Sinarnya redup, terkurung dinding kedai opium yang lusuh. Aroma candu berkelindan dengan bau keringat dan harapan yang terbakar. Di sudut remang, mata Lila berbinar, bukan karena candu, melainkan karena lelaki itu.
Zain. Lelaki bermata elang, senyumnya setangguh tikaman, kulitnya terwarni opium dan debu gurun. Dia bukan pelaut pembawa permata, tapi pengedar mimpi, pedagang halusinasi. Cinta Lila mekar bak bunga di bawah bulan sabit, rapuh namun tak terkalahkan.
Zain mengajarinya bahasa candu, ritus pengisapan api yang berdebar di dada. Setiap hembusan asap, dunia berevolusi, cinta mereka terbakar lebih liar, dahaga tumbuh seiring nikotin. Tapi di balik pelukan, Zain bisikkan rahasia - bahwa cinta mereka dihitung dalam batangan opium, diukur dalam kepulan asap.
Semakin dalam, semakin candu membelenggu. Gairah menari di ujung jarum, cinta menyelinap di balik bayang-bayang. Dunia nyata memudar, digantikan fantasi opium. Lila tak lagi anak bangsawan, melainkan ratu istana khayalan, dengan Zain sebagai raja bayang-bayang.
Suatu malam, opium tak lagi jadi perantara cinta, tapi monster yang menerkam. Zain terkulai, mata kosong, kulit pucat bagai mayat. Cinta Lila tersengal, tercekik asap hitam duka. Dunia tanpa Zain bagai istana runtuh, meninggalkan keputusasaan.
Lila bangkit, bukan di pelukan kematian, tapi di api kebencian. Candu, bukan kekasih, adalah pembunuhnya. Api masih menjilat di pipa, tapi kini Lila tak butuh mimpi palsu. Dia bakar kedai opium, lambang cinta mereka yang beracun.
Asap membubung, menghitamkan langit. Api melumat kemelut cinta dan candu, menyisakan abu dan kenangan. Lila melangkah pergi, hatinya perih berlumuran cinta dan tragedi. Dia takkan lagi mencari surga di asap, namun menapaki dunia nyata, meski tanpa Zain.
Kisah cinta berbumbu opium ini bukan dongeng bahagia. Ini jeritan kegilaan, peringatan kelam. Bahwa cinta tak harus dicari di asap beracun, melainkan di udara jernih, di mana debar jantung sejati berdenyut tanpa perlu pembakar mimpi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H