Mohon tunggu...
Senalda DefaViani
Senalda DefaViani Mohon Tunggu... Perawat - Universitas Indonesia

Mahasiswi Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Dilema Penghapusan Pendidikan Keperawatan Jenjang D-3

20 Mei 2019   22:12 Diperbarui: 20 April 2021   16:54 2642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tenaga kesehatan khususnya perawat memiliki faktor penting dalam pelayanan kesehatan yang diberikan oleh institusi kesehatan serta peningkatan status kesehatan masyarakat sekitarnya. Oleh karena itu dibutuhkan perawat yang kompeten dan berdedikasi dalam jumlah dan sebaran yang baik agar dapat menjalankan peran dan fungsinya secara optimal. 

Pendidikan keperawatan pun telah mengalami peningkatan kualitas dari waktu ke waktu demi terciptanya lulusan keperawatan yang handal dan professional. 

Namun seperti buah simalakama dimana ketika satu sisi mengalami peningkatan ada sisi lain yang mau tidak mau menjadi resiko yang harus diambil. Hal ini berkaitan dengan pelaksanan program pendidikan S1 Keperawatan sebagai pendidikan lanjut tingkat diploma. 

Dimana  program S1 ini sebenarnya memiliki fokus pembelajaran yang berbeda dengan program D-3, namun pada praktik kerjanya sering mengalami ranah keabu-abuan dan kurang jelasnya batasan-batasan dalam praktik keperawatan yang akhirnya memunculkan stigma pada masyarakat mengapa jenjang D-3 ini tidak dihapuskan saja dan berfokus pada S1 Keperawatan.

Berdasarkan UU No 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan Bab III Pendidikan Tinggi Keperawatan Pasal 9 Ayat 2 bentuk-bentuk institusi pendidikan perawat adalah universitas, politeknik atau akademi, sekolah tinggi, dan institusi lainnya. 

Bentuk-bentuk institusi pendidikan keperawatan ini menciptakan perawat dengan jenjang diploma, sarjana, ners, spesialis, magister, dan doktor. 

Hal ini menunjukkan bahwa jenjang D-3 keperawatan merupakan jenjang pendidikan keperawatan yang sah, yang pelaksanaannya sudah diatur dalam undang-undang dan keputusan menteri kesehatan dan ditetapkan sebagai pendidikan vokasi paling rendah sesuai dengan UU No 38 Tahun 2014 pasal 6 ayat 2.

Dalam proses pembelajarannya program vokasi lebih menekankan pada praktik lapangan, sedangkan program sarjana lebih kepada pemahaman teori, dimana nantinya mereka perlu menempuh pendidikan profesi yang menitikberatkan pada pengalaman belajar praktikum klinik / pengalaman klinik dan pratikum lapangan / pengalaman praktik lapangan. 

Hal ini seharusnya relevan dengan ranah kerja yang mereka miliki sesuai dengan pemaparan Prof.Dr. Ratna Sitorus, SKp.M.App.Sc dalam kuliah umum kelas Profesionalisme dalam Keperawatan kelas D dimana beliau menjelaskan bahwa:

Perawat lulusan D3 atau disebut dengan perawat vokasi berperan sebagai perawat pelaksana atau praktisi dan berfokus membantu perawat professional memenuhi 14 kebutuhan dasar klien, sedangkan perawat lulusan profesi memiliki kewenangan untuk membuat diagnosis asuhan keperawatan yang akan diberikan kepada klien serta menjalankan apa yang telah direncanakan pada diagnosis keperawatan tersebut.

Selain itu berdasarkan International Council of Nurses perbedaan utama kompetensi perawat berdasarkan jenjangnya adalah bahwa Perawat Vokasional menggunakan keterampilan penyelesaian masalah untuk memandu praktik. 

Sedangkan Ners menerapkan keterampilan berpikir kritis dan pendekatan sistem untuk penyelesaian masalah serta pembuatan keputusan keperawatan dalam konteks pemberian asuhan keperawatan professional.

Menurut pemaparan Manajer Keperawatan Spesialistik RSUI Depok Dr. Debie Dahlia, S.Kp., MHSM saat mengajar mata kuliah Profesionalisme dalam Keperawatan kelas D, saat ini perawat yang bekerja di RSUI 90% merupakan perawat dengan lulusan Ners. 

Sedangkan sebagian lainnya merupakan perawat dengan lulusan diploma, namun beberapa diantaranya sedang menempuh pendidikan S1 atau biasa disebut dengan ekstensi. 

Hal ini bukan tanpa alasan, melainkan karena jumlah pelamar dari lulusan Ners cukup banyak dibandingkan lulusan vokasi ditambah lagi beliau lebih mempercayakan kompetensi yang dimiliki oleh perawat dengan lulusan S1 atau Ners sebagai partner kerja dokter dalam menjalankan tugasnya.

Hal ini membuat sejumlah pihak pun menghimbau pemerintah agar menghapus program D-3 lantaran dianggap tidak efektif. Sebab lulusan D-3 nantinya dituntut untuk melanjutkan pendidikan S1 yang bersifat teori bukan melanjutkan pendidikan ke D-4 yang bertujuan menjadi sarjana terapan. 

