Mohon tunggu...
Seni Asiati
Seni Asiati Mohon Tunggu... Guru - Untuk direnungkan

Berawal dari sebuah hobi, akhirnya menjadi kegiatan yang menghasilkan. Hasil yang paling utama adalah terus berliterasi menuangkan ide dan gagasan dalam sebuah tulisan. Selain itu dengan menulis rekam sejarah pun dimulai, ada warisan yang dapat kita banggakan pada anak cucu kita nantinya. Ayo, terus torehkan tinta untuk dikenang dan beroleh nilai ibadah yang tak putus.

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Pelarian Jiran

4 Agustus 2021   15:26 Diperbarui: 4 Agustus 2021   15:36 995
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Aku mau pulang saja, mau ke perkampungan terdekat semoga ada yang butuh kuli bangunan."

"Mana ada Nong, yang bangun rumah pandemi begini." seorang laki-laki tua memberinya gelas berisi kopi hitam.

"Brurrrrr... ahhh kopi ga da gula?" matanya mendelik dan suara teriakan amarah.

"Gile yah, untung ada yang bisa lo minum." tangannya dengan tiba-tiba memukul ke pelipis temannya yang protes terhadap kopi.

Jauh di sudut gubuk seorang laki-laki menatap langit-langit rumah. Ada air  menetes di pelupuk matanya. penyesalannya karena tidak ikut rombongan yang diangkut kapal perang TNI ke Surabaya. Sudah dekat rumahnya dari sana di daerah Tanggulangin.

"Dil, besok belajar di taman yah." Nadiyah memberikan gawainya.

"Buat apa ini." Fadil menolak.

"Lihat gawai aku, bu guru mengirim tugas dan materi untuk kita kerjakan bersama-sama." Nadiyah memebrikan lagi gawainya.

"Oh, aku kira kamu mau memberikan gawainya ke aku." Fadil tersenyum malu. Nadiyah teman kecilnya ini sungguh baik selalua da jika Fadil membutuhkan.

Suara batuk terdengar jelas dari gubuk itu sudah tujuh orang yang batuk dan satu orang demam. Semakin hari kumpulan pelarian dari Malaysia itu tidak jelas makannya. umbi-umbi dan buah-buahan sudah biasa di konsumsi. Ikan untung saja banyak di sungai. Kepala desa pernah mendatangi supaya mereka mau pulang ke daerah asalnya. Ayah Fadil sudah mengisi kesanggupan untuk pulang tinggal menunggu pasukan TNI yang membawa. Kata kepala desa biasanya seminggu sekali pasukan TNI datang ke desa sekalian meninjau wilayah perbatasan.

Sehari sebelum pasukan TNI penjaga perbatasan datang ayah Fadil batuk tidak  berhenti. Wajahnya sudah pucat, napas tersengal-sengal. seorang teman mereka dua hari lalu meninggal di tepi sungai ketika ingin mandi. Lima orang masih demam. Ayah Fadil giliran menyediakan makan untuk mereka. Langkahnya gontai ke dalam hutan. Tujuannya ingin mengambil umbi talas yang besar. Tangan rapuhnya hampir saja menggapai pokok talas. Ketika batuk panjang mendera dan ia terjerembab untuk kemudian terkapar. Bibirnya masih bergumam satu kata 'Fadil'.  *Suken Isoman 2021.*

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun