Inikan sama seperti seorang ayah menghukum anaknya yang sangat nakal. Ia menghukum anaknya bukan karena ia ingin membuang anaknya/tidak lagi mengakui sebagai anak tetapi ia menghukum dengan tujuan supaya anaknya berbalik kepadanya, karena dia sangat mengasihi anaknya.
Dengan kata lain "hukuman itu" juga merupakan wujud dari kasih Allah kepada kita, Dia pingin kita berbalik kepada Dia. Jadi disini kita melihat kasih dan setia Tuhan itu bersifat selama-lamanya, tidak pernah berubah walaupun orang itu tidak setia.
Lalu bagaimana dengan kasih setia manusia ? Apakah kasih setia manusia bisa selama-lamanya kepada sesama. Bisa, kalau sama-sama terus saling mengasihi dan setia. Tetapi kalau ada satu pihak yang sudah ingkar janji, tidak lagi mengasihi, tidak lagi setia kepada temananya tetapi temannya terus mengasihi dan setia kepadanya maka jelas itu adalah kasih, setia yang tidak wajar.
Dia tidak mengasihi  saya mengapa saya harus mengasihi dia, dia sudah tidak setia kepada saya mengapa saya harus setia kepada dia. Karena pada waktu  seseorang tidak lagi setia/ tidak lagi mengasihi berarti ada luka yang ditinggalkan, koq ada luka (sudah sakit hati) tetapi ia tetap bisa mengasihi orang yang menyakiti hatinya, itu tidak wajar.
Jadi apakah kasih Allah adalah kasih yang tidak wajar ? Yang tidak wajar adalah manusia, karena selama ini menilai konsep Allah dengan konsep manusia, saya hanya mengasihi, bisa setia kepada seseorang apabila orang itu juga mengasihi saya, kalau hati saya sudah terluka, sudah sakit maka tidak mungkin saya bisa mengasihi dia, ini konsep manusia bukan konsep Allah tetapi selama ini menilai konsep kasih dan setia Allah menggunakan konsep dari pada manusia. Dan ini pun berlaku dalam dalam kehidupan kita. Dengan kata lain kita hanya bisa "survive" hanya karena kasih-setia Allah kepada kita.
Kalau kita bertanya betulkah kita terus setia kepada Allah dalam kehidupan ini, belum tentu. Terkadang kita tidak setia, terkadang karena keuatiran kita mengambil jalan yang tidak benar, terkadang kita hanya mikir diri sendiri mau pelayanan hancur-hancuran, orang lain hancur, kita tidak peduli, Â yang penting diri kita.Â
Tetapi aneh, hidup kita terus di pelihara, itu bukan berarti Allah tidak waras, tetapi memang karena kasih Allah terus ada dalam kehidupan kita.
Kalau kita membaca juga dalam ay 2-8 dari Mazmur 115 ini maka kita melihat ada suatu perbedaan yang sangat menonjol antara Allah dan berhala. Kalau Allah dikatakan Ia akan melakukan apa yang dikehendaki-Nya, tetapi  berhala tidak bisa.
Di katakan berhala punya mulut tetapi tidak dapat berkata-kata (bisu), punya telinga tetapi tidak mendengar (tuli), punya tangan tetapi tidak bisa meraba (stroke). Ini Aneh, berarti berhala tidak bisa melakukan apa yang dikehendakinya, ia tidak maha kuasa karena walaupun punya mulut tetapi tidak bisa berkata, sedangkan Allah bisa melakukan apa yang dikehendaki-Nya, berarti Dia maha kuasa.
Jadi kalau ada orang disini bisa melakukan segala yang dikehendakinya berarti Ia maha kuasa, lebih berkuasa dari pada Tuhan. Kalau saat ini juga ia mau berada dijakarta karena urusan mendadak maka orang Alor katakan, kalau bapak mau sampai sekarang juga bisa, yang penting tutup mata saja jangan buka mata sebelum saya katakan buka.
Berarti ia maha kuasa. Kalau apapaun yang disentuhnya, dikerjakannya, yang diinginkannya sukses, berhasil berarti ia maha kuasa, orang  katakan "bertangan dingin".