Ada anak-anak Tuhan hidup sama seperti orang ateis praktis, Allah ada atau tidak ada, ia tidak peduli. Karena ia lebih berfokus kepada kemampuan dirinya, dan kalaupun ia berdoa hanya semacam kosmetik, tidak ada kesungguhan. Â
Kalau ia bisa menikah, ia anggap itu wajar karena sudah saatnya. Kalau gajinya naik, ia anggap itu wajar karena seharusnya demikian. Bisa bangun rumah, bisa beli kenderaan, ia melihat itu semua karena hasil usahanya, karena kerja kerasnya. Jadi Allah ada atau tidak ada, ia tidak peduli.
Tetapi hari ini pemazmur menentang seluruh konsep itu bahwa segala sesuatu yang kita dapatkan adalah "hal yang tidak wajar" secara manusia karena semuanya itu berasal dari Allah bukan dari diri kita.
Dengan kata lain walaupun kita berusaha sekeras apapun tetapi kalau Allah tidak memberikan/ tidak mengijinkan maka kita tidak akan mendapatkannya. Oleh karena itu pada waktu kita mendapatkan sesuatu maka kita hanya memuliakan Tuhan saja karena itu adalah hal yang tidak wajar.
Dalam Mazmur 115 ayat 1 pemazmur mengatakan : Bukan kepada kami ya Tuhan, bukan kepada kami tetapi kepada nama-Mulah kemuliaan oleh karena kasih-Mu ( Mercy) dan setia-Mu. Jadi dalam bagian ini pemazmur  menolak untuk dipuji / dimuliakan, dan kenapa kemuliaan hanya kepada Tuhan karena adanya  kasih dan  kesetiaan Tuhan.
Berarti bagi Pemazmur kasih dan kesetiaan Tuhan itu berbeda dengan kasih dan kesetiaan manusia, makanya ia  mengatakan "bukan kepada kami ya Tuhan" tetapi hanya "kepada Nama-Mu".
Dalam Mazmur 118 :2 yang ditulis oleh penulis yang sama, pemazmur mengatakan bahwasanya untuk "selama-lama-Nya kasih, setia-Nya. Berarti menurut pemazmur bahwa kasih setia Allah itu bersifat "selama-lamanya" atau "tidak bisa berubah" sedangkan kasih dan kesetiaan manusia bisa berubah.
Jadi walaupun orang itu tidak setia tetapi kasih setia Tuhan kepada dia, tidak berubah, tetap selama-lamanya. Tetapi bukankah fakta menunjukan kalau manusia tidak setia maka Allah akan menghukum Dia, bukankah itu menunjukkan bahwa Allah sudah tidak mengasihi dia ?Â
Maka disinilah letak kesalahan dari pemikiran manusia. Karena tujuan dari hukuman Allah agar seseorang itu berbalik kepada Tuhan, bukan supaya Allah membuang dia selama-lamanya.
II Petrus 3: 9 "tetapi Ia sabar terhadap kamu, karena Ia menghendaki supaya jangan ada yang binasa melainkan supaya semua orang berbalik dan bertobat. Jadi rencana akhir supaya manusia berbalik dan bertobat. Oleh karena itu hukuman bukan tujuan supaya Allah membuang orang itu tetapi tujuannya supaya orang itu berbalik kepada Allah.