"Eh, lagian ngapain kalian malah main ke gang itu? Bukannya sholat isya, malah kabur," jawabku lagi.
"Biasa, main petasan disana," jawab Dani sambil tersenyum kikuk. Tangannya menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Aku mendelik.
"Hmm pemalasan. Udah ah ayo pulang, Ra!" ajakku pada teman perempuanku.
"Kamu yakin mau pulang sekarang, Sar? Apa gak nanti aja bareng Pak ustad?" tanya Mira dengan raut wajah ragu.
"Kamu percaya sama omongannya Dani, Ra?" tanyaku tapi Mira tidak menjawab.
Karena kesal, aku pun akhirnya memutuskan untuk pulang sendiri saja. Sedikit rasa takut memang aku rasakan. Ya bagaimanapun juga aku seorang wanita biasa yang punya rasa takut sama yang namanya setan. Tapi, aku juga tidak bisa menunggu lagi. Pekerjaan rumahku masih banyak dan aku gak mau jika harus sampai begadang.
Pada saat langkahku mendekati gang menuju sumur umum itu, bulu kudukku mulai meremang.
"Astagfirullah. Ada apa ini?" gumamku sambil mengusap-usap leher belakangku.
Udara saat itu menjadi terasa lebih dingin dari sebelumnya. Aku mencoba untuk mengabaikan semua keanehan yang terjadi dan fokus ke arah jalan saja. Akan tetapi saat aku melewati gang gelap tersebut, aku melihat seorang wanita berpakaian putih sedang berdiri di dekat sumur. Rambutnya terurai basah dan wajahnya begitu pucat.
Bodohnya, aku malah terpaku melihat wanita itu. Aku tidak mengerti apa yang terjadi tapi ketika aku melihat sosok itu, kesadaranku seperti hilang. Aku merasa seperti berpindah ke sebuah tempat yang sangat luas dan juga gelap. Jantungku tiba-tiba saja berdetak sangat cepat. Tubuhku semakin bergetar apalagi saat aku melihat sosok wanita itu mulai melayang mendekatiku.
"Sar, kamu lagi apa?"