Mohon tunggu...
senopati pamungkas
senopati pamungkas Mohon Tunggu... Wiraswasta - Hubbul Wathan Minal Iman

"Bila akhirnya engkau tak bersama orang yang selalu kau sebut dalam do'amu, barangkali engkau akan bersama orang yang selalu menyebut namamu dalam do'anya."

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Menyelaraskan Pengetahuan dengan Nilai-Nilai: Antara Adab dan Ilmu

8 September 2024   19:15 Diperbarui: 8 September 2024   19:24 92
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Di tengah era modern yang penuh dengan kemajuan teknologi dan akses informasi yang tak terbatas, kita sering kali mendengar ungkapan "adab lebih tinggi daripada ilmu." Ungkapan ini tidak hanya menyiratkan pentingnya memiliki sikap dan perilaku yang baik, tetapi juga mengingatkan kita bahwa ilmu yang diperoleh tanpa disertai adab bisa menjadi tidak bermakna, atau bahkan berbahaya. Tapi, apa sebenarnya yang dimaksud dengan pernyataan ini? Dan mengapa adab dianggap lebih tinggi daripada ilmu?

Adab, secara sederhana, merujuk pada tata krama, etika, atau sikap moral yang baik. Ini mencakup berbagai aspek kehidupan, seperti bagaimana kita berbicara, bertindak, menghormati orang lain, dan menjaga diri dalam pergaulan sehari-hari. Sementara itu, ilmu adalah pengetahuan yang diperoleh melalui proses belajar, baik itu melalui pendidikan formal, pengalaman, atau pengamatan.

Keduanya, adab dan ilmu, memiliki peran penting dalam membentuk individu yang seimbang dan berkontribusi positif dalam masyarakat. Namun, mengapa adab dianggap lebih tinggi? Alasannya adalah karena adab adalah landasan dari bagaimana ilmu itu digunakan. Ilmu tanpa adab bisa mengarah pada penyalahgunaan pengetahuan, sementara adab tanpa ilmu tetap bisa menjaga moralitas dan integritas seseorang.

Ilmu yang dimiliki seseorang bisa sangat beragam---dari pengetahuan tentang sains, teknologi, hingga seni dan humaniora. Namun, cara seseorang menggunakan ilmu tersebut sangat dipengaruhi oleh adab yang dimilikinya. Seorang ilmuwan, misalnya, mungkin memiliki pengetahuan yang luas tentang kimia, tetapi tanpa adab, dia mungkin tergoda untuk menggunakan ilmu itu untuk tujuan yang merugikan orang lain.

Sebaliknya, seseorang yang memiliki adab akan selalu mempertimbangkan dampak dari penggunaan ilmu yang dimilikinya. Mereka akan bertanya pada diri sendiri, "Apakah ini akan membawa manfaat bagi orang lain? Apakah ini sesuai dengan nilai-nilai moral yang saya anut?" Dengan adab, ilmu menjadi lebih bermakna karena digunakan untuk tujuan yang benar dan bermanfaat.

Kita bisa melihat banyak contoh dalam kehidupan sehari-hari di mana adab memainkan peran penting dalam bagaimana ilmu digunakan. Dalam dunia pendidikan, misalnya, seorang guru yang memiliki pengetahuan mendalam dalam subjek yang diajarkannya akan lebih dihormati dan dicintai murid-muridnya jika dia juga menunjukkan adab yang baik---seperti kesabaran, empati, dan kejujuran.

Di dunia bisnis, seorang pengusaha yang sukses karena pengetahuannya tentang pasar dan strategi bisnis mungkin tidak akan bertahan lama jika dia tidak menunjukkan adab dalam berbisnis, seperti kejujuran, tanggung jawab, dan kepedulian terhadap karyawan dan pelanggan.

Dalam kehidupan sosial, seseorang yang memiliki pengetahuan luas dan keterampilan berbicara mungkin bisa memenangkan perdebatan, tetapi tanpa adab seperti rasa hormat dan kesantunan, dia mungkin tidak akan dihargai atau dihormati oleh orang lain.

Menyeimbangkan adab dan ilmu adalah kunci untuk menjadi individu yang tidak hanya cerdas, tetapi juga bermartabat. Proses ini dimulai dari pendidikan, di mana penting bagi guru dan orang tua untuk menanamkan nilai-nilai adab bersamaan dengan pemberian ilmu pengetahuan. Ini bisa dilakukan melalui teladan, bimbingan, dan pengajaran yang menekankan pentingnya etika dalam setiap aspek kehidupan.

Selain itu, individu juga perlu selalu mengingat bahwa belajar adab adalah proses seumur hidup, sama seperti menuntut ilmu. Ini berarti selalu ada ruang untuk memperbaiki diri, memperluas wawasan, dan memperdalam pemahaman tentang bagaimana berperilaku dengan baik.

Dalam banyak tradisi keagamaan dan budaya, ada keyakinan bahwa adab membawa berkah dalam menuntut ilmu. Seorang murid yang menunjukkan sikap hormat kepada gurunya, yang belajar dengan niat yang baik, dan yang mempraktikkan ilmu yang diperolehnya dengan cara yang benar, dipercaya akan memperoleh ilmu yang bermanfaat dan diberkahi.

Ini menunjukkan bahwa adab bukan hanya pelengkap dari ilmu, tetapi juga kunci untuk membuka pintu-pintu ilmu yang lebih dalam dan bermakna. Ketika seseorang menuntut ilmu dengan adab yang baik, dia tidak hanya memperoleh pengetahuan, tetapi juga menjadi individu yang lebih baik dan lebih bermanfaat bagi masyarakat.

Pernyataan bahwa "adab lebih tinggi daripada ilmu" mengingatkan kita akan pentingnya menjaga sikap dan perilaku dalam proses menuntut ilmu dan menggunakannya. Ilmu yang diperoleh tanpa disertai adab bisa menjadi tidak bermanfaat, atau bahkan merusak. Sebaliknya, adab yang baik dapat menjadikan ilmu lebih bermakna dan bermanfaat bagi diri sendiri dan orang lain.

Oleh karena itu, dalam perjalanan menuntut ilmu, mari kita selalu mengutamakan adab. Dengan adab yang baik, ilmu yang kita peroleh akan menjadi cahaya yang menerangi jalan kita dan membawa manfaat yang lebih besar bagi kehidupan ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun