Atau, anak-anak yang menonton video gaming bertema kekerasan dan benda tajam. Sulit sekali membayangkan dan mempertanyakan penyesalan setelah mereka melakukan hal tersebut.
Dampak dari Gadget, Baik atau Buruk?
Mengenai dampak-dampak gadget terhadap psikologi anak, maka pemerintah melalui Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak mengeluarkan kebijakan dalam pembatasan penggunaan gadget tersebut.
Pada siaran pers nomor: 37/Humas KPP-PA/05/2015/, sesuai dengan rekomendasi atau standar dari World Health Organization (WHO) yang melarang penggunaan gadget bagi anak usia 1-2 tahun, 3-5 tahun dibatasi penggunaan gadget selama 1 (satu) jam.
Kalau begitu, nyatanya gadget memberikan dampak negatif ya bagi penggunanya? Tentu, jika tidak digunakan dengan bijak. Pasalnya, masih jauh lebih banyak nilai positif dari gadget tersebut, apalagi untuk anak-anak, diantaranya:
- Meningkatkan rasa suka mereka dalam mengonsumsi makanan sehat seperti buah dan sayur,
- Membantu mereka memahami hal-hal yang mereka sukai (misalnya otomotif), sehingga orang tua bisa mempersiapkan mainan yang aman terkait otomotif, seperti mobil-mobilan, dan lain-lain.
- Meningkatkan kemampuan berkomunikasi dan berbahasa asing,
- Media hiburan anak-anak dengan gambar yang lucu sambil diselipkan ilmu pengetahuan yang ringan,
- Meningkatkan perkembangan otak dalam permainan seperti puzzle,
- Meningkatkan skill kognitif, yaitu kemampuan untuk memproses informasi, ingatan, dan hubungan antar objek,
- Dll.
Masih banyak lagi nilai positif dari kemajuan teknologi yang sudah bisa dimanfaatkan melalui gadget.
Lantas, mengapa anak-anak justru melakukan sebuah kejahatan karena gadget?
Kita sebagai pengguna-lah yang harus bijak memilah hal baik dan buruk yang akan kita konsumsi. Dengan begitu, kita juga yang bertanggung jawab dalam memilah informasi yang akan diberikan pada anak-anak, sebab nilai negatif dari teknologi yang dengan terjadi oleh anak-anak misalnya:
- Mengenal bahasa kasar dalam berkomunikasi, atau justru mengalami keterlambatan dalam berbicara,
- Menganggap hal-hal yang ada di internet adalah sebuah kebiasaan yang dilakukan orang-orang di dunia nyata (kekerasan, pornografi, dsb.),
- Ketidakstabilan emosi (jika anak-anak kalah dalam sebuah permainan, bahkan bisa meningkatkan depresi serta kecemasan),
- Malas melakukan aktivitas fisik,
- Acuh dengan keadaan sekitar,
- Dll.
Beberapa Solusi untuk Berdampingan dengan Gadget
Kalau kita baca baik-baik dampak negatif tersebut, sebenarnya orang dewasa juga berpotensi mengalami hal yang sama. Jika orang dewasa saja memiliki kemungkinan terdampak secara psikologis, apalagi anak-anak yang masih berada dalam tahap tumbuh kembang.
Maka dari itu, solusi agar anak-anak tidak terpengaruh dan mengalami ketidakstabilan dalam psikologis-nya, ada hal-hal yang bisa dilakukan, yaitu:
- Dampingan dari orang terdekat (orang tua), serta kejelian dari orang tua terhadap informasi, ilmu, dan permainan yang akan diberikan pada anak-anak,
- Memberikan pengetahuan dan pemahaman terhadap anak-anak yang membantu mereka tetap aman dan terkontrol saat bermain gadget, apalagi secara online,
- Disiplin dalam mengatur jadwal anak-anak bermain gadget
- Mencari variasi permainan atau pun kegiatan yang mengasyikkan untuk anak-anak, yang mampu meningkatkan kemampuan gerak tubuhnya, perkembangan otak, fokus, dan kemampuan bersosialisasinya.
Penutup
Kita tidak bisa menyalahkan teknologi yang akan terus berkembang seiring dengan perputaran waktu. Maka dari itu, kita semua yang bertanggung jawab dalam memanfaatkan teknologi untuk mendapatkan informasi dan hal-hal yang bermanfaat melalui gadget. Bukan hanya kepada anak-anak, namun juga untuk diri sendiri. Jangan jebak diri kita dalam hiburan yang ternyata merusak psikologi, karakter, dan sifat kita sebagai manusia. Mulailah menyaring hal-hal yang memang pantas untuk kita nikmati, kemudian bantu orang-orang di sekitar kita, apalagi anak-anak, agar mereka tumbuh menjadi sosok yang sangat berperan di masa depan yang lebih baik.
Sumber:
Subarkah MA. 2019. Pengaruh Gadget Terhadap Perkembangan Anak. Rausyan Fikr, Jurnal Pemikiran & Pencerahan. 15 (1): 126-128