Mentari telah lelahkan diri,
Menyerahkan cakrawala pada sang rembulan berseri.
Sinarnya lembut membelai bumi,
Menepis gulita, membawa damai nan abadi.
Rembulan, sang permaisuri malam,
Menebarkan pesonanya dengan khidmat dan alam.
Cahayanya temaram, namun berdaya,
Menyingkap rahasia yang tersembunyi di baliknya.
Tapi di sudut kecil tak jauh dari sana,
Pelita kecil berkerdip-kerdip dengan nada.
Api mungil menari-nari penuh semangat,
Menolak menyerah pada gelap yang melanda penat.
"Rembulan," bisik pelita dengan suara lirih,
"Mengapa engkau begitu anggun dan bersinar tak henti?"
Rembulan tersenyum bijaksana,
"Pelita kecil, kau tak perlu iri pada sinarku yang perkasa.
Kita diciptakan dengan tujuan berbeda,
Tapi sama-sama membawa terang di dunia."
Pelita kecil termenung, lalu mengangguk perlahan,
"Aku mengerti sekarang. Meski tak seterang engkau, Rembulan,
Aku akan tetap bersinar dengan caraku sendiri.
Menyinari sudut-sudut gelap yang tak terjangkau mentari."
Maka malam itu, bersinarlah dua sumber cahaya,
Rembulan di langit dengan keagungannya,
Pelita kecil di bumi dengan ketulusannya.
Keduanya saling melengkapi,
Menciptakan harmoni terang yang indah sekali.
Jadi, kawan, jika kau merasa kecil dan redup,
Janganlah bersedih dan cepat menyerah.
Bersinarlah dengan caramu sendiri,
Sebab setiap cahaya, betapapun kecil,
Memiliki arti dan keindahannya tersendiri.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H