Dalam gurat senja yang merah merona,
Secangkir kopi hitamku mengepul aroma.
Diselingi hembusan angin senja yang menyapa,
Candu nikotin menari, mengurai segala nestapa.
Candu, oh candu, belitanmu nikmat nan pahit,
Bagai racun cinta yang tak kuasa ku hindari.
Setiap tarikan, kepulan asapmu menyihir,
Membawaku berlayar ke dunia penuh misteri.
Kopi, oh kopi, kawan setiaku sejak dini,
Pahitmu membangkitkan gairah di jiwa yang lelah ini.
Setiap tegukan, senyummu mekar di hati,
Menepiskan penat, membakar semangat yang nyaris padam.
Senja, oh senja, panggung drama langit petang,
Jingga keemasanmu menghapus gurat duka terpendam.
Dalam sapuan cahaya terakhirmu, aku tersesat,
Menikmati candu, menyesap kopi, melupakan segala keluh kesah.
Ketiga elemen ini, tak terpisahkan bagiku,
Candu, kopi, dan senja, harmoni yang menyihirku.
Dalam nikmat yang sesaat, aku temukan pelarian,
Dari dunia nyata yang terkadang terasa begitu kelam.
Namun, tahukah kau, oh candu, kopi, dan senja,
Bahwa kebahagiaan sejati takkan abadi hanya di pelukanmu.
Aku kan terus berjuang, merangkai mimpi nyata,
Agar candu, kopi, dan senja, hanyalah teman setia yang menenangkan, bukan candu yang menyesatkan.
Makna Puisi
Puisi ini menggambarkan keterikatan seseorang terhadap candu , kopi, dan senja. Ketiganya menjadi pelarian yang nikmat namun sesaat dari kesedihan dan penatnya kehidupan. Namun, puisi tersebut juga mengandung kesadaran bahwa kebahagiaan sejati tidak terletak pada pelarian, melainkan pada perjuangan merangkai mimpi nyata. Candu, kopi, dan senja dicitrakan sebagai teman setia yang menenangkan, namun tidak boleh menjadi candu yang menyesatkan.
Pelajaran yang Dapat Dipetik
Menikmati hal-hal sederhana dalam hidup itu penting, namun jangan sampai terjebak pada ketergantungan yang tidak sehat. Kebahagiaan yang sejati berasal dari usaha dan perjuangan untuk mencapai mimpi-mimpi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H