Mohon tunggu...
Seny Soniaty
Seny Soniaty Mohon Tunggu... Penulis - Pemerhati Budaya dan Pembangunan Masyarakat

Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Ruwatan Sang Hyang Halis, Sebuah Bentuk Refleksi Spritualitas

6 Agustus 2022   23:20 Diperbarui: 6 Agustus 2022   23:28 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

“Nancepkeun pamali” dilakukan setelah kegiatan berdo’a, dimana pimpinan ruwatan menyatakan ikrar bahwa di wilayah tersebut ditancapkan pamali dimana jika ada yang melanggar, konsekuensinya ditanggung sendiri. Selama rangkaian acara tersebut, gunungan dibakar, dan api sangat berkobar pada saat itu. 

Apa yang terjadi pada gunungan, baik dari bentuk dan besar kobaran api dan juga bentuk gunungan dan bara kayunya, melambangkan kemungkinan kejadian yang terkait dengan gunung tersebut dan kehidupan manusia dan bumi yang akan terjadi ke depannya. Acara ditutup dengan lantunan Kidung Buniwangi.

Ruwatan, sebuah refleksi spiritualitas 

Ruwatan bukan semata-mata tradisi yang dilakukan secara turun temurun, tapi juga merupakan suatu bentuk dari refleksi spiritualitas manusia. Ruwatan dilakukan bukan untuk menyembah tumbuhan atau hewan atau alam, tapi untuk memanjatkan do’a kepada Sang Khalik, Yang Satu, Yang Maha Agung, Sang Pencipta, Yang Maha Pengasih dan Penyayang, Tuhan Yang Maha Esa. Refleksi spiritualitas ini diwujudkan melalui sebuah ritual dengan berbagai hal yang menyertainya, seperti sesajen dan alunan musik. Sesajen dengan berbagai tetek bengeknya, baik jenis sesajinya maupun aturan yang menyertainya, merupakan bentuk dari ucapan syukur manusia terhadap apa yang diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Ruwatan, dalam hal ini Ngaruwat Sang Hyang Halis, disebut juga sebagai bentuk sedekah alam. 

Memang, pada acara ruwatan tahun ini, tidak ada acara sedekah alam seperti tahun sebelumnya, dimana terdapat acara pemotongan domba yang kemudian beberapa bagian dari domba tersebut (kepala, kaki) dikubur sebagai simbol memendam nafsu. Kemudian bagian yang tidak dikubur dimasak dan dimakan bersama oleh masyarakat.

Acara ruwatan dengan berbagai atribut yang menyertainya, merupakan bentuk dari refleksi spiritualitas. Berbagai hal yang menyertai acara ruwatan tersebut merupakan simbol-simbol dari kebersyukuran manusia atas kehidupan yang telah diberikan oleh Tuhan Yang Maha Esa melalui berbagai hasil alam yang diterimanya. Karena terdiri dari berbagai simbol, tak jarang, bahkan kebanyakan, memicu kesalahapahaman di masyarakat, terutama masyarakat modern dan urban, dimana kebanyakan dari mereka menganggap bahwa acara ruwatan dengan berbagai atribut yang menyertainya, merupakan bentuk peribadatan penganut animisme dan dinamisme. 

Hal ini juga merembet pada anggapan bahwa aliran kepercayaan seperti Sunda Wiwitan, merupakan kepercayaan terhadap animism dan dinamisme. Ruwatan juga dianggap sebagai kegiatan yang sarat akan mistis sehingga dianggap menyeramkan. Bahkan ada sebagian orang yang menganggap bahwa kegiatan ruwatan tersebut merupakan kegiatan yang musyrik sehingga perlu untuk dihentikan.

Ruwatan merupakan salah satu tradisi ritual yang ada di Nusantara. Tidak hanya di tatar Sunda, tapi juga di wilayah lain di Nusantara, dengan penyebutan dan caranya masing-masing. Sebagai suatu tradisi, selayaknya dipahami sebagai suatu kekayaan bangsa, bukan sebaliknya.

Referensi: 

Suganda, K. U. (2009). Komunitas Masyarakat Adat Kasepuhan Ciptagelar. Dalam AMAN, & Down to Earth, Hutan untuk Masa Depan: Pengelolaan Hutan Adat di Tengah Arus Perubahan Dunia (pp. 30-65). Jakarta, Cumbria: AMAN & DTE.

Miharja, D & Prasetyo, S.F. (2021). The Value of Islamic Teaching and Sundanese Culture in The Ruwatan Leuweung Babakti Mandala Manglayang. Jurnal Studi Agama-agama. V0l. 11, No. 2 (2021); pp.242-256

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun