Dinding bata berlapis papan,
Lantai kusam berteman bangku kayu,
Jendela lapang menjemput fajar,
Sinar mentari beradu debu.
Kursi berbaris rapi menunggu,
Buku menumpuk haus akan baca,
Papan tulis hitam menantang jemari,
Kapur putih siap torehkan asa.
Gema tawa berpadu dengan sapa,
Bisik diskusi berbisik rahasia,
Guratan pena menari di lembar kosong,
Pikiran muda bertualang dan bermimpi.
Di ruang ini, dunia berkejaran,
Matematika menari, sejarah bernyanyi,
Fisika meledak, kimia meracik warna,
Bahasa berdetak, musik mengalun mimpi.
Dari deretan bangku dan kursi tua,
Tumbuh tunas-tunas harapan bangsa,
Dokter, insinyur, seniman, dan penulis,
Mimpi digenggam erat, takkan dilepaskan.
Ruang kelas, saksi bisu waktu berlari,
Tempat di mana mimpi mulai menetas,
Tempat di mana asa dipeluk erat,
Tempat di mana masa depan digoreskan.
Maknanya:
Puisi ini menggambarkan ruang kelas sebagai tempat sederhana namun sarat makna. Suasana belajar digambarkan melalui detail-detail fisik seperti dinding, lantai, jendela, bangku, buku, papan tulis, dan kapur. Maknanya lebih dalam, ruang kelas bukan hanya sekadar tempat belajar, tetapi juga wadah pengembangan kreativitas, imajinasi, dan mimpi. Para siswa digambarkan sebagai tunas-tunas harapan bangsa yang sedang belajar dan mengasah kemampuan mereka. Puisi ini menekankan peran penting ruang kelas dalam menumbuhkan potensi dan membentuk masa depan generasi muda.
Apakah Anda menyukai puisi ini? Apakah Anda ingin saya coba menuliskan puisi ruang kelas dengan tema atau suasana yang berbeda?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H