Mohon tunggu...
Seno Kristianto
Seno Kristianto Mohon Tunggu... Guru - Guru/SMP Van Lith Jakarta

Pendidik yg jg menikmati sosial, budaya, sejarah, dan filsafat.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Dilema Permendikbud Ristek No 67 Tahun 2024 tentang Fasilitasi Organisasi Profesi Guru

28 Oktober 2024   21:10 Diperbarui: 28 Oktober 2024   21:13 277
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pendidikan. Sumber ilustrasi: PEXELS/McElspeth

Saya menerima pesan singkat dari grup WA dengan judul Love Nadiem Makarim yang ditulis oleh Dr. Dudung Nurullah Koswara, M.Pd. Tulisan tersebut pada intinya mengapresiasi Nadiem Makarim mengembalikan bahwa organisasi profesi guru diurus dan beranggotakan guru yang masih aktif mengajar. Organisasi profesi yang dimaksud adalah Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI). Mengapa PGRI, karena dalam tulisan tersebut mengatakan bahwa politisasi, modusisasi, eksploitasi guru tyang sudah berjalan lebih dari 70 tahun, saatnya dihentikan. Hanya organisasi profesi guru (PGRI) yang sudah berusia lebih dari 70 tahun.  Selama kurun waktu itulah pengurus PGRI adalah bukan guru aktif di tingkat PAUD, dasar, dan menengah.

Guru menurut Permendikbud Ristek tersebut, di Bab I pasal 1 adalah pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik pada pendidikan anak usia dini jalur pendidikan formal, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah. Berarti yang dimaksud guru adalah pendidik di jenjang PAUD, SD, SMP, SMA/K dan masih aktif mengajar. Artinya bukan dosen apalagi pensiunan seperti yang selama ini menjadi pengurus PGRI. Dosen memang guru tetapi di jenjang pendidikan tinggi. Dosen tentunya tidak mau dikatakan guru meskipun sama-sama mengajar. Di pendidikan tinggi istilah yang digunakan juga dosen mata kuliah, dosen pembimbing dan lain-lain. Mengapa ada dosen yang menjadi pengurus PGRI, karena di pendidikan tinggi ada istilah Tri Dharma Perguruan Tinggi yaitu : Pendidikan dan Pengajaran, Penelitian, dan Pengabdian kepada masyarakat. Payung hukum bagi dosen menjadi pengurus PGRI adalah Pengabdian kepada masyarakat. Inilah yang menyebabkan ada dosen yang menjadi pengurus PGRI termasuk ketua umumnya saat ini.

Pada awalnya saya membaca Permendikbud Ristek tersebut senang karena saatnya guru mengurus sendiri organisasi profesinya yaitu PGRI. Namun saya berpikir kembali ketika benar bahwa guru menjadi pengurus PGRI dari tingkat pusat sampai daerah, apakah secara regulasi memungkinkan. Hal ini bukan mau meragukan kapasitas dan kemampuan guru dalam memimpin organisasi tetapi lebih pada benturan waktu dengan tugas utama guru yaitu mengajar dan mendidik di dalam kelas. Kegiatan mengajar dan mendidik  sudah terjadwal dan disitulah kehadiran guru di kelas sangat dibutuhkan. Tugas utama saja administrasinya banyak apalagi ditambah dengan mengurus organisasi profesi. Keberadaan di kelas menjadi hal utama bagi seorang guru. 

Ketika menjadi pengurus organisasi profesi tentunya sesekali akan meninggalkan kelas. Memang tidak setiap hari harus meninggalkan kelas, tetapi ketika meninggalkan kelas jugas harus seizin kepala sekolah yang bukan tidak mungkin lebih mengutamakan kegiatan mendidik dan mengajar peserta didik.  Disinilah akan muncul konflik kepentingan ketika guru menjadi pengurus organisasi profesi berhadapan dengan guru yang diberi tambahan tugas sebagai kepala sekolah.  Memang akan lebih leluasa kalau yang menjadi pengurus organisasi profesi adalah kepala sekolah. Namun tetap juga muncul konflik kepentingan karena tugas kepala sekolah adalah edukasi, manajemen, evaluasi, dan supervisi. Kepala sekolah pastikan dituntut oleh yang mengangkat yaitu dinas pendidikan jika sekolah negeri, atau yayasan ketika di sekolah swasta. Tentunya pihak yang mengangkat kepala sekolah lebih mengutamakan yang bersangkutan berada di sekolah sebagai pihak yang paling bertanggung jawab seluruh kegiatan di satuan pendidikan. 

Sekali lagi penulis bukan mau meragukan niat baik dari Mas Menteri (Nadiem Makarim) di akhir masa jabatannya, tetapi lebih menyoroti implementasi atau mempraktikannya. Dilematis dalam pelaksanaan itulah  penulis coba uraikan yang tentunya masih bisa diperdebatkan oleh pihak yang sangat mendukung Permendikbud Ristek tersebut. Secara teoritis Permendikbud Ristek itu sangat idealis dan mulia, namun pada pelaksanaannya bukan tidak mungkin muncul konflik kepentingan baik dengan kepala sekolah, sesama rekan guru yang mungkin menggantikan di kelas karena temannya sedang mengurus organisasi profesi, dari peserta didik sendiri. Marilah kita sikapi dengan bijak Permendikbud Ristek No 67 Tahun 2024. Dan tak lupa terimakasih kepada Mas Menteri atas pengabdiannya selama ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun