Mohon tunggu...
Erlina AD Pratiwi
Erlina AD Pratiwi Mohon Tunggu... -

seorang mahasiswa yang berusaha keluar dari zona nyaman. seorang anak yang ingin membahagiakan orang tua. seorang wanita yang menginginkan teman hidup yang mencintai karena Allah.

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Bus

24 Desember 2010   06:07 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:26 64
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

Jauh-jauh dari seberang sana dilihatlah bangunan kokoh itu, tempat melanjutkan studynya. sudah berlama-lama ia menanti untuk menginjakkan kaki disana.

Pada bulan yang cerah dipertengahan tahun itu impiannyapun terwujud, langkah tegap diiringi lebarnya senyum dibibirnya menandakan kebahagiaan yang sangat tersirat. Bangunan kokoh itu kini akan bersamanya selama empat tahun. Waktu yang seharusnya digunakan untuk mencicipi ilmu yang lezat disana.

Pagi itu udara sangat sejuk, ya, selalu seperti itu saat pagi. Udaranya sangat dingin membuatnya malas mandi, tak seperti dirumahnya sebelum tiba di kota itu. Tapi, ini sudah menjadi suatu kewajiban disaat ia menjadi punggawa masyarakat muda 'mahasiswa'.

Tubuhnya getir setelah satu minggu berada disana. Orang-orang terasa aneh. Jiwanya merasakan rindu, rindu yang begitu mendalam pada orang tuanya, pada keluarganya. inilah rasanya menjadi mahasiswa untuk pertama kalinya. ingin hatinya meninggalkan tanah impiannya itu sementara, hanya untuk bertemu keluarganya, sebentar.

Sekarang ia memutuskan untuk mengikuti keinginannya saat ini. Pergi sementara menemui keluarganya yang juga merasakan hal yang sama, rindu. Pergilah ia dengan bus. Sesaat merasa heran dengan bus. Tempat duduknya yang diatur tidak seimbang, 2-3, dan selalu ketika ia rindu untuk pulang tempat duduk tiga bangkulah yang menjadi pilihannya untuk beristirahat. Kenyamanan itu terasa begitu saja, ada yang menarik disana. tepatnya disebelah kanannya, pemandangannya begitu indah. Masih ada sawah rupanya, itulah pikirnya.

Ada satu hal yang tidak bisa ia lupakan ketika berada di dalam bus. saat akan berjalan, bus mempunyai hiburan atau pun dapat dikatakan sebagai gangguan. Ya, 'pengamen' hampir semua orang menyebutnya seperti itu. Sumbang atau merdu suara pembawanya tak menjadi masalah, semuanya ia nikmati dengan sangat hormat. Memikirkan bila ia menjadi mereka, membawa gitar atau ukulele bersenandung dengan suara pas-pasan saat semua orang terlihat tidak peduli apalagi menghargai. ia tak ingin seperti itu, mencoba untuk menghargai dan memberikan apa yang bisa ia berikan(red-receahan).

Di kota ini, banyak sekali hal yang ia dapat. banyak sekali pengecualian-pengecualian rumit yang ia temui. ketika melihat seorang anak kecil mungkin usianya sekitar 7-11 tahun berada dijalan, betapa murung ia, kenapa anak sedini itu berlarian mengejar angkutan umum?. Meminta kepada siapa saja yang ada di dalamnya setelah berdendang lirih, dan betapa heran saat lagu yang mereka nyanyikan itu tak pantas untuk anak seumuran mereka.

Hal-hal lirih seperti ini terus berlangsung ketika liburan datang dan ia kembali pulang. Selalu ia, bus dan anak kecil itu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun