Menyiram jiwa yang kian erat
Pada bayangmu yang jauh tersesat,
Rindu pun mengaduk, pahit berpelat.
Uap harum menyentuh wajah beku,
Mengantar kisah lama membiru,
Senyummu dan tatap yang merindu,
Menari-nari di langit senyadu.
Satu sesap, pait menusuk lidah,
Seperti jarak yang kian melebar,
Tapi aromamu yang lembut membelai,
Menyemai harap tak mau padam.
Setitik demi setitik, kopi surut,
Rindu mengental, tak lagi sembunyi,
Ku hirup dalam, sampai habis tuntas,
Menyeruput kenangan dalam mimpi.
Makna di balik puisi ini tentang penikmatan secangkir kopi yang dihubungkan dengan perasaan rindu yang mendalam. Kopi hitam yang pekat menggambarkan kesedihan dan pahitnya perpisahan, sedangkan uapnya yang harum mewakili kenangan manis bersama. Setiap sesapan kopi menguras rindu, namun aroma dan kehangatannya menyisakan harap yang tak kunjung padam. Layaknya kopi yang habis, rindu mungkin mengental, tetapi dengan menikmatinya sampai tuntas, kita bisa terus mengingat dan menghargai kenangan indah yang pernah ada.
Puisi ini juga bermain dengan simbol-simbol:
Secangkir kopi Metafora untuk perjalanan atau pengalaman
Kopi hitam Kesedihan, perpisahan
Uap harum Kenangan manis
Sesapan Mengingat kembali
Kopi habis Berakhirnya suatu fase, namun kenangan tetap abadi
Semoga puisi ini bisa Anda rasakan dan nikmati seperti menikmati secangkir kopi pada pagi hari.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H