[caption id="attachment_414823" align="aligncenter" width="652" caption="Ilustrasi, Berprestasi (Shutterstock)"][/caption]
Yang pertama, kita harus bisa mencerna kata "Berprestasi" dengan baik.
Berdasarkan pendapat kita masing-masing, bagaimanakah asumsi kita tentang prestasi? Mungkin beberapa dari kita akan menjawab kalau prestasi itu adalah sebuah kemenangan, seperti berhasilnya kita mendapatkan peringkat juara satu, dua dan tiga atau seterusnya dalam sebuah lomba/kompetisi. Kata berprestasi mungkin juga identik dengan pencapaian nilai-nilai di sekolah yang tinggi.
Bagi saya, menjadi orang berprestasi itu tak dibatasi oleh; umur, kapan dan dimana. Sebab yang saya maksudkan di sini ialah orang yang punya "Jiwa Berprestasi". Mungkin kita menganggap orang yang cerdas hanya dengan penilaian langsung dari sisi nilai akademis. Padahal, orang yang punya kemampuan akademis juga belum tentu akan sukses dalam bidang yang lainnya.
Iseng mau curhat pengalaman pribadi boleh ya? Dari dulu (lebih seringnya), saya bukanlah anak yang berprestasi di sekolah. Bahkan malah guru-guru saya sudah hafal siapa sih anak yang kalau diajar nerima pelajarannya lambat, siapa sih yang suka dapet nilai jatuh pas ulangan. Entah kenapa juga saya punya muka tembok nggak malu kalau dapat cibiran dibilang anak sulit, sebab belajar di sekolah itu bagi saya nyebelin. Saya lebih suka membaca buku yang memang saya butuhkan untuk dibaca, salah satunya baca buku di perpustakaan. Baca-baca buku mata pelajaran membuat saya mengantuk dan materinya terlalu berat untuk dibaca. Tak heran kalau habis selesai baca isi mapelnya  mental (kabur/ bahasa Jawanya ngilang) tidak masuk ke memori otak ini!
Lalu, Jiwa yang berprestasi itu yang bagaimana?
Waktu lima tahun sesudah SMA berlalu. Teman-teman saya sudah lulus dari kuliahnya dan beberapa ada yang sudah bekerja dan menikah. Dalam benak hati saya, sama sekali tidak ada kata yang mengatakan kalau saya murid yang gagal! Serta saya juga tidak mengatakan kalau saya tidak punya masa depan. Saya yakin, saya masih bisa meraih sebuah prestasi...
Kesimpulannya, berprestasi dan berjiwa prestasi itu tidak sama. Berprestasi, ada waktu, tempat dan kejadian yang jelas. Namun, berjiwa prestasi akan ada bersemayam di hati dan terjadi secara terus-menerus. Sehingga pada masanya sedang terjatuh, ia akan berusaha bangkit kembali sampai apa yang ingin didapatkannya bisa terwujud.
Selidik punya selidik, saya pun menganggap hal-hal ini yang mendukung saya ingin terus punya jiwa prestasi...
Menumbuhkan Kesadaran Diri
Seseorang akan tergerak melakukan sesuatu dengan mudah jika dari dalam dirinya sendiri memang ingin melakukannya. Jadi, melakukan sesuatu secara sadar bermula dari diri sendiri! Tanpa membedakan apa latar belakang kita, garis besar kesadaran seseorang yang dapat menumbuhkan jiwa prestasi yaitu kesadaran ingin mendapatkan ilmu pengetahuan, baik dari pendidikan formal maupun informal. Dari ilmu pengetahuan tersebut ia akan punya idiologi, hobi dan bakat serta impian. Kesadaran orang berprestasi yaitu hidup benar lebih utama daripada hidup sukses.
Menjaga Motivasi
Sebuah kata-kata bijak mampu menahan seseorang yang hampir saja ingin menyerah, atau bahkan bunuh diri. Coba deh kita selami diri kita kembali, misalnya kita sedang mendapati masalah yang menurut kita berat banget untuk dihadapi. Salah satu contohnya kalau orang yang kita cintai atau sayangi tiba-tiba meninggal dunia. Shock, sedih, dan hampa. Itu pasti yang akan kita rasakan. Obatnya hanya ikhlas merelakan ia pergi untuk selamanya. Nah, motivasi itu bagaikan sebuah keikhlasan yang ada karena memang datangnya dari kesadaran hati.
Menurut saya, seseorang yang berjiwa prestasi tak lepas dari begitu besarnya motivasi yang ada pada dirinya sendiri. Tentunya ada orang lain juga yang terlibat dalam pembentukan sebuah motivasi, misalnya orang tua, guru dan kisah inspiratif orang lain yang luar biasa. Singkat kata, motivasi bukan sekedar kata bijak saja namun juga mencakup sebuah kecakapan diri sendiri mengenai kepercayaan diri, semangat, dan keiinginan yang disertai tindakan nyata secara continue.
Berani Bersaing dengan Orang Lain Secara Sehat
Sebagai manusia, mendapati rasa iri dengan keberhasilan orang lain adalah wajar. Namun, kita juga perlu tahu orang yang berhasil itu karena ia pernah berusaha untuk berhasil. Orang yang berjiwa prestasi akan fokus pada kemampuan dan potensi diri sendiri. Mau mengembangkan apa yang jadi ketrampilan pada dirinya, terus mengasah apa yang bisa ia lakukan hingga dapat menumbuhkan manfaat atau sesuatu yang bernilai. Orang berjiwa prestasi akan sadar kalau setiap orang punya takaran rejeki masing-masing sesuai kehendak Tuhan. Sehingga apapun yang dikerjakannya akan berlandaskan pengabdian untuk-Nya semata. Tuhan memberikan waktu 24 jam yang sama dalam perharinya. Dari yang punya kulit hitam sampai kulit putih, udara yang dihirup juga sama-sama oksigen. Jika orang lain bisa, kenapa kita tidak?
Prestasi Sejati, demi Perubahan yang Baik
Sebaik-baiknya dan seindah-indahnya prestasi yaitu orang yang dapat memberikan manfaat kepada diri sendiri dan orang lain. Sebenarnya berprestasi tak harus berdiri di panggung membawa seikat bunga dan ditonton oleh sejuta orang. Berprestasi juga tak harus muluk-muluk. Menjaga baik diri sendiri juga merupakan prestasi. Bahagia dengan hidup kita yang ada, menerima duka kehidupan dengan suka-cita.
Sedikit pemahaman saya menuliskan hal ini menjadikan saya lebih bersemangat lagi, berprestasi bukan hanya karena nilai akademis dari pendidikan formal atau apa saja yang sanggup kita capai dan kerjakan, melainkan berjiwa presetasi boleh dan bisa dimiliki oleh siapa saja tanpa memandang umur dan siapa kita. Sebab, berjiwa prestasi adalah semangatnya orang-orang yang ingin terus bertumbuh kembang maju ke depan demi sebuah perubahan yang baik...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H