Mohon tunggu...
Seneng Utami
Seneng Utami Mohon Tunggu... lainnya -

an ordinary woman

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Sekadar Lulus SMA Tak Perlu Minder

23 Oktober 2018   22:08 Diperbarui: 24 Oktober 2018   08:28 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Setahun belakangan ini pikiran dan hatiku terasa lebih adem ayem. Sudah tidak lagi diliputi dengan perasaan kurang nyaman terhadap diri sendiri atau sudah tidak lagi menyimpan kecemasan yang berlebihan seperti hari- hari yang sebelumnya.

Rasa percaya diriku meningkat walaupun dulu sempat mengalami penurunan, sekarang aku yakin sedikit atau banyak diriku ini punya potensi dan potensi inilah yang akan membantu mengubah kehidupanku saat ini menjadi lebih baik untuk kehidupan dikemudian harinya. "Dengan belajar" potensi yang ada padaku akan terolah, meningkat, berguna dan bernilai!

Dalam waktu terakhir ini aku merasa telah banyak belajar. Diantaranya; belajar mendapatkan solusi dari setiap masalah yang ada, belajar memaafkan kesalahan dan ke'alfa-an diri, belajar mengenal kelebihan dan kekurangan diri serta menerima keduanya, mengenali potensi diri dengan mengupayakan potensi tersebut sebaik- baiknya.

Fokus terhadap pembenahan diri dibandingkan mengurusi urusan milik orang lain, belajar menerima keadaan juga menikmatinya, belajar untuk tidak berkeluh kesah melainkan berusaha untuk selalu ingat bersyukur, belajar mempunyai pendirian dan prinsip.

Menurutku belajar itu tidak hanya didapat dari bangku sekolah saja. Kata belajar itu punya arti luas. Jika belajar itu berlaku hanya di bangku sekolah saja pastinya aku sudah tidak tertarik lagi untuk membaca beberapa buku. Yang lebih penting lagi, ilmu pengetahuan itu didapat bukan hanya di sekolah saja. Tetapi bagiku, ilmu pengetahuan itu "sudah ada di depan mata". Tinggal kita mau memahami dan merasakannya atau tidak!

Jika Anda pun percaya bahwa ilmu pengetahuan itu sudah ada di depan mata, tentunya akan terdengar sedikit agak "menggelikan" tentang kalimat berikut; tuntutlah ilmu walau sampai ke negeri Cina (yang sering kita dengar itu).

Barangkali makna dari kalimat tersebut adalah dalam menuntut ilmu/ upaya kita untuk mendapatkan ilmu seharusnya kita tidak boleh mudah menyerah. Mendengar negara Cina tentunya bayangan pertama kita akan meng-imajinasikan bahwa Negara Cina itu jauh. Dan sejauh apapun dalam menuntut ilmu kita harus gigih... ya kan?

Esensi belajar yang sebenarnya. Aku ingat sewaktu kecil aku pikir belajar yang benar untuk di sekolahan itu kita mau tidak mau harus membaca materi yang diajarkan, perlu dihafalkan dan ku kira anak- anak yang cerdas itu bagian dari takdir.

Kini setelah aku beranjak dewasa ternyata belajar itu sama sekali bukan yang seperti itu. Akan tetapi belajar yang sebenarnya belajar yaitu kita mengerti betul tentang sesuatu yang sedang kita pelajari kemudian mau menerapkan apa yang kita pelajari itu dalam kehidupan sehari- hari yang intinya sebenarnya ilmu pengetahuan itu yang akan membantu memudahkan kehidupan yang kita jalani.

Dalam berpikir kita perlu belajar untuk menata dan membentuk supaya kita bisa memiliki pola pikir yang bagus serta runtut dan teratur. Butuh latihan, proses dan waktu. Dalam menata hati kita juga perlu belajar melatih diri, mengontrol diri, mengkondisikan keadaan jiwa agar tetap stabil.

Dari pikiran dan hati yang sudah terkondisikan dengan baik maka timbullah motivasi. Apa yang dirasakan mendorong pikiran untuk berpikir yang pada akhirnya menjadikan keduanya mengeksekusi menjadi tindakan.

Untuk menjadi manusia yang bahagia pun perlu belajar. Terutama teruntuk orang yang punya masalah dalam dirinya sendiri. Bahagia yang bukan karena materi atau status itu butuh proses untuk mencapainya.

Kembali lagi kepada bagaimana kita berpikir dan merasakan sedangkan kualitas pikiran kita ini terpengaruhi oleh dari apa yang kita baca, kita lihat, kita dengar, kita rasakan yang terangkai saling berkaitan satu sama lain. Semakin bahagia seseorang, semakin tinggi pula motivasi hidupnya, lebih optimis dan percaya diri dan terlihat energic.

Sedikit pengalaman pribadi aku lulus SMA tahun 2009. Dalam hati aku masih berkeinginan untuk melanjutkan sekolah ke jenjang yang lebih tinggi. Hingga seminggu yang lalu seorang temanku membujukku untuk segera melanjutkan keiinginanku tersebut daripada di Negara Hong Kong ini aku sekedar menjadi tenaga kerja saja.

Kurasakan genap sembilan tahun setelah lulus SMA seperti waktu yang lumayan lama. Banyak diantara temanku yang sudah menemukan pekerjaan tetapnya, sudah berkeluarga, mereka seperti sudah pada menemukan identitasnya masing- masing.

Apabila takaran atau ukuran kehidupanku adalah apa yang aku punya (baik materi atau status sosial) pastinya aku akan merasa minder. Aku sama sekali tidak minder dengan diriku yang sebenarnya sebab yang paling penting bagiku; bukan dari apa yang aku punya tetapi lebih kepada apa yang bisa aku lakukan dari apa yang aku punya.

Belajar akan terus berlanjut selagi detak jantung masih ada. Belajar bisa didapat dari banyak hal. Semakin orang banyak belajar maka ia akan semakin merunduk rendah hati dan semakin merasa bahwa di dalam dirinya masih ada banyak hal yang belum diketahui olehnya. Butuh waktu untuk belajar berkomunikasi dengan orang lain agar komunikasinya terampil.

Butuh waktu untuk menciptakan perasaan berani dalam meng-eksplore diri. Butuh waktu untuk tidak membatasi diri kita sendiri. Maka dari itu kita yang selama ini baru lulusan SMA tidak perlu merasa minder dengan lulusan yang lebih tinggi. Kita dalam memandan orang tentunya tidak ditentukan akan hal itu melainkan ditentukan oleh sopan santun dan etika kita. Tentang bagaimana kita menghargai orang lain.

Mau lulusan SMA, SMP, SD bahkan belum pernah bersekolah pun. Semua dari kita tetap sama. Tidak ada batasan untuk belajar. Sebab tujuan belajar  itu sebenarnya cukup sederhana yaitu tentang bagaimana kita mampu mengkondisikan diri terhadap segala keadaan, baik senang maupun susah, saat menerima kemenangan maupun kekecewaan, menyetabilkan emosi dan yang lebih dalam lagi apabila kita mampu belajar menyamakan bahasa Tuhan untuk akhir cerita hidup kita.

Salam hangat!

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun