Mohon tunggu...
Senna Wijaya Rizky Ramadhan
Senna Wijaya Rizky Ramadhan Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa

Saya menyukai petualangan, mencoba hal-hal baru dan suka tantangan.

Selanjutnya

Tutup

Analisis

Sejarah, Kronologi, Kontroversi, dan Dampak Terjadinya G30S/PKI

14 Desember 2024   13:20 Diperbarui: 14 Desember 2024   13:20 11
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Analisis Cerita Pemilih. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/GARRY LOTULUNG

Gerakan 30 September atau yang lebih dikenal sebagai G30S/PKI adalah suatu peristiwa paling kontroversial dalam Sejarah Indonesia. Peristiwa ini terjadi pada malam 30 September hingga 1 Oktober dini hari tahun 1965, ketika enam jenderal dan satu perwira TNI Angkatan Darat dibunuh oleh kelompok yang menamakan diri sebagai Dewan Revolusi.

Kronologi Terjadinya G30S/PKI

Pada masa itu, Indonesia sedang mengalami ketegangan politik dan sosial yang cukup kompleks. Sejak awal dekade 1960-an, situasi politik Indonesia semakin dipenuhi ketidakstabilan, dengan adanya persaingan antara kelompok militer dan PKI. Keberadaan PKI yang semakin berkembang, terutama setelah pembentukan Gerakan 30 September, menambah ketegangan antara kalangan yang pro-komunis dan yang anti-komunis. Selain itu, pengaruh ideologi komunisme yang semakin kuat di tingkat internasional, serta kebijakan Presiden Soekarno yang sering kali lebih mendekati PKI, turut memperburuk ketegangan politik dalam negeri.

Pada malam 30 September 1965, sekelompok orang yang mengaku sebagai bagian dari Gerakan 30 September (G30S) yang dipimpin oleh Letnan Kolonel Untung, seorang perwira militer, melakukan aksi dengan menculik enam jenderal TNI Angkatan Darat. Enam jenderal tersebut adalah: Jenderal Ahmad Yani (Menang AD), Mayjen R. Suprapto (Asisten I Menang AD), Mayjen M. T. Haryono (Asisten II Menang AD), Brigjen Sutoyo (Kepala Staf TNI AD), Brigjen Donald Isaac Pandjaitan (Kepala Staf Umum), dan Brigjen Pierre Tendean (Ajudan Jenderal Soeharto). Para jenderal tersebut diculik dan dibawa ke sebuah tempat di Lubang Buaya, Jakarta, di mana mereka kemudian dibunuh secara brutal oleh kelompok tersebut.

Pada pagi hari 1 Oktober 1965, Jenderal Soeharto, yang saat itu menjabat sebagai Panglima Kostrad, segera bergerak untuk mengendalikan keadaan. Soeharto, dengan dukungan pasukan, memulai langkah-langkah untuk menanggulangi pergerakan G30S/PKI. Soeharto mengumumkan bahwa peristiwa ini merupakan sebuah usaha dari PKI untuk menggulingkan pemerintah. Dalam waktu singkat, pasukan yang setia kepada Soeharto berhasil menguasai Jakarta, dan para pemimpin militer yang tergabung dalam G30S/PKI mulai ditangkap.

Setelah penguasaan Jakarta, Jenderal Soeharto mengambil kendali penuh atas TNI, menggantikan posisi Presiden Soekarno yang semakin terpojok. Pada 2 Oktober 1965, Soeharto mengeluarkan perintah untuk menumpas G30S/PKI dan melanjutkan pembersihan terhadap anggota-anggota PKI dan simpatisannya. Banyak dari mereka yang ditangkap, disiksa, dan dihukum mati, sementara PKI secara resmi dibubarkan dan dinyatakan sebagai organisasi terlarang.

Sementara itu, Presiden Soekarno yang saat itu sedang berada di Istana Bogor, mulai berusaha meredakan ketegangan dengan mengeluarkan pernyataan pada 1 Oktober bahwa G30S/PKI adalah tindakan yang tidak sah, meskipun ia tidak langsung menyebutkan siapa yang bertanggung jawab. Soekarno mencoba untuk menjaga agar situasi tetap stabil dan tidak menambah ketegangan lebih lanjut. Namun, dengan pengaruh militer yang semakin kuat, Soekarno kehilangan kendali atas pemerintahan.

Setelah beberapa hari pasca peristiwa tersebut, Soeharto semakin memperkuat posisinya. Ia mulai mengambil langkah-langkah untuk memperkenalkan kebijakan yang lebih tegas terhadap PKI dan memperkuat kekuasaannya dalam pemerintahan. Pembersihan terhadap anggota PKI berlangsung secara masif, diikuti oleh penangkapan dan eksekusi terhadap ribuan orang yang dicurigai memiliki hubungan dengan PKI. Tindakan ini menandai berakhirnya pengaruh PKI di Indonesia.

Peristiwa G30S/PKI berakhir dengan terbentuknya Orde Baru di bawah kepemimpinan Jenderal Soeharto. Pada 11 Maret 1966, Soeharto memperoleh Surat Perintah Sebelas Maret (Supersemar) dari Presiden Soekarno, yang memberikan hak kepada Soeharto untuk mengambil alih pemerintahan. Kejadian ini secara resmi menandai berakhirnya era pemerintahan Soekarno dan dimulainya Orde Baru yang berlangsung hingga tahun 1998.

Kontroversi Dari Terjadinya G30S/PKI

Kontroversi mengenai peristiwa G30S/PKI masih menjadi topik perdebatan yang mendalam di Indonesia, dengan berbagai pandangan yang berbeda tentang penyebab, pelaku, dan dampak dari peristiwa tersebut. Sebagian pihak meyakini bahwa Gerakan 30 September (G30S) merupakan upaya kudeta yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) dengan tujuan menggulingkan pemerintah Presiden Soekarno dan menggantinya dengan pemerintahan komunis. Menurut pandangan ini, peristiwa tersebut berujung pada pembunuhan enam jenderal dan satu perwira militer, yang kemudian memicu aksi balasan yang besar terhadap anggota-anggota PKI dan orang-orang yang diduga terlibat dalam gerakan tersebut.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Analisis Selengkapnya
Lihat Analisis Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun