Mohon tunggu...
Sendi Suwantoro
Sendi Suwantoro Mohon Tunggu... Mahasiswa - Ketua SEMA FTIK IAIN Ponorogo 2023/2024

Jangan pernah meremehkan orang walaupun bersalah jangan memandang diri sendiri ketika punya kelebihan

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Pilihan

Kisah Cinta Berbumbu Opium: Di Mana Gairah Bertemu Maut

11 Januari 2024   07:31 Diperbarui: 11 Januari 2024   07:51 176
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sinarnya redup, terkurung dinding kedai opium yang lusuh. Aroma candu berkelindan dengan bau keringat dan harapan yang terbakar. Di sudut remang, mata Lila berbinar, bukan karena candu, melainkan karena lelaki itu.

Zain. Lelaki bermata elang, senyumnya setangguh tikaman, kulitnya terwarni opium dan debu gurun. Dia bukan pelaut pembawa permata, tapi pengedar mimpi, pedagang halusinasi. Cinta Lila mekar bak bunga di bawah bulan sabit, rapuh namun tak terkalahkan.

Zain mengajarinya bahasa candu, ritus pengisapan api yang berdebar di dada. Setiap hembusan asap, dunia berevolusi, cinta mereka terbakar lebih liar, dahaga tumbuh seiring nikotin. Tapi di balik pelukan, Zain bisikkan rahasia - bahwa cinta mereka dihitung dalam batangan opium, diukur dalam kepulan asap.

Semakin dalam, semakin candu membelenggu. Gairah menari di ujung jarum, cinta menyelinap di balik bayang-bayang. Dunia nyata memudar, digantikan fantasi opium. Lila tak lagi anak bangsawan, melainkan ratu istana khayalan, dengan Zain sebagai raja bayang-bayang.

Suatu malam, opium tak lagi jadi perantara cinta, tapi monster yang menerkam. Zain terkulai, mata kosong, kulit pucat bagai mayat. Cinta Lila tersengal, tercekik asap hitam duka. Dunia tanpa Zain bagai istana runtuh, meninggalkan keputusasaan.

Lila bangkit, bukan di pelukan kematian, tapi di api kebencian. Candu, bukan kekasih, adalah pembunuhnya. Api masih menjilat di pipa, tapi kini Lila tak butuh mimpi palsu. Dia bakar kedai opium, lambang cinta mereka yang beracun.

Asap membubung, menghitamkan langit. Api melumat kemelut cinta dan candu, menyisakan abu dan kenangan. Lila melangkah pergi, hatinya perih berlumuran cinta dan tragedi. Dia takkan lagi mencari surga di asap, namun menapaki dunia nyata, meski tanpa Zain.

Kisah cinta berbumbu opium ini bukan dongeng bahagia. Ini jeritan kegilaan, peringatan kelam. Bahwa cinta tak harus dicari di asap beracun, melainkan di udara jernih, di mana debar jantung sejati berdenyut tanpa perlu pembakar mimpi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun