Di aspal jalanan yang terbakar mentari, tergeletak dia dalam sunyi. Sepotong kehampaan dengan guratan putih sisa api, tak lagi bernyawa tapi menyimpan jejak kisah dalam kepulan asap tak kasat mata. Putung rokok, itulah wujudku kini, nasib terakhir dari perjalanan singkat penuh nikotin.
Dulu, aku bagian dari batang gagah nan wangi, terkurung dalam bungkus bergambar indah. Masa itu penuh impian, bercita-cita menjadi teman bagi seseorang yang sedang gelisah, lelah, atau butuh sejenak melarikan diri dari realita.Â
Tangan dingin itu membebaskanku, terjepit di antara jemari yang gemetar. Api disulut, aku tersentak dalam nyala pertama. Asapku membubung, berkelok-kelok menjadi jembatan, menghubungkan antara keheningan dengan suara desah nafas yang berat.
Kisahku bermula saat itu. Aku menjadi pendengar setia, saksi bisu curahan hati yang tak kuasa tersalurkan lewat kata. Dalam kepulan asapku, terurai benang-benang kesedihan yang kusut, kegelisahan yang meronta, dan harapan yang nyaris padam.
Sejengkal demi sejengkal, tubuhku menyusut. Nyala api berganti pijar redup, lalu padam dalam kepul asap terakhir. Asaku hilang, tertelan angin lalu lenyap entah ke mana. Tapi cerita yang menyelinap masuk, tersimpan dalam relung jiwaku.
Aku terjatuh, tertendang, terinjak kaki-kaki yang tak peduli. Layapku di jalanan tak ubahnya kisah tak bertuan, terlupakan dengan mudah. Namun, di kedalaman jiwaku, cerita-cerita itu terus berdenyut, mencari celah untuk didengar.
Suatu sore, seorang gadis bermata sendu memungutku. Jemarinya lembut, tak jijik dengan keadaanku. Dia memandangku dengan tatapan penuh pemahaman, seolah bisa melihat dan merasakan kisah-kisah terpendamku.
Gadis itu menulis, tangannya menari di atas lembaran, menumpahkan cerita-cerita yang aku bawa. Tulisan itu kemudian mengalir deras, menjadi syair, cerpen, bahkan novel. Melalui penanya, kisah-kisah tak bertuan kembali menemukan suaranya.
Kini, aku lebih dari sekedar putung rokok. Aku jembatan kisah, pengingat bahwa cerita-cerita tersembunyi bersemayam di setiap sudut kehidupan. Menanti untuk didengar, ditulis, dan diabadikan agar tak hilang ditelan angin.
Meski ujungku hanya menjadi abu, ceritaku akan terus mengalir, jejak asap yang takkan luntur di hamparan dunia.