Hal ini sejalan apabila melihat prospek kerja lulusan S1 khususnya perawat yang lebih banyak dari pada lulusan D-3. 

Lulusan perawat profesi (S1) mempunyai banyak peluang kerja, antara lain membuka praktek mandiri (Home Care) ataupun bekerja di institusi kesehatan, seperti rumah sakit, puskesmas, dinas kesehatan, Asuransi Kesehatan (Askes), menjadi kepala ruang di rumah sakit, manajemen di rumah sakit, assisten bedah, dan lain-lain. Sedangkan perawat vokasi sebatas menjadi perawat yang bekerja di institusi kesehatan.

Selain itu berdasarkan pemaparan sekretaris Himpunan Perguruan Tinggi Kesehatan Indonesia (HTPI) semenjak diadakannya ujian komptensi yang berpusat di tim nasional banyak lulusan-lulusan tenaga kesehatan yang tidak bisa bekerja sebagai tenaga kesehatan karena belum memperoleh sertifikasi kompetensi dari Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti), Kementerian Kesehatan (Kemenkes), dan panitia uji kompetensi, dan sejak aturan itu diberlakukan terdapat 357.028 lulusan yang tidak lulus uji kompetensi. Mereka terdiri atas para lulusan pendidikan D3 keperawatan dan D3 kebidanan.

Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir pun angkat bicara. Menurutnya, program D-3 di Indonesia tidak akan dihapus namun akan direvitalisasikan. Kualitas D-3 justru akan ditingkatkan agar menghasilkan pendidikan vokasi yang berkualitas. 

"Bukan dihapus, isu di lapangan dengan isu yang sesungguhnya berbeda. D-3 akan kami dorong terus. Kalau ingin ditingkatan menjadi D-4, silahkan. Namun D-3 akan tetap kita jaga. Saya ingin menghasilkan pendidikan vokasi yang berkualitas" tutur Nasir kepada Okezone di Gedung Iews Center, Jakarta pertengahan Februari tahun lalu. 

Ia menambahkan, kedepannya kemristekdikti justru akan memperbanyak program D-3 untuk memenuhi kebutuhan sumber daya Indonesia.

Hal yang dapat disimpulkan adalah bahwa kebutuhan masyarakat Indonesia akan tenaga kesehatan semakin hari semakin meningkat. Hal tersebut menuntut lulusan tenaga kesehatan dalam jumlah yang banyak dan sebaran yang baik. 

Oleh karena itu ketimpangan yang terjadi di Indonesia antara jumlah tenaga kesehatan khususnya perawat dengan kebutuhan masyarakat yang tinggi mendesak lulusan keperawatan agar segera bekerja di institusi kesehatan. 

Sehingga peluang kerja perawat D-3 cenderung lebih dibutuhkan daripada perawat profesi. Meskipun beberapa rumah sakit ada yang lebih mengutamakan perawat lulusan profesi dari pada perawat lulusan vokasi karena kompetensi yang dimilikinya.

Hal lain yang menjadi pertimbangan mengapa perawat vokasi masih terus dibutuhkan adalah karena beberapa rumah sakit terutama rumah sakit daerah merasa keberatan dalam memberikan gaji kepada perawat lulusan profesi. Sehingga mereka lebih menerima perawat vokasi sebagai tenaga kesehatanya. 

Hal ini pun sejalan dengan pemaparan Ibu Yeni Rustina, S.Kp., M.App.Sc.,PhD pada kuliah umum mata kuliah Profesionalisme dalam Keperawatan kelas D bahwa di Indonesia sesuatu yang sudah dimulai sulit untuk diberhentikan. 

Contohnya pendidikan keperawatan jenjang D-3 dimana jumlahnya semakin hari tidak semakin berkurang melainkan bertambah dan mengubah pola pikir masyarakat mengenai urgensinya menjadi perawat lulusan profesi cukup sulit, sehingga jumlah pendaftar perawat vokasi pun tidak pernah berkurang. 

Oleh karena itu hal yang dapat pemerintah lakukan saat ini adalah dengan merevitalisasi program D-3 dan meningkatkan kualitas lulusannya khususnya pendidikan keperawatan agar menciptakan lulusan perawat yang kompeten dan untuk program S1 keperawatan tetap menjalankan pendidikannya sesuai ranahnya dan menjadi pendidikan lanjutan bagi lulusan vokasi agar lebih memperdalam mengenai konsep teori.

Daftar Pustaka

Astuti, Indriyani. (2019). Pemerintah Diminta Evaluasi Uji Kompetensi Perawat dan Bidan. 

ICN. (2008). Nursing Care Continuum Framework and Competencies ICN Regulation Series Pre-publication copy. 

Lembaga Negara Republik Indonesia. (2014). Undang-undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 Tentang Keperawatan. 

Kementrian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi. (2019). Uji Profesi Tenaga Kesehatan Ners, D3 Keperawatan, dan D3 Kebidanan.

Nurachma, Shara. (2018). Program D-3 Diusulkan Dihapus, Menteri Nasir: Bukan Dihapus tapi Direvitalisasi.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun