Mohon tunggu...
Seneng Utami
Seneng Utami Mohon Tunggu... lainnya -

an ordinary woman

Selanjutnya

Tutup

Catatan Artikel Utama

Hidup Monoton, Akibat Pikiran yang Monoton

27 Maret 2015   02:46 Diperbarui: 4 April 2017   16:56 1609
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kenapa hidupku monoton, biasa-biasa saja dari hari ke hari, aku bosan?

Entah raga ini tadinya sudah kesurupan roh jahat mana, yang kemudian secara spontanitas tergerak untuk keluar malam. Tau-tau aku sudah di sini, di warnet yang jaraknya lumayan dari tempat aku berada. Thek..ethek..ethek…suara bajaj dari kejauhan sudah aku stop pakai lambaian tangan. Dan berhentilah Om Bajaj itu. “Lima belas ribu ya pak...!”, tawarku. “Dua puluh lima ribu, neng”. Mendadak bibirku langsung manyun kedepan, “Dua puluh ribu saja ya, pak!”.

“Yaudah deh, ayo neeeng…!”. Aku langsung naik bajaj itu. Sepanjang perjalanan, mataku membaca apa yang aku lihat. Lihat orang tua malam-malam mungutin gelas aqua, hati terenyuh untuk bisa jadi orang yang bisa bermanfaat (minimal untuk diri sendiri). Aku merasa jadi sok suci usai lihat wanita kupu-kupu malam di sepanjang jalanan, tanpa bisa berbuat apa-apa. Sewaktu aku di bajaj, perasaanku jauh lebih tenang ketimbang setelah turunnya. Kemana aku harus melanjutkan langkah kakiku? Aku lupa rumah ortuku yang ada di Semarang sana. Sengaja pula menghilangkan ingatan tempat yang kutinggali saat ini untk beberapa waktu semalaman ini. Aduuuh, kenapa aku perempuan? Jenis kelaminku... Wujud tubuhku.... Jilbabku ini...

Aku sedikit bingung menjadi perempuan tak kala langkahku kuniatkan untuk berhenti dan masuk disebuah warnet yang isinya laki-laki semua.

Langkahku akhirnya terhenti di sebuah warung internet. Mulanya agak canggung mau nanya-nanya aku cewek boleh apa tidak ikutan nge-net? Sekali melihat, orang yang di dalamnya cowok-cowok semua. Muda-muda semua, dari yang berumur sekitar 11 tahun sampai berumur 20 tahunan. Batinku bilang, “Woey aku perempuan nggak tau malu! Lihat  tuh jam di dinding sudah jam 12 malam lebih, rasain sendiri kalau ada grebekan RT/RW. Kalau-kalau ada cowok yang bully, apa kagak takut hamil? Mikir dong mikir…”

Tapi, inilah aku. Ketika tidur bukan pilihan hatiku, aku akan memilih untuk membuka mata. Memikirkan sesuatu yang sedang sibuk aku pikirkan. Kukatakan ini pengalaman pertamaku, ngelayap malam-malam di warnet. Berharap akan dapat banyak inspirasi.

Nggak terasa sudah hampir jam setengah dua pagi. Bau asap rokok mewarnai suasana detik ini.

“Dek, besok kamu sekolah nggak. Kamu belum pulang apa nggak dicariin sama orang tua kamu?”, isengku pada anak cowok yang paling kecil yang matanya sudah berat terkantuk-kantuk.

“Berangkat siang, kak!”, jawabnya singkat.

Sedikit renunganku, orang tua jadi cerminan anak-anaknya. Dalam hatiku bertanya, apakah orang tua bocah yang barusan aku tanya tadi benar-benar nggak merhatiin sama sekali? Jika iya, segitunya sekali. Orang tuanya keterlaluan! Yang salah orang tuanya, apa anaknya yang bandel. Lantas aku meraba-raba diriku sendiri, aku perempuan. Jika kubalik pikiran anak laki-laki yang ada di warnet ditujukan kepadaku, kurang lebih mereka juga akan memendam tanya kenapa aku keluar malam-malam nggak jelas begini? Apa aku ini nggak diperhatiin sama orang tuaku?

Sunyi. Satu jam pertama aku merasakan canggung, cemas, takut, dan merasa tidak biasa saja dengan apa yang sedang ada di depanku ini. Tujuh cowok, satu cewek yaitu aku. Ini kah yang namanya tes mental? Jawabannya bukan, menurutku tes mental yang sebenarnya itu kalau siapa saja yang malam-malam berani di depan kuburan sendiri. Bayangkan jika tiba-tiba kuburan itu dengan sendirinya membuka lebar-lebar dan tubuh kita tertelan liang lahat yang ada di depan kita. Masyaallah…

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun