Mohon tunggu...
Senny Nadya Permatasari
Senny Nadya Permatasari Mohon Tunggu... -

saya bergabung, untuk jihad. yaitu jihad memahami ilmu, memakainya lalu mengamalkannya. semoga bermanfaat

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kakak, Jangan Bakar Aku!

25 Desember 2015   07:55 Diperbarui: 25 Desember 2015   08:51 228
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Aku seorang kakak dan memiliki seorang adik perempuan. Orangtuaku telah meninggal. Ibu meninggal saat aku lulus SMA dan Ayah meninggal saat aku kuliah di semester 7. Kini aku telah lulus dan telah bekerja di salah satu perusahaan swasta di Jakarta. Sedangkan adikku, kini dia kuliah di semester 3. Aku sebagai kakak satu-satunya berusaha menjadi orangtua bagi dia. Saat kepergian kedua orangtuaku, adikku menjadi perempuan yang senang pergi dengan teman-temannya. Apalagi, dia sekarang berani melepas jilbabnya.

"Dek, kenapa kamu lepas jilbab kamu?" tanya ku.

"Kakak gak tau apa? Rambut aku itu bagus dan indah, kalau aku tutup, orang-orang gak bakalan tau! Emangnya kakak, kerudung panjang banget, kaya ibu-ibu!"

"Astagfitullahal'adzim (sambil aku menamparnya)."

"Kakak jahat! Kakak gak sayang aku." dia pun pergi sembari menangis masuk kekamarnya.

Dari kejadian itu, adikku semakin menjadi. Pakaian yang ia kenakan semakin buruk. Aku selalu mengingatkannya, tetapi dia selalu mengacuhkan aku.

Suatu ketika, hari itu malam minggu. Dimana muda-mudi pergi bersama teman-temannya. Dia pamit kepadaku, aku tak ijinkan. Tetapi, dia tetap pergi. Perasaanku tidak enak. Aku mengikutinya. Ternyata dia pergi ke salah satu Mall di Jakarta dan betapa terkejutnya aku, saat melihat adikku membeli setelan baju dan menggunakannya. Dia membeli rok mini dan baju tanktop. Dia dan teman-temanya berjalan-jalan dengan tertawa senang, mata-mata pria nakal memperhatikan adikku dan teman-temannya. Saat itu, aku membeli sebuah kain panjang dan aku hampiri dia lalu kututup badannya menggunakan kain dan aku bawa dia pergi dari tempat itu sembari aku melihat sinis kepada teman-temannya. Aku bawa adikku ke mobil, adikku tampak malu dan mencoba menyalahkan dan membela diri tapi aku diam tak sepatah katapun aku keluarkan. Saat dirumah, aku menyuruh adikku duduk dan aku pergi menuju dapur membawa korek api. Aku hampiri dia dan aku taruh korek api itu dihadapanya.

"Untuk apa korek api ini, kak?" tanyanya.

"Mana jarimu?" tanyaku, adikku menunjjukan jarinya dan dihadapkan padaku. Aku ambil korek itu dan aku nyalakan. Aku arahkan nyala api itu ke jarinya.

"Kakak mau membakar aku?" dia ketakutan dan mengepalkan tangannya.

"Mana jari mu? Perlihatkan kepada kakak!" dengan marah. Dia memperlihatkan jarinya. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun