Kalau  saat ini orang mengambil keputusan/pilihan maka dirinya yang menjadi pertimbangan utama, kepentingannya yang di dahulukan tetapi Rut dalam mengambil keputusan/pilihan bukan dirinya yang utama tetapi  Naomi  dan itu bisa menutup kebahagiaannya.
Orang kalau lulus kerja walaupun di seberang pulau, mungkin sabu, Alor atau propinsi yang lain dia akan tetap pergi, walaupun mungkin meninggalkan tunanagannya disini, meninggalkan orang tuanya yang sudah tua, dia tetap pergi walaupun dengan berat hati.
Mungkin orang tuanya katakan : Â Nak...papa dan mama sudah sangat tua, carilah kerja di sini saja, jangan pergi jauh-jauh kasian papa dana mama kalau sakit siapa yang lihat nanti.
Mungkin dia akan katakan : Tapi papa dan mamanya juga harus pahami beta, bagamaimana masa depan beta kalau tidak kerja, ini pekerjaan yang bagus, ini PNS kalau beta tidak kerja, lalu beta kerja apa ?
Mungkin keputusan tersebut tidak selamanya salah, tetapi keputusan tersebut bukanlah suatu keputusan yang sangat luhur karena tetap dirinya yang utama bukan orang lain, bahkan  ada juga orang yang walaupun tunangannya itu jauh di mata, orang tuanya tidak setuju tetapi dia tetap nekat untuk pergi dan menikah dengan pacarnya, karena dia sadar orang itulah yang bisa membahagiakan dia, itulah masa depannya.
Mungkin dia akan katakan : papa dan mama tidak setuju, saya tetap akan pergi, karena saya yakin dialah yang bisa membahagiakan saya, saya yakin dialah masa depan saya , tanpa dia, saya hanyalah butiran debu (aku tanpamu butiran debu).
Jadi kita melihat banyak orang mengambil keputusan maka dirinya yang menjadi pertimbangan utama, kepentingan dirinya di dahulukan hanya sedikit orang yang dalam mengambil keputusan/pilihan bukan dirinya yang utama. Dan pernahkah bpk/ibu  mengambil keputusan yang seperti demikian.
Saya ingat pak Stephen Tong, pernah cerita pada waktu dia di undang untuk pelayanan di suatu daerah terpencil di Australia, dia kaget karena yang menjemput dia seorang prof di salah satu universitas ternama yang meninggalkan jabatannya dan pergi melayani di daerah itu.
Dia jemput dengan sepeda oleh prof itu,  ia mandi di sungai, untuk pergi melayani, ia harus berjalan kaki cukup jauh, dia sangat kagum dengan prof tersebut dan  sampai di hutan ia beristirahat dan merenungkan akan hal itu akhirnya ia menulis suatu lagu yang sangat terkenal, kemana saja ku telah sedia,... dalam kota besar atau dalam rimba jiwa sangat berharga dimata-Mu.
Saya juga ingat ade pelayanan pada waktu dia selesai kuliah dia punya beban untuk menolong salah satu SMP di desa yang sangat terbelakang, tetapi bapak/ibu tahu yang namanya guru honor saat itu  hanya 250 ribu/bulan, dan dia lakukan itu selama 1 tahun.
Lalu dia datang kepada saya dan katakan saya tidak bisa hidup kalau dengan kondisi seperti ini, sy tidak bisa menjawab akhirnya di mengajar di sekolah suatu sekolah, tetapi gerakan Tuhan untuk kembali ke desa sangat besar akhirnya ia memutuskan untuk kembali ke sekolah tersebut dan lakukan privat untuk membiayai hidupnya.