Bertambahnya wawasan dan penguasaan bahasa
Apa yang kita lihat, dengar dan rasakan sangat signifikan sekali mempengaruhi seberapa besar wawasan kita ini. Lingkungan di perantauan tentunya berbeda dengan lingkungan asli kan ya? Keberadaan gedung yang tinggi sering membuat saya merasa terkagum-kagum untuk terus berimajinasi dan dalam hati saya yakin bahwa pendidikan itu segalanya.
Di lain sisi kita akan menguasai bahasa baru sesuai dengan tempat yang kita tinggali. Sewaktu di Pontianak, sekilas saya jadi tahu bahasa orang Melayu dan Cina Hokien, di Singapura saya jadi sering mendengar orang berbahasa Inggris dan begitu juga di Hong Kong saya menjadi bisa berbahasa Kantonis. Padahal kalau belajar bahasa lewat kursus saja perlu mengeluarkan biaya ya dan belum tentu bisa menguasai kosa kata sebanyak ini. Berkat merantau, justru saya langsung praktek berbahasa asing dengan orang-orang yang saya temui.
Berpikir secara global
Saya bayangkan jika sampai detik ini saya hanya tinggal di desa mungkin pola pikir saya masih sama seperti sewaktu saya belum merantau. Mengingat di desa belum ada buku perpustakaan yang lebih memadai. Berpikir global ini disebabkan karena saya sering melihat dan bertemu dengan orang-orang yang belum pernah saya temui sebelumnya, sehingga dari situ wawasan saya juga terbuka ketika bercengkrama dengan mereka. Apalagi  sewaktu saya di Hong Kong, saya banyak bertemu orang asing yang berasal dari negara manapun. Dalam keramaian, saya melihat mereka berjalan dengan penuh rasa percaya diri, seolah-olah mereka tahu apa tujuan hidupnya masing- masing.
Berpikir secara global sederhananya kita punya kesadaran untuk berkembang maju dengan memajukan diri kita sendiri melalui apa yang bisa kita lakukan sebab orang-orang di luar telah banyak yang sudah berlari lebih jauh dari kita. Jadi dengan berpikir global ini kita tidak lagi menghabiskan energi dan waktu untuk sesuatu yang sepele atau bermalas-malasan.
Merantau akan mengajarkan betapa pentingnya keluarga
Ibarat kalau di rumah sendiri saya bisa berbuat apa saja, tetapi kalau di perantauan (apalagi bekerja ikut orang seperti saya) menjadi tidak sebebas di rumah.
Keberadaan keluarga itu sangat penting. Dulu saya pernah kurang patuh terhadap orangtua dan pernah juga membuat marah adik kakak saya, namun setelah jauh begini rasanya jadi menyesal atas apa yang pernah dilakukannya. Lebih lagi kalau di perantauan tak jarang dihadapkan pada keadaan yang berliku sehingga membuat saya semakin rindu rumah.
Di sini saya yang masih menjadi perantau selalu mensugesti diri jika apa yang sedang terjadi pada saya adalah bagian dari takdir-Nya. Walau kebebasan hidup saya terasa seperti dibatasi (bekerja ikut orang), saya tetap menikmatinya.
Suka duka merantau itu pasti ada dan akan selalu ada hikmahnya.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H