Mohon tunggu...
Seneng Utami
Seneng Utami Mohon Tunggu... lainnya -

an ordinary woman

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Keep On Running!

30 Oktober 2018   01:36 Diperbarui: 30 Oktober 2018   02:55 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Judul di atas kalau diartikan dalam Bahasa Indonesia kira- kira artinya teruslah berlari. Dan tulisan ini sengaja aku buat sebagai pengingat bahwa dulu aku pernah mengalami keadaan dimana aku benar- benar pernah merasa "stuck" dan ingin menyerah.

Diingat- ingat kapan pertama kali aku merasa kurang bahagia dengan diriku sendiri, sepertinya sudah kudapati sedari aku masih kanak- kanak. Dari mulai melihat orang tua yang kurang rukun hingga merasa minder setiap kali bergaul dengan teman (saat itu aku pikir orang yang pantas bahagia hanya orang kaya raya saja).

Nah, kalau ingatan pertama kali aku merasa super "stuck" terjadi ketika aku duduk di bangku Kelas 3 SMA. Kala itu sedari masuk Kelas 3 awal aku sudah mengakui jika diriku kurang cerdas dan kata hatiku mau duduk di bangku belakang kelas saja biar bisa jadi bagian dari penghuni pasukan belakang, yang kurang- lebih kalau di belakang kan agak jauh dari sorotan guru. Maunya kalau pun aku tertidur sekejap di kelas , harapannya guruku tidak mengetahuiku. Lebih lagi duduk di belakang itu rasanya tervaforit deh pokoknya.

Semuanya menjadi berubah mana kala guru Kimiaku menyuruhku untuk duduk di depan bangku nomor dua dari bangku guru. Duh, rasanya. Mau ditolak tetapi kok permintaan guru, mau tidak ditolak kok aku merasa harus bagaimana... Rasanya ingin sekali mau menangis senangis- nangisnya... Dalam hatiku bertanya, kalau duduk di depan kelas aku bisa apa dan bukan kah justru akan kelihatan kalau sejatinya aku ini murid yang tidak bisa apa- apa?

Sedikit banyak aku menaruh rasa kurang suka terhadap sang guru itu hanya karena aku harus duduk di depan kelas berkat permintaannya.

"Kenapa guru itu sebegitu teganya menempatkan aku duduk di depan sementara sebenarnya beliau sudah tahu bahwa diriku murid yang ekstra- aneh, kenapa ?"

Bagaimana aku dulu tidak aneh, berangkat sekolah setiap hari tetapi percaya atau tidak di dalam otakku ini kosong. Mau diajari sama guru siapa saja dengan mata pelajaran apapun tidak ada yang masuk di memori otak. Sepasang mata ini buat membaca saja tidak pernah fokus. Sampai- sampai aku juluki diriku ini sebagai mayat hidup. Aneh walaupun seperti benci dengan mapel di sekolah kalau waktu istirahat aku rutin mendatangi Perpustakaan. Di sana aku bebas membaca buku yang aku senangi dan merasa terhibur.

"Wiiihh ... Bacaanmu kok malah buku kuliah Neng, sangar!", salah satu temanku memergoki-ku saat dia tak sengaja melihat buku sampul yang aku pinjam dari Perpustakaan. Mendengar temanku bilang begitu aku malah baru tahu kalau yang aku pegang adalah buku kuliah.

Memang dulu aku belum bisa berkomunikasi dengan baik akhirnya aku pun kurang pandai bergaul, tidak bersuara jika tidak disapa atau ditanya. Kalau ditanya teman jawabannya sedikit dan minder sedangkan kalau ditanya guru mengenai mata pelajaran jawabannya membuat para guru sesak nafas.

Puncak merasa "stuck" itu pun terjadi tepat waktu Ujian Nasional sudah dekat. Memahami di kelas aku lah salah satu murid yang ekstra- aneh, perkiraanku nantinya aku yang tidak lulus. Bukan bermaksud mendahului kehendak Tuhan hanya saja nilai- nilaiku memang telah membuatku khawatir.

Merasa "stuck" dengan keadaan yang ada berdasarkan pengalaman pribadi kurang lebih seperti ini lah tanda- tandanya; pikiran berpencar- pencar, hati tidak tenang selalu diliputi oleh kecemasan, suka melamun dan sulit fokus dalam berkonsentrasi, rendah diri akibat bayangan yang diciptakan sendiri, cara berpikir yang belum sistematis, masih suka mencari- cari sesuatu yang bisa dijadikan alasan untuk berbahagia atau tersenyum.

***

Dengan kekuasaan Tuhan ternyata aku lulus Ujian Nasional SMA. Selepas SMA hingga sekarang kuhabiskan waktu dan energiku untuk keluar dari zona ekstra- aneh nan "stuck". Dari yang mulanya pendiam sekarang kalau ketemu orang malah tidak bisa diam. Dari mulanya yang suka menyendiri sekarang jadi bisa menyeimbangkan sudah tahu kapan harus sendiri dan kapan harus bergaul. Dari mulanya yang penakut kini pelan- pelan sudah agak berani dibandingkan sebelumnya. Dari mulanya yang berpikiran serabutan kini menjadi lebih terarah.

Beberapa alasan inilah kenapa aku bisa membebaskan diri dari belenggu perasaan "stuck";

1). Kesadaran untuk menumbuhkan rasa hormat terhadap diri sendiri serta menerima kekurangan dan kelebihan diri.

