Mohon tunggu...
Seni Asiati
Seni Asiati Mohon Tunggu... Guru - Untuk direnungkan

Berawal dari sebuah hobi, akhirnya menjadi kegiatan yang menghasilkan. Hasil yang paling utama adalah terus berliterasi menuangkan ide dan gagasan dalam sebuah tulisan. Selain itu dengan menulis rekam sejarah pun dimulai, ada warisan yang dapat kita banggakan pada anak cucu kita nantinya. Ayo, terus torehkan tinta untuk dikenang dan beroleh nilai ibadah yang tak putus.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Kue untuk Anakku

15 Mei 2020   17:05 Diperbarui: 15 Mei 2020   17:23 496
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Apa kue lebaranmu? banyak pilihan kue lebaran ada yang modern, ada yang jadul atau istilahnya menu kue kering kampung, bahkan ada yang kekinian seiring berjalannya waktu.

Suasana menjelang lebaran memang sudah terasa dicirikan dnegan harumnya kue yang merebak dari rumah-rumah. Tahun ini tentunya berbeda, kalau biasanya setiap lebaran kompleksku jarang tercium bau harum kue lebaran, sudah beberapa hari ini aroma margarin dan bau vanili merebak dibawa angina laut. 

Ya, setidaknya ada new norma di lingkunganku ini. Beberapa ibu memang wanita pekerja termasuk aku. Pandemi covid-19 membuat mereka bekerja dari rumah dan hasilnya mereka dapat mencoba menu baru bahkan ada waktu untuk membuat kue kering untuk lebaran. Walau rasanya lebaran kali ini kue akan dikonsumsi sendiri tanpa tamu yang datang atau mungkin ada yang datang dengan mengendap-endap demi sebuah silaturahmi.

Ingatanku mengenang masa kecil ketika tanganku belum lentur mengaduk adonan kue. Mamahku selalu membuat kue kering lebaran. Dahulu walau kami tinggal di kota besar para penjual kue kering belum sebanyak sekarang. 

Mamahku mengajak anak-anaknya yang masih kecil-kecil untuk membantunya membuat kue. Tangan-tangan kecil kami sibuk mengaduk bahan kue dengan arahan mamah. Sebenarnya sih ga ada bantuan yang memudahkan mamah menyelesaikan kue. Aksi kami bahkan malah membuat dapur mamah berantakan. Kue yang kami buatpun tak tentu bentuknya.

Kue kesukaan kami satu rumah adalah kue nastar. Tugas dari mamah sederhana saja sih, hanya membulatkan selai nanas. Bulatan kami tuh bermacam bentuk dan ukuran. Bahkan kalau mamah membuat kue setelah berbuka, selai nanas itu tidak banyak masuk ke dalam adonan karena sudah masuk ke mulut kami hahahahahahaha. 

Mamah yang hanya tamatan SD ternyata sudah mengajarkan kami untuk hidup rukun dan mau bekerja sama. Ajaran itu yang baru aku mengerti setelah aku dewasa. Aku belajar tekun mengerjakan tugas dan membantu adik juga temanmu mengerjakan tugas. 

Ternyata mamah tidak mementingkan hasil kue. Mamah hanya ingin kami hadir bersama dan saling membantu. Pengalaman itu yang kini jarang dilakukan oleh para ibu muda yang sibuk bekerja.

Setiap masalah pasti ada hikmahnya. Pesan itu terasa ketika aku dan semua bangsa Indonesia  di masa pandemi covid-19 ini. Waktu yang banyak di rumah harusnya dengan bijak digunakan untuk para ibu-ibu untuk merangkul semua anaknya dalam hidup rukun dan berkerja sama. Hal itulah yang aku lakukan pada kedua anakku. Kue kering yang mereka sukai sama denganku yaitu nastar. Aku ajari mereka untuk membuat kue kesukaan mereka.

"Kapan kita membuat kuenya, Mah?" tanya si bungsu yang kalau menghabiskan kue nastar bisa satu toples sendiri.

"Besok Sabtu tanggal 16 Mei mamah sudah tidak WFH, sudah libur. Kita membuat kuenya setelah berbuka saja." Kataku sambil menyiapkan menu berbuka.

"Nanasnya sudah dibeli belum, Mah?" tanya si sulung antusias. Waktu mereka kecil aku sering melibatkan mereka untuk membuat kue kering lebaran.  Sama dengan tujuan mamahku, aku ingin mereka rukun dan bekerja sama. Walau akhirnya kue tersebut habis sebelum lebaran tapi hikmahnya mereka tahu bahwa sebuah kenikmatan butuh proses. Masalah bentuk tak jadi persoalan yang penting mereka sudah mau bekerja sama.

Kue nastar melekatkan rasa pada keluarga kami. Rasanya yang manis dan selai nanas yang kata almarhum Didi Kempot sih ambyar gitu membuat yang makan tak akan berhenti untuk makan. Itu selera anak-anakku dan juga keluarga besar kami.

Kue nastar tanpa kacang bawang di hari raya rasanya kurang pas deh. Kacang bawang yang renyah dan gurih menjadi camilan yang selalu hadir di hari raya. Hadirnya kacang bawang yang renyah tentunya hasil racikan yang tepat. Nah, gurih dan renyahnya hasil kacang bawang ini juga aku pelajari dari mamahku. Sekarang kacang kupas tanpa kulit banyak dijumpai, kita beli goring tanpa mengupas kulitnya.

dokpri
dokpri
Waktu aku kecil mamah selalu membeli 5 kg kacang tanah yang amsih ada kulitnya. Kacang tanah kupas masih jarang dijual. Nah, kegiatan mengupas kacang ini menjadi rutinitas seminggu sebelum lebaran. 

Biasanya mamah merendam kacang itu semalaman. Pagi harinya air mendidih di siramkan di kacang tanah yang air rendamannya dibuang. Kacang tanah itu direndam air panas dengan bawang putih yang digeprek dan juga daun jeruk. Tidak lupa mamah memberi garam secukupnya.

"Kenapa harus direndam lagi, Mah pakai air panas lagi?" aku yang masih kecil menanyakan kegunaan air panas yang direndam.

"Air panas membuat kacang mudah lepas dari kulitnya, jadi gampang nanti mengupas," jawaban mamah kalau di zaman sekarang mungkin langsung aku browsing di google.

Setelah satu jam di rendam, mulailah kami mendapat jatah masing-masing satu baskom kecil untuk mengupas kulit kacang tanah. Semua anak mendapat bagian yang sama. 

Mamah memang sengaja membeli 4 baskom dengan ukuran yang sama. Kacang 5 kg itu habis dibagi 4 baskom, adikku Budi yang maish kecil tentunya tidak ikutan mengupas.  Kami boleh santai sambil menonton televisi. Boleh istirahat kemudian lanjut mengupas lagi. Pokoknya terserah cara kami deh.

Jatah satu baskom biasanya sudah kami rampungkan siang hari. Ada satu cerita ketika pada saat jadwal mengupas kacang berbarengan dengan jadwa aku harus mengerjakan tugas dari sekolah. Aku minta izin mamah untuk tidak membantu. Saudara-saudaraku tidak mengizinkan. 

Akhirnya aku ajak teman-temanku ke rumah untuk menegrjakannya di rumah. Hasilnya satu baskom jatahku berpindah ke baskom kecil-kecil lagi dibanyu 4 temanku. Hemmmm ide cerdaskan dalam waktu satu jam aku dapat menyelesaikan tugasku. Tinggallah saudara-saudaraku menahan kesal karena tak ada bantuan.

Ide itu tahun berikutnya digunakan oleh adikku, kalau kakakku Ida rasanya selama dia sekolah taka da temannya yang main ke rumah. Kakakku ini memang senang dengan dunianya sendiri. 

Beralih lagi ke kacang di masa sekarang yang banyak kacang tanah yang sudah dikupas. Ritual mengupas kacang bersama tidak ada lagi mamahku juga sudah semakin berumur dan kami sibuk dengan pekerjaan kami masing-masing. Kacang goreng renyah dan kue milenial terus dicoba dengan bantuan anak-anakku dengan misi seperti cara mamah mengajarkan kami.

Semua anak mamah sudah bekeluarga  dan lebaran mamah tak lagi membuat kue. Kami yang akan melanjutkan misi mama untuk mengajarkan kerukunan dan kerja sama.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun