Mohon tunggu...
Eka Tanjung
Eka Tanjung Mohon Tunggu... Konsultan - Konsultan Wisata Eropa

Sahabat Wisata Eropa | Pemilik Tour Serbalanda | Tetap Semangat Jangan Kasih Kendor |

Selanjutnya

Tutup

Bola

Celah Sekolah Sepak Bola ke Belanda

29 Oktober 2013   18:55 Diperbarui: 2 Maret 2017   08:00 550
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bola. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Tristan Alif Naufal akan menginjakkan kaki di Belanda dengan tujuan belajar sepak bola. Belum jelas berapa lama 'Messi' Indonesia ini bisa menetap di Belanda. Yussa Nugraha  12 tahun sudah berhasil mendapat izin tinggal di Belanda. Bocah dari Surakarta itu sejak empat tahun ini main di klub lokal Belanda. Bermodal visa ikut orang tua yang bekerja di Den Haag. Di Belanda dia bebas bisa main di mana saja tanpa kendala.  Seperti apa peluang anak Indonesia bisa unjuk bakat di Belanda?

Penulis melihat banyak potensi bakat sepak bola di Indonesia yang sejatinya tidak kalah dengan rekan seusia mereka di Eropa. Namun karena kesempatan dan lingkungan yang tidak mendukung, sehingga bakatnya tidak berkembang maksimal.

Sementara itu rekan mereka di Belanda, lebih mujur. Bimbingan, pelatihan dan fasilitas yang sudah memadai berdasarkan standar internasional. Lapangan yang mereka biasa pakai latihan tidak jauh berbeda dengan kualitas lapangan di stadion besar. Rumput di klub tarkam Buitenboys SC tidak kalah dengan kualitas rumput di ArenA Amsterdam atau Stadion Philips di Eindhoven.

Untuk memiliki fasilitas latihan yang bagus itu, klub-klub amatir Belanda mendapat subsidi dari pemerintah daerah.  Tiga lapangan rumput dan dua sintentis, dikelola dan milik pemda. Klub hanya menyewa secara simbolis 1 euro pertahun. Sekitar Rp. 15 ribu setahun.

Penulis tidak mengatakan bahwa pemda di Indonesia juga harus melakukan hal yang sama. Karena mungkin APBD lebih diprioritaskan ke pengentasan kemiskinan atau perbaikan infrastuktur di daerah.

Penulis hanya mencoba melihat, sejauh mana bakat dari Indonesia bisa juga merasakan atmosfir sepakbola di negeri yang sudah mapan, seperti Belanda. Untuk bisa masuk Belanda diperlukan visa atau izin tinggal. Jenisnya ada dua, kunjungan singkat kurang dari dua bulan. Atau kunjungan jangka panjang, kuliah di perguruan tinggi atau ikut ayah yang bekerja di Belanda, seperti Yussa.

Masalah Visa
Sepakbolanda menyadari tidak semua anak memiliki kesempatan seperti Yussa Nugraha. Bermain sepak bola di Belanda ini. Sebab rekan-rekan Yussa di Indonesia yang mungkin memiliki kwalitas minimal sama, belum tentu bisa masuk ke Belanda dan mendaftarkan diri ikut kompetisi reguler di Belanda. Masalahnya di visa atau izin tinggal.

Non-Eropa
Klub Belanda tidak diperbolehkan mengontrak pemain di bawah 17 tahun. Apalagi kalau pemain dari negara luar Uni Eropa. Syaratnya lebih sulit lagi dibanding  pemain dari negara dalam wilayah Uni Eropa sendiri. Jadi sebagus apapun bakat dari non-Eropa, kalau dia masih di bawah 17 tahun tidak akan mendapatkan kontrak dan mendapatkan visa berdasarkan kontrak sepakbola itu.

Setelah bakat berusia 17 tahun pun, ada aturan lain yang mempersulit klub Belanda untuk mengontrak pemain non-Eropa. Klub harus keluar banyak dana untuk mendatangkan pemain berbakat dari luar Eropa. Ini butuh pembahasan lebih jauh lagi. Untuk sekarang kita batasi saja pada usia bawah 17 tahun.

Situasi Ideal
Bukan tidak mungkin untuk bisa menciptakan situasi seperti Yussa Nugraha. Ikut orang tua yang bekerja di Belanda. Inilah sebenarnya situasi paling ideal untuk bisa sekolah sepak bola di Belanda. Karena dia akan mendapatkan kesempatan dan peluang luas seperti layaknya anak-anak Belanda, Uni Eropa. Sekalipun paspornya masih tetap Indonesia. Kalau sudah pengang izin tinggal MVV (machtiging tot voorlopig verblijf) izin tinggal untuk berdomisili di Belanda, maka main bola di kawasan Schengen tidak masalah.

Masih Sulit
Bukan rahasia lagi, mendapat visa ke Belanda (Schengen) butuh syarat yang panjang bagi orang Indonesia. Selama persyaratan visa Belanda bagi warga Indonesia masih sulit , maka model Yussa Nugraha adalah pemecahan terbaik. Tapi sepakbolanda juga menyadari, bahwa tidak semua orang bisa begitu saja mendapatkan pekerjaan di Belanda. Apalagi saat ini ketika ekonomi Eropa sedang sulit.

Visa Turis
Sepakbolanda melihat celah lain yang lebih realistis dan bisa dilakukan banyak orang. Plan B ini adalah datang ke Belanda sebagai turis, mendapat ijin selama 60 hari. Kemudian diperpanjang menjadi 90 hari, dengan alasan yang jelas kepada IND (Dinas Imigrasi dan Naturalisasi Belanda.) Kesempatan total tiga bulan ini bisa ditempuh untuk didaftarkan ke KNVB dan klub agar bisa ikuti kompetisi tingkat amatir.

Sepakbolanda menyadari bahwa proses ini tidak seperti membalikkan tangan, dan bisa rampung dalam sepekan. Untuk merealisasikan butuh persiapan waktu, mental, finansial dan administrasi yang matang. Baik di Indonesia sendiri, dan terutama di Belanda. Penginapan bisa dicarikan yang murah, tapi sehat selama tiga bulan, mengurus izin tinggal di kepolisian, pendaftaran ke KNVB, administrasi ke klub penampung, pembimbing urusan luar lapangan: sekolah, transportasi, kesehatan, makanan dll.

Dilirik Scout
Kalau sudah bisa ikut training dan bermain kompetisi serta punya kwalitas di atas rata-rata Belanda, pemain ini kemungkinan besar menarik perhatian scout-scout atau pemburu bakat utusan klub besar. Mereka biasa ngintip bakat yang sedang beraksi di laga kompetisi junior. Harapannya tentu saja ada scout yang tertarik dan mengajak bicara soal masa depan.

Talentendag
Cara lain menarik perhatian scout adalah mengikuti acara buru bakat "Talentendag" di klub-klub daerah. Setiap klub besar Belanda mengirimkan scoutnya untuk menyeleksi bintang muda untuk tim junior klubnya. Antara klub-klub Belanda ada kesepakan tidak tertulis. Bahwa klub hanya boleh memburu bakat di wilayah 'teritorial' masing-masing. PSV di Eindhoven dan sekitarnya. FC Twente di Belanda Timur dan Ajax di Belanda Utara.

Johnny Heitinga, pemain keturunan Indonesia di Everton, terjaring karena ikut "talentendag" yang dihadiri scout Ajax. Jadi si bakat Indonesia bisa membidik  'talentendag' berdasarkan klub idamannya. Kalau ingin ke Ajax, berarti harus daftar di Belanda Utara.

Tiga Bulan
Sepakbolanda berhasil menghimpun data dan menemukan celah paling realistis ini untuk bisa merasakan kompetisi dan unjuk kebolehan di praktisi sepak bola Belanda. Tiga bulan tinggal di Belanda, bermain kompetisi resmi KNVB amatir Belanda. Mendapatkan pendidikan reguler sekolah berbasis kurikulum pendidikan Indonesia. Sehingga si bakat Indonesia ini tidak akan ketinggalan pelajaran sekolah.

Ada Celah
Setelah si bakat ikut kompetisi selama tiga bulan di Belanda, dan dilihat oleh scout klub besar, harapannya ada impian-impian kecil yang tercapai dan terrealisasi. Dari sana kedua pihak bisa membicarakan langkah kedepannya kalau memang 'berjodoh.'  Di sini Sepakbolanda hanya ingin memberi gambaran: bahwa sebenarnya ADA celah yang bisa dimanfaatkan bakat Indonesia yang ingin main sepak bola di Belanda.

Sepakbolanda jadi ingat pepatah kuno: "Lebih baik satu anak burung di tangan dari pada 10 di pohon." Siapa tahu burung kecil itu nanti besarnya jadi Garuda yang kekar!!

NB:
Penulis adalah journalis dan pengelola blog Sepakbolanda, segala mengenai sepak bola Belanda yang berkaitan dengan Indonesia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun