Mohon tunggu...
Abdul Muholik
Abdul Muholik Mohon Tunggu... Guru - Honorer Swasta

Saya suka membaca bacaan seperti cerpen novel artikel berita dan lain-lain, serta saya suka musik, listrik, astronomy, teknik.. fisika, religius.. ngetik tulisan Arab di komputer / laptop dan lain lain

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Berobat ke Dokter atau ke Bidan?

31 Juli 2024   21:33 Diperbarui: 31 Juli 2024   22:09 39
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Berobat ke Dokter atau ke Bidan?

Suatu pagi Fahri minta izin ke atasannya untuk berobat ke klinik, karena Fahri merasa tidak enak badan. Kemudian Fahri disuruh menemui ADM untuk mendaftar via Online.

Sesampai di ruang ADM si mbak ADM bertanya setengah meledek.

"Mau berobat ya Mas?" tanya mbak ADM, tanpa menoreh ke arah Fahri.  Mata si Mba ADM tertuju pada layar monitor yang menampilkan halaman pendaftaran Online. Tangan kanannya sibuk memainkan Mouse. Sedangkan tangan kirinya memegang kertas formulir pendaftaran berobat ke klinik yang berwarna cokelat.

"Iya Mbak!" jawab Fahri sambil agak menganggukkan kepala ke bawah. Dan ia menyerahkan kartu ID Card Karyawan yang digantungkan ke lehernya. Di ID Card itu berisi data Nama, NIK dan Foto.

"Berobat ke dokter apa bidan mas?" tanya si Mbak itu. Sambil bibirnya agak senyum meledek. Dan ia mulai meraih ID Card Fajri lalu meletakkannya di dekat keyboard komputer.

"Ya ke Dokter lah, masa ke bidan. Saya kan cowok mbak. Emangnya saya lagi hamil apa?" ujar Fahri sambil nyengir sedikit.

Si mbak Adm itu hanya tersenyum geli sambil memasukkan data nama dan NIK Fahri ke komputer, kemudian ia menulis sesuatu di atas kertas berwarna cokelat tadi, yaitu Kertas pendaftaran berobat ke klinik, untuk mendapatkan nomor antrian. Kemudian ia memberikannya kepada Fahri.

"Nih mas kartu nya. Si Mas dapat nomor antrian ke dua" ujarnya sambil tersenyum melihat Fahri.
"Makasih ya mbak!"
"Ya sama-sama!"


Kemudian Fahri melipat kertas tersebut lalu memasukkannya ke dalam saku baju yang berada di dada sebelah kiri. Fahri tidak sempat membaca tulisan si mbak tadi. Fahri tidak merasa curiga tentang data yang ditulis oleh ADM tersebut. Soalnya yang Fahri pikirkan ingin segera ke klinik.

Fahri bergegas ke klinik. "lebih baik aku menunggu daripada ketinggalan" gumam Fahri sambil terus melangkah menuju klinik yang berada di lingkungan perusahaan tempat ia bekerja.

# # #

Sesampai di klinik, Fahri langsung menyerahkan kertas pendaftaran tadi ke petugas, lalu Fahri dipersilahkan duduk di kursi tunggu untuk mengantri di panggil.

Selama beberapa menit menunggu, ada banyak pasien yang lain yang mulai berdatangan. Kebanyakan pasien
perempuan. Namun ada juga beberapa pasien laki-laki.

Fahri  tetep sabar menunggu sambil sesekali memperhatikan layar monitor yang menampilkan nama  dan nomor antrian.

Setelah menunggu sekitar 10-15 menitan, Fahri merasa aneh. Lama kelamaan Fahri mulai heran.

"ko nama saya belom di panggil-panggil juga ya, padahal nomor antrian sudah nomor 4. Mungkin dokter lebih mendahulukan pasien perempuan kali ya, lebih-lebih pasien yang sedang hamil." Ujar Fahri dalam hati.

Awalnya Fahri kira ada kesalahan biasa, namun lama kelamaan Fahri merasa kesal juga. Lalu, Fahri mencoba protes dan mendatangi petugas.

"Maaf dok, ko nama saya belum di panggil-pangil juga ya? Nomor antrian saya kan nomor 2, sedangkan sekarang sudah nomor 4?" Tanya Fahri ke petugas itu, sambil tangan dan wajahnya menunjuk kearah  layar monitor yang tergantung di dinding.

"Maaf, nama mas siapa?" Tanya si petugas itu. Fahri bertanya dia malah berbalik nanya.

"Fahri , Pak!"

"Oh maaf mas, tampaknya ada kesalahan dalam data pendaftaran." Ujar si dokter sambil mengamati ulang kertas pendaftaran berwarna coklat.

"Maksudnya?" tanya Fahri heran.

"Di sini tertulis nama Anda Faharini, terdaftar berobat ke bidan, bukan dokter. Jadi saya kira, dilihat dari nama Anda, perempuan, berobat ke bidan." Tukas dokter sambil merapihkan kertas pendaftaran.

"Hah? Kok bisa?" ujar Fahri heran.
 
"Entahlah, justru itu Tadi pagibsaya heran, ko ada cowok yang berobat ke Bidan, saya kira istri mas yang mau berobat, tapi ko saya perhatikan, si Mas sendirian aja dari tadi, maka dari itu saya sengaja melangkahi nomor antrian anda." Tukas dokter itu dengan datar.

Hammm... rupanya ini ulah si Mbak Adm tadi toh. Aku kira dia bercanda mendaftarkan aku berobat ke bidan,
eh ternyata dia malah sungguhan. Haduh.. !!!!

"Hah??@#$$%&^!?" Fahri bengong, "Pantes saja dari tadi nama saya enggak di panggil-panggil." Gumam Fahri dalam
hati.

"yasudah si Mas tunggu  aja dulu di situ, sebentar lagi juga nama si Mas di panggil kok." Titah sang dokter. 

Fahri lalu kembali duduk ditempat khusus menunggu. Dan sesekali dia memperhatikan layar monitor  untuk memastikan apakah namanya sudah muncul apa belum. 

Tak berapa lama kemudian, nomor dan nama antrian Fahri muncul di layar monitor. Lalu Fahri segera masuk ke ruang periksa.

"Untung aja aku langsung protes ke petugas, coba kalo dari tadi diem aja, bisa-bisa nungguin sampai sore kali wkwkwk" gumam Fahri dalam hati.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun