Ketika Didi sudah melewati layar tancap itu. Didi merasa kaget bukan maen. Ternyata di balik layar tancap itu adalah tempat ruang tamu, panggung pengantin dan ruang parkir tamu. Semua tamu undangan mengarah ke arah layar ketika ada tamu atau motor yang masuk karena
sinar lampu yang mencorot. Termasuk Didi, ketika melewati layar itu, puluhan pasang mata tertuju padanya. Didi jadi malu dan salah tingkah. Ia kan bukan tamu undangan. Akhirnya ia pilih pura-pura parkir di samping layar yang agak jauh dan pura-pura mau nonton layar
tancep. Kemudian Didi menelpon Sofi.
"Fi, gue kejebak nih. Ada yang hajatan nanggep layar tancep di pasang dijalan raya, gue kira bisa dilewatin, eh enggak taunya malah mentok sama tempat tamu undangan. Lo kenapa enggak bilang kalo banyak yang hajat, terus jalan banyak yang diblokir." Ketus Didi
"Loh kenapa sih nyerocos haya. Wkwkwk. Sorry gue juga lupa ngabarin. Tadi juga temen-temen bapak banyak yang kejebak. Ya sudah kamu balik lagi aja dari situ, cari
jalan yang lain." Kata Sofi.
"Oke deh"
Didi menyalakan Motornya. Lalu bergegas keluar melewati bawah layar. Sambil menahan rasa malu dilihatin sama tamu undangan, Didi sengaja menebar senyum lebar-lebar ke semua orang yang melihatnya sambil mengucapkan permisi.
Rupanya orang-orang yang lalu lalang dibalik layar itu adalah tamu undangan, bukan orang-orang pengguna jalan. HihihiÂ
Sesampai di rumah Sofi, Didi menceritakan kejadian yang dialaminya, sambil menikmati batagor yang dibawanya, dan Sofi pun jadi tertawa. Hahha. Ada-ada aja di balik layar tancap.
Cerpen ini pertama kali ditulis pada hari
Minggu, 25 Desember 2011
Pukul 11:20 WIB
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H