Stigma negatif mengenai vaksin ini juga dipengaruhi oleh pola pikir yang bersumber dari informasi yang diperoleh baik secara pendengaran dan penglihatannya yang membentuk persepsi, dilanjutkan dengan adnaya pengaruh terhadap sikap yang nantinya berujung pada pengaruh terhadap perilaku masyarakat terhadap vaksin. Hal ini berarti apabila informasi yang didapatkan kurang jelas atau tidak sampai, maka pola pikir yang terbentuk adalah adanya berbagai efek negatif terhadap vaksin, lalu sikap yang mereka munculkan adalah sikap negatif hingga berujung pada perilaku penolakan (Tasnim, 2021).
Stigma negatif lain yang terdapat di masyarakat Indonesia contohnya yaitu terkait tidak adanya manfaat akan vaksin itu sendiri. Hal ini disebabkan karena fakta bahwa meskipun seseorang sudah mendapat vaksin dua dosis namun masih saja dapat terkena Virus COVID-19 sehingga masyarakat merasa bahwa vaksin ini tidak bermanfaat dan tidak berguna bagi pencegahan COVID-19.Â
Selain itu, stigma negatif masyarakat juga berbentuk rasa ketakutan akibat efek vaksin yang ditimbulkan, terlebih bagi mereka yang memiliki riwayat penyakit tertentu seperti Diabetes, Hipertensi maupun Kolesterol.Â
Padahal, fakta dilapangannya adalah bahwa setiap orang yang akan melakukan vaksin terlebih dahulu harus melewati proses screening yang melibatkan proses pengecekan suhu, tekanan darah dan menanyakan terkait keluhan yang dirasakan. Selain itu, adanya efek pusing, mual dan demam semakin memperparah rasa ketakutan masyarakat Indonesia untuk mengikuti program vaksinasi yang dicanangkan oleh pemerintah.
Adanya penilaian negatif terhadap vaksin dan perilaku penolakan pada masyarakat Indonesia dapat memperlambat pembentukan kekebalan komunitas atau disebut dengan Herd Immunity. Herd immunity sendiri didefinisikan sebagai kondisi ketika sebagian besar populasi sudah kebal terhadap penyakit menular sehingga dapat memberikan perlindungan tidak langsung atau kekebalan kelompok mereka yang tidak kebal terhadap penyakit menular tersebut (Kementerian Kesehatan, 2021).Â
Indonesia memiliki target yaitu sekitar 70% warganya yang harus divaksin agar mampu mencapai herd immunity. Dengan tingginya target yang ditetapkan pemerintah dan kondisi masyarakat Indonesia yang tidak semuanya mendukung program vaksinasi tersebut dapat menjadi hambatan Indonesia dalam mencapai Herd Immunity dalam waktu dekat.Â
Padahal pembentukan herd immunity merupakan hal yang penting mengingat jumlah penduduk Indonesia sangatlah banyak sehingga harapannya ketika terdapat 5 orang maka empat dari lima orang tersebut tidak akan terkena suatu penyakit yang dalam hal ini yaitu virus COVID-19.
Keterlibatan peran tenaga kesehatan dan para stakeholder masyarakat sangatlah dibutuhkan dalam perbaikan stigma masyarakat terhadap vaksin. Hal ini disebabkan karena sebagian besar penyebab kekeliruan informasi mengenai vaksin berasal dari lingkungan terdekat seperti keluarga maupun tetangga. Sehingga diperlukan kerjasama yang baik antara pemerintah, kader kesehatan, tokoh masyarakat dan lingkungan keluarga.Â
Selain itu, pemilahan terhadap berita hoax dan pencerdasan mengenai informasi vaksin harus terus digencarkan, mengingat stigma negatif mengenai vaksin apabila dibiarkan secara terus menerus dapat menyebabkan kegagalan Indonesia dalam mencapai Herd Immunity.Â
Upaya lain yang dapat dilakukan adalah dengan menyebarkan energi dan informasi positif mengenai vaksin, seperti pengalaman pasca vaksinasi yang tidak buruk, pelayanan kesehatan yang sudah cukup mumpuni dan upaya persuasif yang dimulai dari lingkungan terdekat seperti keluarga.Â
Sehingga stigma negatif terhadap vaksin pada masyarakat Indonesia dapat ditekan dan pembentukan Herd Immunity dapat dicapai sesegera mungkin dan target 70% warga negara Indonesia yang mendapatkan vaksin dapat tercapai.