Lima tahun kemudian, Eddie dilaporkan sebuah LSM ke KPK dengan tuduhan korupsi. Ia pun ditahan. Dan pada Oktober 2011 ia diganjar dengan vonis 5 tahun, karena dianggap melanggar  Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor : 038.K/920/DIR/1998 dan Pasal 1 ayat (2), Pasal 5 ayat (2) Keputusan Direksi PT PLN (Persero) Nomor : 138.K/1010/DIR/2002, sedangkan tentang korupsi? Tidak tebukti Edie Widiono menerima suap dari PT Netway Utama
KPK mengembangkan kasus ini dengan menahan pimpinan perusahaan mitra PLN, yakni PT. Netway Utama. Dua tahun proses penyidikan  hingga persidangan, akhirnya tahun 2013 Hakim Tipikor memvonis Gani Abdul Gani atas tuduhan 'bersekongkol dengan Eddie" hingga mengakibatkan kerugian negara sebesar Rp 42,1 Milyar, dengan hukuman pidana selama delapan tahun!Â
Sementara, para warga asing pemilik 75 persen perusahaan Netway, tetap tak tersentuh, mereka bebas melenggang hingga kini.Â
Saatnya Digelar Secara Ilmiah
[caption caption="Kini menjalani masa penahanan di LP Cibinong, Bogor"]
Jika Eddie disebutkan terbukti menyalahgunakan wewenang dengan melampaui Dekom, maka tuduhan terhadap mitra swastanya tentu menjadi tidak relevan. Tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh swasta terbatas pada bentuk suap sehingga kalau tidak ada suap berarti tidak ada tindak pidana. Dengan demikian, tidaklah tepat kalau dinyatakan swasta bersama-sama menyalahgunakan wewenang  sebab, swasta tidak mempunyai wewenang. Dasar keterlibatan swasta adalah hubungan kontrak. Karena itu, swasta tidak mungkin melawan hukum, apalagi menyalahgunakan wewenang.
Peradilan kasus CIS RISI PLN cukup memuaskan 'kemarahan publik' terhadap koruptor, tetapi jelas salah kaprah di tengah munculnya opini publik yang mendesak untuk menghukum berat koruptor. Hingga kemudian para hakim Tipikor menjadi ikut tersulut, tak lagi bisa membedakan apa itu korupsi yang menimbulkan kerugian negara dan apa itu kreativitas dan inovasi yang mendatangkan keuntungan negara.Â
Sudah saatnya kasus ini digelar secara ilmiah, supaya menjadi terang benderang dan bahan pembelajaran bagi generasi mendatang, agar tidak perlu takut untuk berbuat kreatif dan inovatif dalam memimpin perusahaan negara. Diperlukan interpretasi yang lebih maju bagi aparat penegak hukum agar law enforcement tidak menjadi penghambat lahirnya kreativitas dan inovasi publik. Â
Para hakim selaku wakil Tuhan dimuka bumi, hendaknya tetap ingat filosofi dasar hukum yang sangat menjunjung tinggi HAM. "Lebih baik Anda membebaskan 100 orang yang bersalah, ketimbang harus menghukum seseorang yang tidak bersalah" dengan kata lain, masih ditolerir membebaskan orang-orang yang bersalah, tetapi tidak ada ampun fatalnya ketika Anda menghukum seseorang yang tidak bersalah.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H