2). Tumbuh motivasi dari dalam, kemauan untuk mengembangkan diri.

3). Aku punya visi hidup = selagi hidup akan ku gunakan tenaga, pikiran dan energi utuk hal yang bermanfaat.

4). Berani membuang malu dan fokus terhadap jangka panjang.

Dari keempat poin di atas aku tertarik untuk mengulas kalimat terakhir sebab kupikir perasaan "stuck" itu mudah dihilangkan ketika kita ingat apa impian dan harapan kita dalam jangka panjang.

Hanya orang- orang yang mau memikirkan jangka panjangnya saja lah yang kuat menghadapi perasaan "stuck". Filosofiku dalam menghadapi keadaan "stuck" terinspirasi oleh seorang guru Biologi di SMP dan lomba lari di SMA.

Guru Biologi tersebut pernah menyarankan demikian; "Rajin- rajinlah belajar. Kalau pahammu harus membaca dan mengulangi sampai sepuluh kali ya lakukan. Kemampuan dari kita memang berbeda- beda". Dari sini aku belajar menjadi orang yang tekun. Ditambah lagi,  entah kenapa biar pun kurang cerdas dalam bidang akademik di sekolah tetapi setiap lomba lari aku selalu menjadi pemenangnya. Dari SD hingga SMA. Masih kuingat betul tepat saat aku terengah- engah mempertahankan lari- lari kecilku diantara temanku yang kuanggap lebih pintar, hatiku mengatakan sesuatu yang isinya kalau mau menang ya bertahan. Tetap berlari (walau lari kecil) mana kala orang lain memilih diam atau berhenti dan mental harus kuat melebihi fisik.

Perjalanan hidupku dalam menghadapi masa sulit lumayan banyak. Duduk di bangku depan kelas itu merupakan satu diantara sekian dari sekumpulan pengalamanku merasakan keadaan "stuck". Kembali pada kelanjutan cerita akan duduk di bangku paling depan, ketika aku menuliskan ini sepasang mataku sempat basah. Sebab sekarang bukan aku menaruh benci terhadap guru Kimia lagi melainkan aku kini tersadarkan untuk berterimakasih sebanyak- banyaknya kepada beliau yang telah membukakan pikiranku bahwa ketika dulu aku merasa "stuck", setiap beliau mengajar di kelas ... baru kuingat jika keberadaannya lebih sering didekat bangku yang ku duduki walaupun aku tidak berani memandangi langsung ruman mukanya. Posisi dulu aku tidak akrab dengan teman jadi merasa seorang diri. Istimewanya sekalipun aku di Hong Kong dan beliau di Indonesia, dalam satu tahun terakhir kami menjadi akrab mengobrol melalui telepon. Beliau telah banyak membantuku berpikir lebih baik.

Motivasi- motivasi yang pernah disampaikannya kini hidup kembali. Satu kalimat motivasinya berbunyi begini; "Tanpa kegigihan perjuangan hidup akan putus ditengah jalan karena tantangan yang muncul akan lebih banyak menawarkan alasan untuk menghentikan perjuangan tersebut...!" Dari kalimat ini lah sebenarnya sumber kekuatanku berlari.

Terus berlari ... kuatkan tekad, kuatkan keyakinan diri... yakin dengan potensi diri jika kita terus berlari (meningkatkan kualitas diri) maka pada akhirnya kita yang akan menjadi pemenangnya.

Diantara temanku saat ini sudah banyak yang berhasil menemukan jodoh, karir yang bagus, status sosial yang lumayan pula, serta penemuan- penemuan yang lainnya. Bagiku ini bukan berati aku sedang kalah dalam berlari. Dalam diam aku masih terus berlari dan yang lebih penting ke depan aku punya visi hidup tersendiri.

Aku setuju dengan sebuah kalimat yang pernah ku dengar dari seorang Jack Ma (Pendiri Alibaba); " Dari pertandingan lomba lari sepanjang 10.000 meter, jangan lihat siapa pemenangnya ketika baru sampai 200 meter. Teruslah berlari (keep on running), dari 3000 meter pertama barulah nanti kita akan tahu siapa yang lebih berkompeten!".

Sederhananya apabila saat ini kita sedang merasa "stuck" baik dengan pekerjaan, dengan keluarga, dengan teman atau dengan apapun. Jangan jadikan alasan "stuck" ini sebagai penghenti kita dalam berbuat baik, jangan jadikan alasan kita untuk berputus asa. Jangan."Stuck" itu bisa dikatakan sebagai keadaan sulit. Dengan berpikir positif tentunya yang terjadi akan begini, jika kebahagiaan itu ada batasnya. Tentunya keadaan sulit akan lebih terbatas lagi (ada akhirnya). Ingat- ingat selalu apa yang menjadi asa di dada kita saat kita dihadapkan pada keadaan sulit. Apabila kita sedang dilanda"stuck" mari kita berpikir untuk lima tahun lagi, 10 tahun lagi, 15 tahun lagi... Dengan harapan waktu jangka panjang yang akan datang kehidupan kita lebih baik dari yang sekarang. Detik ini bisa jadi dalam pandangan teman kita, kita itu terlihat biasa- biasa saja. Tetapi yang harus kita lakukan yaitu tetap terus berlari...

Hidup ini dipenuhi dengan teka- teki kepastian hanya milik-Nya. Tugas kita sebagai manusia menjalani hidup sebaik  sebisa dan semaksimal yang sanggup kita lakukan.

Berlari...berlari lagi...berlari terus...

Keep on running!!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun