat menembus segala tabir.
Desember, bulan muasal aku ada di semesta. entah kau masih mengingat atau telah abai, pada ciuman-ciuman panjang kita yang belum usai.
Desember, ini kali tak ada tiup lilin dan kecup keningmu, yang tersisa, hanya debar dan getar yang setia menanti kepulanganmu.
- Aku, yang sebasah masalalu denganmu.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H