Mohon tunggu...
Senia Ginting
Senia Ginting Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswi

Bulutangkis

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Progresivisme dalam Pembelajaran Sejarah: Implementasi dan Tantanganya

23 Desember 2024   21:20 Diperbarui: 23 Desember 2024   20:26 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Progresivisme dalam Pembelajaran Sejarah: Implementasi dan Tantangannya

Pembelajaran sejarah sering kali dianggap membosankan, karena mengulik tentang masalalu dan di sekolah biasanya kebanyakan guru hanya menggunakan metode ceramah sebagai akternatif transfer ilmu pada peserta didik. Munculnya kurikulum baru seperti kurikulum merdeka mewajibkan setiap tenaga pendidik untuk update akan keterampilan mengajar dan wawasan dengan banyakknya semirnar dan juga workshop yang sudah banyak digelar. Dengan adanya pelatiahan maka guru juga harus menerapkan ilmu baru mereka pada peserta didik.

Filsafat adalah induk dari segala ilmu dimana filsafat memiliki ilmu yang menyeluruh. Dalam pembelajaran sejarah filsafat progresivisme akan sangat cocok jika diterapkan dengan baik. Karena filsafat progresivime adalah ilmu yang menekankan pembelajaran yang berbasiskan pengalaman, serta relevansi dengan kehidupan nyata, dan keterlibatan aktif siswa yang memberikan pengaruh besar dalam pembelajaran sejarah. Dengan pendekatan ini maka akan mengeser paradigma pembelajaran membosankan yang hanya sekedar penghafalan menjadi menuju pemahaman kritis dan aplikatif.

 Dalam konteks belajar sejarah, progresivisme mendorong peserta didik untuk dapat memahami masa lalu secara mendalam dan menyeluruh, menghubungkanya dengan isu-isu yang kontemporer, dan mempersiapkan peserta didikmengahadapi tantangan masa depan. Dengan demikian maka akan  terwujud gerenasi emas Indonesia.

Implementasi Progresivisme dalam Pembelajaran Sejarah

 Pendekatan progresif dapat diterapkan melalui berbagai metode pembelajaran yang interaktif, inovatif, dan relevan dengan kebutuhan dan pengalaman siswa. Penerapan ini mencakup penggunaan teknologi yang mendorong kolaborasi, eksplorasi, dan pemecahan masalah secara proaktif, menjadikan pembelajaran lebih bermakna dan berpusat pada siswa. Pendekatan ini juga menekankan pada pengembangan keterampilan berpikir kritis, kreatif, dan kemampuan beradaptasi untuk menghadapi tantangan dunia nyata.

Pembelajaran Berbasis Proyek  

Pendekatan ini memungkinkan siswa untuk berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran dengan terlibat dalam proyek-proyek yang berkaitan dengan peristiwa sejarah tertentu. Misalnya, siswa dapat diberi tugas untuk membuat rekaman dalam bentuk video, teks, atau bahkan pertunjukan untuk merekonstruksi peristiwa sejarah lokal, seperti perjuangan kemerdekaan di kampung halamannya. Program ini tidak hanya membantu siswa memahami sejarah dalam konteks yang lebih hidup, tetapi juga mendorong kreativitas, keterampilan kerja tim, dan pemahaman yang lebih dalam tentang pentingnya sejarah dalam membentuk identitas lokal dan nasional.

 Diskusi dan debat kritis

Guru memfasilitasi diskusi dan perdebatan berbagai sudut pandang yang melibatkan peristiwa sejarah. Misalnya, mahasiswa diajak berdiskusi tentang penyebab utama terjadinya Perang Dunia II, membandingkan dampaknya terhadap berbagai negara, atau membedah dampak sosial, ekonomi, dan budaya kolonialisme di Indonesia. Kegiatan ini tidak hanya melatih siswa untuk berpikir kritis, tetapi juga membantu mereka mengembangkan keterampilan berbicara di depan umum, mengambil perspektif, menghargai perbedaan pendapat, dan memahami kompleksitas permasalahan sejarah, yang seringkali melibatkan banyak faktor dan perspektif.

 

Studi kasus

Melalui pendekatan studi kasus, siswa diajak menganalisis peristiwa sejarah tertentu secara mendalam. Misalnya, mereka bisa mempelajari kebijakan pertanian paksa yang diterapkan di Hindia Belanda, mengevaluasi dampaknya terhadap masyarakat pribumi, ekonomi kolonial, dan kebangkitan perlawanan rakyat. Contoh lain adalah menganalisis gerakan reformasi 1998 di Indonesia, dengan menggali lebih dalam latar belakang sosial-politik, peran tokoh-tokoh kunci, hingga perubahan besar yang terjadi pasca-reformasi. Pendekatan ini memungkinkan siswa untuk mengasah kemampuan analisis, menghubungkan peristiwa dengan konteks yang lebih luas, dan memahami relevansi sejarah dengan kondisi saat ini.

Simulasi dan Role-Playing
Metode ini memberikan pengalaman belajar yang lebih dinamis dengan melibatkan siswa dalam permainan peran, di mana mereka berperan sebagai tokoh sejarah atau bagian dari masyarakat pada suatu periode tertentu. Contohnya, siswa dapat memerankan delegasi dari negara-negara yang berpartisipasi dalam Konferensi Asia-Afrika, lengkap dengan argumen dan strategi diplomatik yang mewakili kepentingan nasional masing-masing. Aktivitas ini tidak hanya menjadikan pembelajaran lebih menarik dan menyenangkan, tetapi juga membantu siswa memahami dinamika sosial-politik, konflik, dan proses pengambilan keputusan pada masa tersebut. Selain itu, metode ini juga mengasah keterampilan komunikasi, kerja sama, dan empati siswa.

Penggunaan Teknologi
Pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran sejarah dapat meningkatkan kualitas dan efektivitas proses belajar. Guru dapat menggunakan berbagai media digital, seperti arsip sejarah online, video dokumenter, peta interaktif, atau aplikasi berbasis augmented reality untuk membuat materi lebih menarik dan relevan. Dengan teknologi, siswa dapat mengakses informasi sejarah secara lebih mendalam dan bervariasi. Sebagai contoh, mereka dapat mengeksplorasi artefak sejarah melalui model virtual atau menyaksikan rekonstruksi digital dari peristiwa penting. Selain itu, teknologi memungkinkan pembelajaran yang lebih personal, sehingga siswa dapat belajar sesuai dengan kebutuhan dan gaya belajar masing-masing.

 Tantangan dalam Implementasi Progresivisme

Keterbatasan Guru
Salah satu hambatan terbesar dalam penerapan pendekatan progresivisme adalah kurangnya keterampilan dan pengalaman sebagian guru dalam mendesain pembelajaran yang kreatif dan berbasis pengalaman. Banyak guru memerlukan pelatihan yang berkelanjutan untuk dapat menerapkan metode seperti pembelajaran berbasis proyek, simulasi, atau integrasi teknologi dengan efektif. Tanpa pelatihan dan dukungan yang memadai, penerapan metode progresivisme dapat menjadi kurang optimal.

Sumber Daya Terbatas
Pendekatan progresivisme sering membutuhkan dukungan fasilitas tambahan, seperti perangkat teknologi, materi ajar digital, akses ke arsip sejarah online, atau ruang belajar yang memungkinkan simulasi dan diskusi kelompok. Sayangnya, keterbatasan anggaran dan infrastruktur di beberapa sekolah, terutama di wilayah terpencil, dapat menjadi kendala yang signifikan. Akibatnya, guru dan siswa mungkin kesulitan memaksimalkan potensi dari pendekatan ini.

Beragamnya Kemampuan Siswa
Tidak semua siswa memiliki kesiapan yang sama untuk mengikuti pembelajaran aktif dan kolaboratif. Beberapa siswa mungkin merasa tidak percaya diri, kesulitan memahami materi, atau kurang nyaman dengan metode yang lebih interaktif. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang fleksibel dan terarah untuk memastikan bahwa setiap siswa dapat terlibat secara aktif dan mendapatkan manfaat dari metode ini.

Waktu Terbatas
Padatnya kurikulum sering kali menjadi hambatan bagi guru dalam mengadopsi pendekatan progresivisme, yang umumnya membutuhkan waktu lebih banyak untuk persiapan dan pelaksanaan. Proyek atau simulasi yang mendalam membutuhkan waktu yang cukup, sementara guru sering dihadapkan pada tuntutan untuk menyelesaikan target materi dalam waktu yang terbatas.

Resistensi terhadap Perubahan
Peralihan dari metode tradisional ke pendekatan progresivisme sering kali menimbulkan resistensi dari berbagai pihak, termasuk siswa, orang tua, atau bahkan institusi pendidikan. Siswa yang terbiasa dengan metode pembelajaran pasif mungkin merasa kesulitan untuk beradaptasi dengan pendekatan yang lebih aktif. Demikian pula, orang tua atau pihak sekolah yang belum memahami manfaat pendekatan ini bisa menunjukkan keraguan terhadap efektivitasnya.

Dengan mengenali tantangan-tantangan ini, pihak sekolah, guru, dan pemangku kepentingan lainnya perlu bekerja sama untuk menemukan solusi, seperti memberikan pelatihan kepada guru, menyediakan fasilitas yang memadai, serta memberikan pemahaman kepada semua pihak tentang manfaat pendekatan progresivisme.

 

Progresivisme menawarkan paradigma baru dalam pembelajaran sejarah, dengan menekankan pada keterlibatan aktif siswa, relevansi dengan kehidupan nyata, dan pengembangan keterampilan kritis. Implementasi pendekatan ini memberikan banyak manfaat, seperti meningkatkan motivasi belajar siswa, membantu mereka memahami hubungan antara masa lalu dan masa kini, serta membentuk mereka menjadi individu yang kritis dan reflektif. Namun, berbagai tantangan, seperti keterbatasan sumber daya, keterampilan guru, dan resistensi terhadap perubahan, perlu diatasi agar pendekatan ini dapat diterapkan secara efektif.

Dengan strategi yang tepat, seperti pelatihan guru, penyediaan sumber daya, dan penyesuaian kurikulum, progresivisme dalam pembelajaran sejarah dapat menjadi alat yang ampuh untuk menciptakan generasi yang mampu belajar dari masa lalu demi masa depan yang lebih baik.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun