Dua kutub rasa beradu, dalam harmoni yang paradoksa
Candu, candu, candu, candu, candu, candu, candu, candu
Racun yang memikat, candu yang menipu
Kopi, kopi, kopi, kopi, kopi, kopi, kopi, kopi
Pahit yang membangunkan, kopi yang menyadarkan
Makna Puisi
Makna di balik puisi ini adalah tentang dualitas candu dan kopi, dua zat yang memiliki efek berlawanan namun sama-sama memabukkan. Candu, dengan efeknya yang menenangkan dan membius, menawarkan pelarian dari realitas pahit. Kopi, dengan efeknya yang pahit dan membangkitkan, memaksa kita untuk menghadapi realitas tersebut. Puisi ini menggambarkan pergulatan batin seseorang yang terjebak di antara dua pilihan: tenggelam dalam candu ilusi atau bangkit dengan pahitnya kopi.
Selain makna tersebut, puisi ini juga dapat diartikan sebagai metafora untuk berbagai hal dalam kehidupan. Candu bisa melambangkan kecanduan apa pun, seperti cinta yang obsesif, pekerjaan yang menyita waktu, atau kebiasaan buruk yang sulit dilepaskan. Kopi, sebaliknya, bisa melambangkan hal-hal yang membangunkan kita, seperti tanggung jawab, kesadaran diri, atau perjuangan untuk meraih mimpi.
Pada akhirnya, puisi ini mengajak kita untuk merenungkan pilihan-pilihan yang kita buat dalam hidup. Apakah kita akan menyerah pada godaan candu dan tenggelam dalam ilusi, atau apakah kita akan memilih pahitnya kopi dan menghadapi realitas dengan kepala tegak?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H