Mohon tunggu...
Sepenggal Jiw
Sepenggal Jiw Mohon Tunggu... -

sepenggal hati yang tertuang dalam kata..terukir lewat pena..ter bait lewat maya

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Sang Karang yang Menangis

13 Desember 2010   01:31 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:47 56
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kesugihan, 14 Maret 2010…14.47

Ku tulis ini diantara sebuah nada, Nada yang tercipta dari tarian jemari, Nada yang begitu lembut namun angkuh. membuat getar, yang begitu kuat manarik hayalku dalam dunia kesombongan, Dunia yang penuh dengan ketakutan. Ku coba berontak dan melayang jauh meninggalkan, Tapi hanya lelah yang selalu aku rasakan. Ku tarik nafas dalam dan ku hembuskan berlahan Memandang kilauan bintang yang mulai meredup, Entah malu, bersedih, atau enggan memandangku. Disini dihamparan bumi, bertatap langit, Berdiri kukuh diantara gelap dan terang Menyibakkan rasa yang tak pernah aku harapkan Yang selalu hadir dalam setiap senyuman. Kecewa, tangis, duka dan sepi, Haruskah aku salahkan itu semua? Bukan, bukan semua itu…Tapi diriku yang selama ini selalu menutup untuk semua tawa canda dan suka. kepalsuan ini lah selama ini menjelma menjadi senyum di bibirku. Mereka anggap aku adalah karang yang tak pernah gentar akan terpaan badai, yah aku memang karang tapi bukan karang di bibir pantai. tapi ku karang di tengah gelap hutan yang selalu bersembunyi dalam semua kepalsuan. Haruskah ku salahkan mereka yang mengaggapku bagai karang, yang menjadikan keras kesombongan ku melebihi karang itu sendiri. Aku tak pernah menjadi diriku itu yang selalu ku tau, tapi apalah arti semua itu, aku tahu, tapi aku tak mampu. Aku memang karang tapi karang yang masih memiliki hati, yang masih memiliki air mata, akankah kalian mengerti? aku yakin hanya segelintir yang mampu memahami. Kini disini karang itu belajar menangis, apa kalian melihat air matanya? Tidak tak akan pernah!! karena air matanya telah kering, atau lupa bagaimana cara menangis, entahlah bahkan karang itu pun tak pernah tau. Tatap mata ini, jauh kedalamnya, apakah kalian menemukan sebongkah batu yang keras? Tidak !! bukan batu yang keras tapi se gumpal hati yang lembut yang masih memiliki rasa sakit…apakah kalian mengerti? Aku rasa sama saja. Hanya segelintir orang yang mampu memahami… Pahamilah hanya itu yang karang ini butuhkan saat ini… (mohon kritik dan sarannya)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun