Namun, ada juga pandangan yang berbeda, yang berpendapat bahwa peristiwa G30S/PKI tidak hanya melibatkan PKI sebagai pelaku utama, melainkan juga merupakan hasil dari ketegangan politik yang kompleks antara kelompok-kelompok militer, kelompok Islam, dan golongan komunis. Beberapa sejarawan dan ahli berpendapat bahwa ada campur tangan pihak-pihak tertentu dalam tubuh militer yang berupaya memanfaatkan situasi untuk memperkuat posisi mereka, bahkan mengarah pada pembentukan Orde Baru yang dipimpin oleh Jenderal Soeharto. Mereka berpendapat bahwa narasi yang dibangun selama Orde Baru tentang peristiwa tersebut sering kali didominasi oleh versi yang mengaitkan PKI secara eksklusif dengan kejadian tersebut, sehingga melupakan adanya konspirasi politik yang lebih luas.
Kontroversi ini juga diperparah dengan penyebaran berbagai versi sejarah yang diajarkan kepada generasi muda, yang seringkali berlandaskan pada interpretasi tertentu dari pemerintah pada masa Orde Baru. Hal ini menyebabkan kesulitan dalam mencapai konsensus tentang peristiwa tersebut dan menyebabkan trauma serta polarisasi yang terus berlanjut di masyarakat. Pemahaman yang berbeda tentang G30S/PKI masih menjadi bagian dari diskusi politik dan sosial yang berlarut-larut di Indonesia hingga saat ini.
Dampak Dari Terjadinya G30S/PKI
Peristiwa G30S/PKI pada 1965 memiliki dampak jangka panjang yang mendalam terhadap sejarah Indonesia. Ketegangan politik yang terjadi antara kelompok militer dan Partai Komunis Indonesia (PKI) menyebabkan terjadinya perpecahan besar di tubuh masyarakat, dengan kekerasan yang meluas. Setelah peristiwa tersebut, ratusan ribu orang yang diduga terlibat atau berafiliasi dengan PKI dibunuh atau ditangkap dalam aksi yang dikenal sebagai pembantaian 1965-1966. Penangkapan masal dan pembantaian ini menyebabkan trauma kolektif di banyak komunitas di Indonesia.
Selain itu, peristiwa tersebut memicu runtuhnya pemerintahan Presiden Sukarno yang sebelumnya dipenuhi dengan ketegangan politik, ekonomi yang sulit, dan konflik ideologis antara kelompok kiri dan kanan. Kejatuhan Sukarno membuka jalan bagi Soeharto untuk mengambil alih kekuasaan dengan dukungan dari militer dan kelompok-kelompok konservatif. Soeharto kemudian membangun Orde Baru yang berorientasi pada pemerintahan otoriter dengan mengutamakan stabilitas politik dan ekonomi. Dalam kerangka Orde Baru, kebebasan politik sangat dibatasi, dengan pengawasan ketat terhadap oposisi dan pembatasan terhadap aktivitas-aktivitas yang dianggap subversif, termasuk yang berkaitan dengan komunisme.
G30S/PKI adalah peristiwa kompleks yang meninggalkan luka mendalam bagi bangsa Indonesia. Narasi resmi yang selama ini diterima masyarakat mulai dipertanyakan dengan munculnya berbagai penelitian dan kesaksian baru. Oleh karena itu, penting bagi generasi saat ini untuk memahami peristiwa ini secara kritis, dengan tetap menghormati nilai-nilai kemanusiaan dan keadilan.
References
Cribb, R. (2001). The Indonesian Killings of 1965-1966: Studies from Java and Bali. Melbourne: Monash University Press.
Roosa, J. (2006). Pretext for Mass Murder: The September 30th Movement and Suharto's Coup d'état in Indonesia. Madison: University of Wisconsin Press.
Anderson, B. R. O'G., & McVey, R. T. (1971). A Preliminary Analysis of the October 1, 1965, Coup in Indonesia. Ithaca: Cornell University Press.
Melvin, J. (2018). The Army and the Indonesian Genocide: Mechanics of Mass Murder. Abingdon: Routledge.