c.Keterikatan tidak aman--ambivalen/resisten,anak merasa cemas sebelum berpisah dan menunjukkan ambivalensi atau resistensi terhadap pengasuhnya saat mereka kembali
Cooke et al. (2019) mengidentifikasi contoh-contoh berikut:
1).Faktor genetik seperti variasi pada gen reseptor oksitosin dapat memengaruhi kemampuan anak untuk membentuk ikatan yang aman dengan memengaruhi perilaku kepercayaan dan ikatan.
2).Faktor lingkungan seperti lingkungan yang penuh tekanan (misalnya rumah tangga dengan ketidakstabilan keuangan atau konflik orang tua) dapat menyebabkan pola keterikatan yang tidak aman pada anak.
3).Faktor budaya seperti yang terlihat dalam budaya kolektivis, seperti Jepang, menekankan saling ketergantungan, sementara dalam budaya individualistis, seperti Amerika Serikat, kemandirian sering diprioritaskan dalam pengasuhan, membentuk keterikatan secara berbeda.
Penelitian telah menemukan bahwa anak-anak mengembangkan keterikatan melalui serangkaian empat tahap sejak masa bayi hingga awal masa kanak-kanak (Bowlby, 2018):
1.Pra-keterikatan (lahir hingga 6 minggu): Bayi tidak menunjukkan keterikatan khusus kepada pengasuh tertentu tetapi terlibat dalam perilaku seperti menangis atau tersenyum untuk mendorong respons pengasuhan.
2.Pembentukan keterikatan (usia 6 minggu hingga 6--8 bulan): Bayi mulai menunjukkan preferensi terhadap pengasuh utamanya tetapi tidak protes saat dipisahkan darinya.
3.Keterikatan yang jelas (usia 6--8 bulan hingga 18--24 bulan): Bayi menjadi lebih terikat dengan pengasuh utamanya dan mungkin menunjukkan rasa cemas akan perpisahan saat pengasuhnya meninggalkannya.
4.Pembentukan hubungan timbal balik (usia 18--24 bulan dan seterusnya): Anak-anak tumbuh dan menjadi lebih mandiri serta memahami bahwa pengasuh akan kembali. Pemahaman ini menghasilkan penurunan tingkat kecemasan selama perpisahan.
Dampak jangka panjang dari keterikatan dini pengalaman keterikatan dini sangat memengaruhi hubungan di masa depan dan kesejahteraan emosional (Thompson, 2000). Penelitian menunjukkan bahwa anak-anak yang memiliki keterikatan aman tumbuh menjadi orang dewasa yang lebih mampu membentuk hubungan yang sehat dan saling percaya (Groh et al., 2017). Mereka cenderung menunjukkan harga diri yang tinggi dan memiliki regulasi emosi yang lebih baik (Cooke et al,2019),sebaliknya,anak-anak dengan keterikatan yang tidak aman mungkin mengalami kesulitan dalam hubungan, mengalami kecemasan, atau kesulitan mengelola emosi (Doyle & Cicchetti, 2017),dalam kasus yang parah, gangguan keterikatan pada anak usia dini dapat menyebabkan gangguan keterikatan, yang dapat bermanifestasi sebagai penghindaran, agresi, atau ketergantungan emosional yang ekstrem (Kochanska & Kim, 2012).