Mohon tunggu...
Andi Ideot Ideot
Andi Ideot Ideot Mohon Tunggu... profesional -

"..aku adalah tautan sang waktu: awal dan akhir dari abstraksi perjalanan mimpi yang mencari dalam tragedi putaran emosi tentang penjabaran arti dan tujuan hidup.."

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Percintaan

7 Desember 2012   13:08 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:02 129
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Puisi M.D. Atmaja Alif laam miim. Mukjizat Lelaki Surga pembawa bendera tanpa kesombongan. Peruntuh bebatu tuhan memanusia – pengikut mahkluk api, ‘bermata satu’; penipu yang mengobral petunjuk jalan dengan murah. Kalimat cahaya lurus jalan, diucapkan utusan penuh cinta dan kebijaksanaan, Alif laam mim shaad. Penunjuk waktu kesempurnaan manusia, Lelaki Buta Huruf seringkali mengucap kita pasti dikumpulkan pada-Nya. Kita sama mengakui, Ia melihat segala. Kedurhakaan dan kebandelan kita. Tidakkah kita malu? Diketika engkau melempar, bukanlah engkau melempar sebenarnya. Sewaktu engkau membunuh bukan engkau yang membunuh. Tapi Aku! Dekat. Ketimbang apa pun. Ia lebih dekat lagi. Bersemayam dalam percintaan hening, dalam kesendirian dan keramaian. Selalu, Ia ada untuk kita. Dalam peperangan, Ia membantu dengan Kalimat Sebab Ia mencinta. Sebab dunia ini adalah percintaan-Nya. Dia buat arus sungai indah dan ringan, memberi kita pilihan agar lekas mandi dengan nyaman membuktikan kepemimpinan. Agar tidak perlu ditanya panjang atau dibakar. Agar seluruh Malaikat bersujud. Iblis pun bersujud. Adakah kita berpikir? Ia menguji cinta Ia menguji kesetiaan Ia menguji kekasih pilihan-Nya. Dunia digelar – dipenuhi emas dipenuhi wanita indah juga ketinggian tahta, sedang – Ia menguji kesetiaan cinta, kesungguhan hati karena badan dan harta yang kita banggakan bukan apa-apa. Lengkong – Banjarnegara, Agustus 2012 (Sumber: Antologi MENUJU LELORONG SUNYI, hal. 27 - 28,  2012)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun