Entah itu ngomong di depan publik atau sekedar di depan teman sendiri yang bahkan sudah akrab. Sekali lagi berani nulis, belum tentu berani ngomong! Adek Utami, elu nulis itu buat siapa sih, jangan-jangan elu nyindir gua ya...Emang elu tau gua orangnya kayak gimana? Elu jangan sok tau aja ya, nulis asal nulis aja...seenaknya udel bodong elu sendiri....ih gerammmm dech!
*Intermezo
Siapa saja dari kita, yang biasanya suka nulis-nulis entah nulis dimana saja; di blog, di dinding FB, di dinding tembok kuburan, atau tembok bawah jembatan jalan raya, pastinya dong mereka sudah mempunyai keberanian buat menulis. Entah sekalipun tulisannya bermutu atau tidak sama sekali! Si penulis sebelum menulis mempunyai ide berupa fakta atau opini. Dan karena dasar manusia itu berprofesi berbeda-beda, ya maklum saja lho kalau sebagian orang suka menulis tanpa data alias suka nulis-nulis yang nggak jelas. Wahahahahah...miskin informasi ya...lol...
Judul diatas sebenarnya sekedar kritik untuk diri saya sendiri! Sebenarnya saat ini, saya sudah merasa senang akan keberanian saya bisa menulis termasuk menulis di Kompasiana ini. Bukan hanya sekedar menulis di dinding FB dan di buku harian. Jujur saya tidak suka menulis di dinding-dinding umum karena saya pecinta lingkungan(weleh).
Inget-inget diinget-inget, waktu pertama dulu sekali, saat saya posting beberapa tulisan di Kompasiana, pada mulanya diliputi rasa nerveous sendiri. Hanya karena takut kalau-kalau. Hah, takut kalau-kalau(......?) Yalah, takut kalau salah, takut kalau dikritik kenapa ini tulisan nggak jelas, takut nanti dianggap bodoh dengan tulisannya sendiri! Dan sebagainya.
Kalau sekarang mah? Ya kalau takut beneran paling-paluing juga unpublish. Lol!
Intinya, menulis dan mencoba menjadi penulis itu butuh keberanian yang tidak gampang. Ia harus bisa menaklukan perasaan yang kurang nyamannya sendiri terlebih dahulu sebelum mempublikasi. Sebelum mempublis ia sudah memikirkan resiko dari tanggapan pembacanya. Bahkan dari resiko tanpa ada yang mau membaca tulisannya sekalipun! Yah...buang-buang energi menulis doang nggak ya? Menulis ya menulis, enjoy saja kali!
Kembali lagi menyinggung tentang berani nulis. Setahu saya, memang awal menulis itu terasa tidak mudah apalagi kurang berpengalaman dalam kepenulisan, tetapi berani mempublikasikan. Perasaan yang dominan sering kali diliputi ketakutan. Ada orang yang bilang, kalau bisa melakukan sesuatu itu karena biasa bukan? Ah iya...
Tidak terasa saat ini artikel saya di Kompasiana sudah ada seratus, apakah pantas dikatakan saya berani menulis? Relatif iya. Dan saya harus menerima pro dan kontra dari pembaca tentang komentar yang diberikannya. Bagi saya, komentar itu sangat berharga daripada yang tidak memberikan komentar sama sekali, yang komentar itu tandanya yang mau peduli. Ikut terlibat dalam ide dan gagasan serta topik yang menjadi pembahasan.
Dalam hati kecil, saya hanya dapat bergumam. Memandangi akun Kompasiana sendiri, membuka kembali tulisan yang pernah saya publikasikan. Menghayati kembali tentang isi yang saya tulis. Memperhatikan komen-komennnya, berapa jumlah bintangnya, dan jumlah pembaca. Komen dan jumlah bintang barangkali tidak masalah, yang menjadi masalah ialah jumlah pembacanya!
Terbayang, andai saja sepuluh lebih jumlah pembaca dan saya harus mempresentasikan apa yang saya tulis tersebut didepan mereka. Â Saya akan angkat tangan.
[caption id="attachment_363574" align="aligncenter" width="400" caption="Saya takut banget ngomong didepan umum/ www.tahupedia.com"][/caption]
Alasannya satu, saya kurang bisa merangkai kata secara langsung! Suka lupa. Suka salah. Suka malah ketawa sendiri nggak jelas. Suka gemeteran sendiri nggak jelas. Jujur saya menjadi orang nggak jelas kalau disuruh berbicara di depan orang banyak. Gara-gara belum biasa bahkan belum pernah sama sekali!
Pengalaman, saya waktu sekolah belum pernah mengikuti lomba pidato, tidak juga suka gabung dengan organisasi. Saya hanya berani ikut lomba karaoke tujuh belasan pada tahun 2009 di kota Magelang pada suatu malam tujuh belasan di sana. Itupun nyanyi berdua dengan teman, jadi nggak kelihatan pemalunya. Lalu hadiahnya juga hanya sebuah kaca dandan. Nggak masalah. Dan  yang jadi masalah, tahun 2009 sampai sekarang belum pernah berbicara di depan umum secara resmi. Ada bayangan (pasti) saya takut jika harus ngomong di depan umum.
Ada harapan besar saya bisa ngomong didepan umum dan nggak takut!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H