Mohon tunggu...
Sendi Suwantoro
Sendi Suwantoro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua SEMA FTIK IAIN Ponorogo 2023/2024

Jangan pernah meremehkan orang walaupun bersalah jangan memandang diri sendiri ketika punya kelebihan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Bisikan Angin di Bawah Pohon Beringin Tua

2 Februari 2024   17:14 Diperbarui: 2 Februari 2024   17:17 275
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Senja merona merah membakar cakrawala, melemparkan bayang-bayang panjang di bawah pohon beringin tua. Di sana, duduk seorang perempuan bernama Laras, dengan tatapan kosong mengarah ke kejauhan. Rambutnya yang panjang tergerai dihempas angin senja, membawa serta helaian-helaian pikirannya yang kusut.

Hari ini, Laras merasa hampa. Mimpi yang selama ini dipegang erat, seakan sirna ditelan awan kelabu. Gagal, kata itu berdengung tak henti di benaknya, meninggalkan jejak pahit. Kekecewaan menggerogoti hatinya, membuatnya ingin tenggelam dalam hening.

Angin berdesir, membisikkan sesuatu melalui dedaunan pohon beringin. Laras menutup matanya, menyerap setiap desahan angin yang lembut namun penuh makna. Ada ketenangan di sana, di antara suara gemerisik daun dan kicauan burung yang mulai pulang ke sarang.

Dalam diam, Laras merenung. Memutar kembali setiap langkah yang telah diambil, kesalahan yang mungkin terjadi, dan harapan yang belum terwujud. Air mata mengalir membasahi pipinya, namun tak ada suara isak tangis yang keluar. Ia membiarkan semuanya mengalir, membiarkan kesedihan itu menyentuh jiwanya.

Namun, di dasar kesedihan itu, ada sesuatu yang mulai tumbuh. Perlahan, Laras menyadari bahwa kegagalan bukanlah akhir dari segalanya. Ia masih memiliki jalan lain, kesempatan lain untuk menggapai mimpinya.

Angin terus berbisik, seolah menyemangati. Kata-kata bijak para sesepuh yang pernah ia dengar muncul di benaknya. "Kegagalan adalah guru terbaik," bisik angin, membawa aroma optimisme.

Laras menarik napas dalam, merasakan kekuatan mengalir kembali ke dalam dirinya. Ia membuka matanya, menatap ke langit yang mulai dihiasi bintang-bintang. Senyum tipis terlukis di bibirnya, senyum yang menandakan kebangkitan.

Malam semakin pekat, namun hati Laras terasa terang. Hening di bawah pohon beringin tua menjadi saksi bisu transformasinya. Laras bangkit, meninggalkan jejak kesedihan yang telah terhapus angin. Ia melangkah menuju masa depan, membawa serta pelajaran berharga dari kegagalannya, siap menghadapi tantangan baru dengan semangat yang lebih membara.

Laras tahu, perjalanan meraih mimpi masih panjang dan penuh rintangan. Namun, ia tak lagi takut. Ia telah menemukan kekuatan dalam diam, kekuatan untuk bangkit dan terus berjalan, dengan keyakinan bahwa setiap langkahnya akan membawanya lebih dekat kepada mimpinya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun