Mohon tunggu...
Seni Asiati
Seni Asiati Mohon Tunggu... Guru - Untuk direnungkan

Berawal dari sebuah hobi, akhirnya menjadi kegiatan yang menghasilkan. Hasil yang paling utama adalah terus berliterasi menuangkan ide dan gagasan dalam sebuah tulisan. Selain itu dengan menulis rekam sejarah pun dimulai, ada warisan yang dapat kita banggakan pada anak cucu kita nantinya. Ayo, terus torehkan tinta untuk dikenang dan beroleh nilai ibadah yang tak putus.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Ramadan hari ke-15 yang Tak Lagi Sama

11 Mei 2020   16:43 Diperbarui: 11 Mei 2020   16:38 200
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kamis, 7 Mei 2020 atau 15 Ramadhan 1441 H menjadi hari dan momentum Ramadhan di tengah pandemi Covid-19. Tulisan ini semoga menjadi dokumentasi buat saya sebagai pengingat bahwa Ramadhan ini berbeda. Paling tidak  saya akan berbagi cerita pada anak cucu saya nanti. Tulisan saya ini bukan curahan hati seorang warga negara apalagi cerita fiksi yang ingin mengajak pembaca meneteskan airmata. Ini hanya cerita dibalik Covid-19 yang mewabah di negara kita terutama di lingkungan rumah saya.

Rumah saya ada di ujung utara dari wilayah DKI jakarta berbatasan dengan Bekasi Utara Jawa Barat. Mayoritas penduduk di sini adalah para keturunan Betawi atau orang asli Jakarta. Saya dan beberapa gelintir penduduk pendatang yang ingin merebahkan tubuh setelah lelah dengan membangun istanah di daerah dengan mayoritas Betawi. Perumahan kami walaupun di Jakarta tetapi masih dijumpai sawah yang menghampar hijau indah dan kuning emas bila panen tiba. Udara Jakarta yang panas di daerah kami masih ramah dengan semilir angin sawah dan sedikit angin laut.

Budaya Betawi berimbas pada kegiatan kami juga bahasanya. Kata-kata norak, etdah, ngapai, ke kulon, diem bae, dan sebagainya kadang sering saya gunakan. Rasanya kalau berbahasa seperti itu jadi merasa ada kedekatan sosial dengan amsyarakat di lingkungan sekitar. Yang lebih seru lagi jika Malam pertengahan Ramadhan. Kami biasa memasak menu yang khusus hari raya, ada ketupat, opor ayam, sambel hati, dan hidangan yang tentunya sungguh menguncang hati mengingat Hari Raya Iedul Fitri segera tiba. Menu itu akan kami bawa ke masjid dekat rumah. 

Setiap keluarga akan memberikan makanan terbaiknya. Kapan menyantapnya??? Kami menyantapkan setelah salat taraweh. di sinilah keseruannya, anak-anak akan duduk manis menunggu satu mangkok berisi ketupat dan hidangan lainnya, anak-anak muda akan melarak-lirik pada lawan jenisnya, ibu-ibu akan bertukar menu dan cerita seri apalagi kalau bukan masalah harga makanan. Bapak-bapak akan tertawa bersama menceritakan keadaan dan hal-hal yang ringan, semua berbaur dalam makan 'kebersamaan'. Yah, karena moment Ramadhan itulah kami bisa berkumpul bersama.

dokpri
dokpri
Ramadhan 1441 H atau Ramadhan 2020 menjadi salah satu kisah untuk anak cucu bahwa Ramdhan ini kami tak bisa taraweh bersama tetangga dan melakukan buka puasa bersama di resto atau rumah kerabat. Semua masjid tak menyelenggarakan dan akhirnya di antara kami ada yang mendadak menjadi imam untuk keluarganya.

Tahun ini pertengahan puasa atau qunutan lingkungan rumah kami ramai juga tapi kali ini yang kami lakukan adalah bakti sosial membagikan tajil berbuka untuk orang-orang yang melewati perumahan kami. Alhamdulillah respon yang sangat baik. Anak-anak muda turun ke jalan membagikan makanan dengan tetap memeprhatikan jarak aman dan juga bermasker untuk menghindari penyebaran covid-19. Makna yang terasa adalah saling berbagi dan menguatkan untuk sesama. 

dokpri
dokpri
Ramadhan bulan ampunan dan juga cobaan bagi bangsa Indonesia agar naik derajatnya menjadi manusia yang berakhlakul karimah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun