1. Pendahuluan
Ketika mendengar kata psikososial, masih banyak masyarakat umum yang tidak begitu memahami, apa itu psikososial dan apa hubungannya dengan pengenalan terhadap emosi dan jati diri seseorang.Â
Secara etimologis, kata psikososial dibentuk dari dua kata yaitu psikologis dan sosial. Psikologis berhubungan dengan mental, pengenalan terhadap diri sendiri, serta perilaku seorang manusia. Sementara sosial berhubungan dengan interaksi seorang individu dengan lingkungan sekitarnya. Â
Jadi psikososial dapat digunakan untuk menggambarkan kondisi kejiwaan dan sosial seseorang. Studi mengenai psikososial diperlukan untuk mehamai masalah-masalah yang berhubungan dengan interaksi seorang individu terhadap lingkungannya. Karena permasalahan yang dialami oleh seorang individu tidak hanya berkaitan dengan dirinya sendiri melanikan juga dengan sekitarnya.Â
Lantas mengapa pendidik dalam hal ini guru perlu memahami kondisi psikososial seorang siswa? Lalu Langkah-langkah apa saja yang bisa dilakukan oleh seorang guru ketika memahami kondisi psikososial seorang siswa? Kedua pertanyaan inilah yang saya coba jawab melalui tulisan kali ini.
2. Biografi
Seorang psikolog sekaligus psikoanalisis ternama Bernama Erik Erikson mengenalkan sebuah teori mengenai 8 tahapan psikososial seseorang.
Menurut Erikson, kepribadian seorang individu berkembang seiring dengan pengalaman sosial sepanjang hidupnya. Berangkat dari sini, kemudia Erikson menyebut teori ini sebagai perkembangan psikososial. Ada 8 tahapan perkembangan psikososial menurut Erikson.Â
Namun sebelum saya membahas lebih lanjut 8 tahapan tersebut, mari kita mengenal terlebih dahulu siapa itu Erik Erikson. Lahir di Franfurt, Jerman, pada tahun 1902. Erikson memiliki masa kecil yang sulit sampai ia beranjak remaja. Ia tidak pernah mengetahui siapa ayah kandungnya sehingga ia dibesarkan oleh ibu kandung serta ayah tirinya yang menikah pada tahun 1905.Â
Erikson muda sangat gelisah dengan dirinya sendiri dan terus mempertanyakan jati dirinya karena ia merasa tidak pernah benar-benar sepenuhnya diterima oleh ayah tirinya. Ia memiliki penilaian ini dikarenakan Erikson melihat perlakuan yang berbeda antara dirinya dengan adik tirinya.Â
Setelah menyelesaikan studinya di Institut Psikoanalisis Vienna, Erikson kemudian menikah dengan Joan Serson, pada tahun 1930. Ia kemudian harus berpindah ke Amerika Serikat karena perang dunia kedua yang terjadi pada saat itu.
3. Teori
Erikson sangat mempercayai bahwa perkembangan pribadi seseorang terjadi melalui tahapan-tahapan, yang artinya satu tahapan yang terjadi pada awal hidup seseorang akan memberikan dampak terhadap perkembangan psikososial selanjutnya. Lantas, apa saja 8 tahapan psikososial yang dikemukakan oleh Erikson? Pada kesempatan kali ini, saya hanya akan membahas sampai 5 tahapan termasuk tahapan yang terjadi pada masa-masa sekolah. Berikut pembahasannya:
Tahap pertama, terjadi di awal kelahiran seorang manusia hingga usia 18 bulan. Tahap ini disebut sebagai kepercayaan dan ketidak percayaan. Apa maksudnya? Seperti yang kita tahu bahwa pada umur ini, seseorang masih sangat bergantung terhadap orang-orang di sekitarnya terutama orangtua mereka. Dari ketergantungannya inilah, kemudian seseorang mengembangkan kepercayaannya. Seorang individu pada tahap ini akan percaya kepada seseorang apabila orang tersebut memberikan apa yang mereka butuhkan seperti rasa cinta, sayang, aman serta kehangatan dan kebutuhan jasamani termasuk makanan dan minuman. Dengan kata lain, apabila pada tahap ini seorang individu tidak mendapatkan perlakuan yang baik dari lingkungan sekitar entah itu orangtua atau pengasuh, maka  berpotensi terjadi ketidakpercayaan dan ketakutan di dalam individu tersebut. Dan ini yang nantinya akan berdampak pada perkembangan sosial nya.
Tahap yang kedua terjadi pada usia 2-3 tahun. Disebut juga sebagai tahap otonami vs rasa malu dan keraguan. Pada tahapan ini, seorang anak akan mulai berusaha untuk mandiri dan mengambil kontrol terhadap dirinya sehingga pada tahapan ini, individu perlu diberikan kesempatan-kesempatan untuk melakukan beberapa hal untuk mengembangkan kepercayaan dirinya.
Tahapan yang ketiga disebut Prakarsa dan rasa bersalah, terjadi ketika seorang individu berada di usia 3-5 tahun. Anak-anak pada usia ini mulai menunjukkan kekuatan serta kendali terhadap lingkungan sosialnya. Apabila pada tahapan ini, anak-anak mendapatkan pengarahan dan bimbingan yang tepat, maka anak tersebut dapat melewati fase ini dengan menumbuhkan sikap kepemimpinan serta inisiatif yang baik.
Tahapan yang ke empat adalah industry dan inferioritas, terjadi pada umur 6-11 tahun. Di sinilah tahap di mana anak sudah mulai bersekolah. Pada tahap ini anak akan mulai mengembangkan rasa bangga dan percaya diri terhadap kemampuannya serta prestasi yang ia dapatkan di sekolah.Â
Kepercayaannya terhadap guru juga akan meningkat. Namun apabila baik guru dan orangtua memperlakukan mereka dengan keliru dengan tidak memberikan kebutuhan sosial yang mereka butuhkan seperti dukungan motivasi yang disampaikan dengan kata-kata positif, maka mereka akan kehilangan rasa percaya diri dan bangga terhadap dirinya sendiri.
Tahapan yang kelima adalah identitas dan kebingungan, terjadi pada usia 12-18 tahun. Anak-anak sudah mulai masuk masa remaja. Pada masa ini, anak-anak akan mulai mencari jati diri mereka serta mengembangkan kemandirian dan kontrol yang sangat kuat terhadap perasaan dan emosi mereka.
4. Kesimpulan
Menjawab pertanyaan pertama di pendahuluan, mengapa guru perlu memahami tahapan perkembangan psikososial yang sudah dibahas di atas, maka sudah jelas, dengan memahami perkembangan sosial seorang anak khususnya di masa-masa di mana mereka sangat membutuhkan dukungan dan motivasi dari guru dan orangtua dalam mengembangkan kemandirian, rasa bangga dan kepercayaan dirinya terhadap kemampuan yang ia perlihatkan kepada sekitarnya akan membuat anak-anak ini dapat melewati tahapan ini dengan baik sehingga diharapkan nantinya mereka bisa berkembang menjadi anak-anak yang penuh rasa bangga terhadap dirinya sendiri terhadap tindakan-tindakan positif yang mereka lakukan serta prestasi yang mereka dapatkan sekecil apapun itu.Â
Hal ini bisa menjadi efek domino yang sangat baik untuk perkembangan generasi Indonesia berikutnya. Lantas, apa saja yang bisa dilakukan oleh guru untuk mendukung anak-anak pada tahapan-tahapan ini? Ada beberapa hal yang bisa dilakukan oleh guru di antaranya, meberikan kesempatan kepada mereka untuk menjadi ketua kelas, atau membantu tugas-tugas ringan guru di kelas, serta menjadi contoh baik bagi teman-teman di kelasnya.Â
Ketika mereka melakukan kesalahan, ada baiknya anak-anak tersebut dipanggil secara tertutup untuk kemudian membahas apa kesalahan mereka agar mereka tidak merasa malu di depan teman-temannya. Berikan juga dukungan bukan hanya dengan kata-kata tapi tindakan yaitu dengan menyediakan waktu dan tenaga lebih untuk membantu anak-anak yang memiliki masalah baik itu akademis dan sosialnya.Â
Apabila seluruh guru di Indonesia memahami akan hal ini, saya percaya bahwa generasi Indonesia seterusnya akan lebih baik lagi, sehingga Indonesia pada akhirnya bisa menjadi negara yang maju yang dipimpin oleh generasi-generasi yang tumbuh dengan benar dan positif serta memiliki moral yang baik.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI