Pendahuluan
Sejak jatuhnya Orde Baru pada tahun 1998, Indonesia memasuki era Reformasi yang ditandai dengan harapan besar untuk demokrasi yang lebih terbuka dan partisipatif. Reformasi adalah titik balik dalam sejarah politik Indonesia, di mana kekuasaan otoriter digantikan oleh sistem demokrasi yang memberi ruang lebih luas bagi kebebasan berpendapat, hak asasi manusia, dan partisipasi politik masyarakat. Namun, perjalanan demokrasi Indonesia dari Reformasi hingga sekarang penuh dengan dinamika dan tantangan yang kompleks.
Perjalanan Awal: Euforia Reformasi
Pasca-Reformasi, Indonesia melakukan berbagai perubahan signifikan dalam sistem politiknya. Kebebasan pers, pemilu yang lebih bebas dan adil, serta desentralisasi kekuasaan adalah beberapa pencapaian awal yang menunjukkan komitmen Indonesia terhadap demokrasi. Euforia ini ditandai dengan munculnya banyak partai politik baru, kebebasan media yang lebih besar, dan peran aktif masyarakat sipil dalam mengawasi pemerintahan.
Pada masa ini, Indonesia juga menyaksikan perubahan konstitusi yang memperkuat sistem presidensial dan menciptakan lembaga-lembaga baru seperti Mahkamah Konstitusi, yang bertujuan menjaga keseimbangan kekuasaan dan melindungi hak-hak warga negara.
Tantangan Awal: Konsolidasi Demokrasi
Namun, perjalanan demokrasi Indonesia tidak selalu mulus. Tantangan pertama yang dihadapi adalah konsolidasi demokrasi. Dengan adanya banyak partai politik, koalisi yang rapuh sering kali menghambat stabilitas pemerintahan. Selain itu, desentralisasi yang dimaksudkan untuk memperkuat otonomi daerah kadang-kadang berujung pada korupsi dan ketidakefisienan di tingkat lokal.
Isu korupsi menjadi salah satu tantangan utama dalam konsolidasi demokrasi. Meskipun telah dibentuk lembaga anti-korupsi seperti KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), korupsi tetap menjadi masalah besar yang menggerogoti integritas demokrasi dan kepercayaan publik terhadap pemerintahan.
Â
Era Media Sosial: Demokrasi dalam Lanskap Digital