"Tidak ada sistem yang sempurna, walaupun sudah direncanakan dan diimplementasikan dengan baik" ini mungkin kata-kata yang tepat untuk menjawab beberapa kekurangan atau permasalahan yang ada dalam pemilu 2014 ini. terutama yang berkaitan dengan kebijakan KPU dan Pemerintah pusat. Tahun 2014 sangat menentukan arah Indonesia, apakah akan membawa Indonesia ke negara maju atau justru negara gagal. Permasalahan ini bisa dibilang merupakan lagu lama yang selalu muncul dalam pemilu, seperti halnya :
Pertama, masalah Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang merupakan kata kunci jadi harus clean and clear, jangan sampai satu hak masyarakat terganggu dalam pileg dan pilpres. Satu suara itu sangat mempengaruhi hasil pemilu. Apalagi dari 3,3 juta DPT yang belum beres paling banyak di Jawa. Kedua, Fenomena Golput, sebab sukses dan tidaknya pemilu 2014 semua tergantung peran dari lembaga resmi penyelenggara pemilu (KPU), Panitia Pengawas Pemilu (Panwaslu) dan masyarakat yang sudah memiliki hak pilihnya pada pesta demokrasi mendatang. Ketiga, Ancaman Pemilu, artinya potensi pelanggaran, tindak kecurangan dan lain sebagainya mencadi ancaman dalam pemilu mendatang. Oleh karena itu, pentingnya peran lembaga-lembaga terkait seperti : Bawaslu, Polri, LSM, Media bahkan masyarakat untuk mengawasi jalanya pemilu 2014 sehingga setiap pelanggaran pemilu dapat di minimalisir dan ditindak sesuai aturan yang berlaku. Keempat, Permasalahan lainnya adalah tidak meratanya pembagian logistik pemilu. Ada beberapa daerah yang kelebihan surat suara(memang idealnya seperti itu) namun ada juga yang kekurangan surat suara. Bilik suara pun bermasalah ada beberapa TPS yang menggunakan ‘bilik suara darurat’ dengan dana swadaya. walaupun ditinjau fungsionalitasnya sama namun hal ini menunjukan tidak adanya kesamaan hak yang didapat tiap TPS. Terakhir ada Radikalisme Politik, dimana masyarakat umum menyadari Pemilu 2014 bukanlah jalan keluar dalam mengatasi masalah bangsa, namun Pemilu 2014 akan melahirkan masalah baru yang lebih berat, yaitu perpecahan bangsa. Karena itu, yang dibutuhkan saat ini, bukan semata berdebat soal masalah bangsa yang kian menumpuk dan membusuk. Semakin banyak orang baik di partai politik maka partai politik akan menjadi baik. Orang baik jangan hanya menjadi penonton. Korupsi tidak mengenal partai politik, agama, ideologi ataupun kampus. Demokrasi tidak menimbulkan kesejahteraan bagi masyarakat tetapi masyarakat harus sejahtera sebelum berdemokrasi. Perubahan di dalam masyarakat tergantung dari haluan dan figur pemimpin. Politik tidak memerlukan pemilih yang cerdas tapi partai politik membutuhkan keberpihakan. Tidak mementingkan tua ataupun muda tetapi memerlukan orang-orang yang jujur.
Jadi disini posisi warga negara Indonesia adalah sebagai user/pelanggan. disini masyarakat dapat mengkritik lembaga penyelenggara pemilu (KPU) supaya berbenah, paling tidak Pemilu kedepan bisa lebih baik dari pemilu sebelumnya.
“NKRI di bangun oleh para pejuang negeri agar kelak bangsa indonesia bisa berjaya dalam satu kesatuan demokrasi yang universal untuk mengantarkan rakyatnya mencapai kemakmuran”
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H