Mohon tunggu...
Seneng Utami
Seneng Utami Mohon Tunggu... lainnya -

an ordinary woman

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Banyak Laki- laki Indonesia Jadi Ayah Gagal

24 September 2014   11:45 Diperbarui: 17 Juni 2015   23:43 1999
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1411508654324782665

[caption id="attachment_361198" align="aligncenter" width="560" caption="www.ayahidaman.wordpress.com"][/caption]

Keutuhan keluarga, kedamaian/ keharmonisan keluarga, dan kesejahteraan keluarga hendaknya menjadi tanggung jawab besar oleh kepala keluarga yaitu seorang laki- laki yang sudah menikah, berperan sebagai ayah dari anaknya, suami bagi istrinya. Sedangkan kualitas anak, lebih condong mengarah kepada ibu. Selain kedekatan ibu pada anaknya sejak bayi lahir itu ada, seorang ibu juga lebih sabar pada umumnya dibandingkan laki- laki.

Selayang pandang, menikah memang jalan yang baik demi terciptanya sebuah hubungan yang resmi dan sah berdasarkan hukum agama juga hukum negara. Yang ganjil dipikiran saya, kenapa di Indonesia orang- orang yang sudah berhasil menikah dan menjalin rumah tangga bahkan mempunyai anak justru mereka banyak yang tidak bahagia? Begitu banyak alasan mereka tidak bahagia, mulai dari keluhan banyaknya biaya kebutuhan sehari- hari, bermasalah dengan pasangannya, dengan anaknya, dan lain sebagainya.

Kata sederhananya yaitu, di Indonesia seorang laki- laki dengan kebebasan diperbolehkan menikah, akan tetapi sedikit dari mereka yang berhasil membina rumah tangganya dengan baik. Dapat diartikan juga JIKA, sebagian laki- laki sudah menikah tetapi  gagal dalam membina rumah tangga pada jumlah tertentu,  maka sejumlah perempuan itu pula yang menjadi pasangan tersebut juga merasa kurang bahagia.

Makna gagal secara luas, saya artikan sebagai bentuk tidak bisanya menciptakan suasana keluarga yang harmonis dan bahagia. Baik yang bertahan sekalipun menderita, atau barangkali yang berujung pada sebuah perpisahan atau perceraian.

Sejenak mari kenali apa penyebab utama kegagalannya, dan coba Anda cermati ulasannya. Logis kah?

1). Masih tingginya perningkahan dini di Indonesia.

Berdasarkan pengakuan Kepala Badan Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional(BBKBN), Fasli Jalal mengatakan bahwa saat ini terdapat pasangan muda yang berusia 15-19 tahun dengan prosentase 46%, sedangkan yang menikah dibawah usia 15 tahun terdapat sekitar 5%. (Sumber: www.trimbunnews.com)

Bayangkan saja, usia yang masih belia tersebut menikah. Secara fisik mereka siap menikah karena perkembangan reproduksinya sudah sempurna, akan tetapi secara psikologis mereka masih labil. Baik dari segi ekonomi atau mentalnya. Batas usia yang seperti ini masih tergolong belum dewasa sepenuhnya, tidak heran banyak pasangan muda sering melakukan perdebatan, masih banyak menggantungkan orang tuanya dan kurang mandiri, terkadang juga malah belum bisa membedakan antara statusnya sendiri antara sudah menikah dan belum menikah. Buktinya, sekalipun muda dan sudah menikah masih melakukan hura- hura dan sengaja melakukan apa saja yang seperti dilakukan oleh anak muda pada umumnya.

Suatu pemandangan yang menyedihkan, banyak pasangan muda yang menganggur/ tidak bekerja akibat kesulitan mendapatkan pekerjaan yang layak. Usia yang demikian, jika tanpa adanya ketrampilan dan ketangguhan dalam bekerja, maka kehidupannya akan semakin terpuruk. Jika masalah ekonomi dalam keluarganya tidak dapat dipenuhi, dengan mudah masalah yang lain akan datang. Terjadilah perdebatan yang jika kondisinya sangat parah akan menimbulkan perceraian.

** Pasangan muda harus kuat ekonomi dan mental.

2). Banyaknya TKI/ TKW di negeri ini.

Secara tidak langsung, baik disadari atau tidak. Kenyataan dari keberadaan TKW dan TKI yang berstatus menikah ternyata berpengaruh besar terhadap keadaan rumah tangganya. Tanpa adanya kepercayaan diantara kedua belah pihak maka yang akan terjadi ialah mereka akan memilih untuk berpisah. Lebih- lebih mudahnya alat komunikasi saat ini seperti adanya Facebook dan vidio call. Facebook memudahkan seseorang untuk mengenal tanpa batas dan bebas, sedang vidio call semacamnya membuat keintiman jalinan hubungan baru semakin seperti nyata, sekalipun belim pernah bertemu.

Merasa berduit, merasa berubah lebih cantik atau cakep, istri atau suami yang dirumah rela/ sengaja dilupakan hanya demi melirik yang lainnya. Demi kesenangan sesaat dan tanpa berpikir banyak dampak negatif serta pengaruhnya. Jika ada orang ketiga, secara otomatis jalinan hubungan komunikasi sebuah pasangan orang berumah tangga akan menjadi buruk. Perubahan nyata misalnya perhatian yang kurang dari salah satu diantaranya akan tampak jelas dan ada. Malangnya, apabila mereka dirumah mempunyai buah hati. Sebab orang tuanya kurang harmonis, si anak menjadi kurang perhatian dan kasih sayang.

Ada juga kasus lain, mungkin dari salah satu pasangan merasa keberatan ditinggal berjauhan dalam jangka waktu yang panjang membuat ia memutuskan untuk mencari yang lain demi bisa memenuhi kebutuhan seksualnya. Bukan tabu tetapi wajar, sebagai orang yang normal.

Saya mengira, jumlah antara TKW  dan TKI, lebih banyak jumlah wanitanya. Hal ini lah yang menjadi bukti pokok laki- laki di Indonesia gagal berumah tangga. Laki- laki dalam buku/ surat menikah secara hukum yang berlaku di Indonesia dikatakan bahwa laki- laki sebagai kepala keluarga mempunyai kewajiban untuk menafkahi istri dan anak- anaknya! Kenyataan, banyak wanita Indonesia menjadi tulang punggung keluarganya.

** Jaga hubungan baik jarak jauh.

** Esensi sosok Ayah sebagai penanggung jawab pencari nafkah untuk keluarganya banyak diganti oleh sosok ibu.

3). Banyaknya kasus yang ada di Indonesia.

Seperti anak hamil diluar menikah, adanya anak- anak yang mengonsumsi narkoba, narkotika, sabu- sabu, dan jenis obat/ minuman terlarang seperti alkohol yang ada di mana- mana tanpa sepengetahuan orang tuanya, atau barangkali kurang mendapatkan perhatian, banyaknya anak yang putus sekolah hanya dengan alasan orang tua tidak mampu membiayai sekolahnya, ada anak- anak muda yang depresi sebab terlalu banyak masalah tanpa mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Sebagai orang tua yang baik semestinya memberikan pelayanan atas kebutuhan dasar anak- anaknya. Memberi kasih sayang dan perhatian terhadap anak adalah kewajiban. Kasus- kasus tersebut terjadi tak lepas dari didikan orang tuanya masing- masing.

** Jadilah Ayah yang perhatian dengan kebutuhan anak- anaknya dan bimbinglah!

4). Tidak ada emphaty dalam keluarganya.

Sepertinya sepele, tetapi satu hal ini jika dirusak maka akan fatal akibatnya. Jelas, keadaan finansial keluarga berpengaruh besar terhadap tingkat keharmonisan rumah tangganya. Banyak sudah dari pandangan nyata ini, orang yang kurang mampu sering melakukan percek- cokan daripada orang yang rumah tangganya berkecukupan. Sebenarnya masalah ekonomi itu akan selalu bisa teratasi dengan syarat mau bekerja. Yang terpenting sebenarnya bukan uang, tetapi perasaan saling harga- menghargai dan menghormati, adanya welas asih satu sama lain, tidak saling merendahkan.

** Jadilah ayah yang bijak, tegas dan amanah!

*INTROPEKSI

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun