Mohon tunggu...
Semuel S. Lusi
Semuel S. Lusi Mohon Tunggu... Penulis - Penulis

Belajar berbagi perspektif, belajar menjadi diri sendiri. belajar menjadi Indonesia. Belajar dari siapa pun, belajar dari apapun! Sangat cinta Indonesia. Nasionalis sejati. Senang travelling, sesekali mancing, dan cari uang. Hobi pakai batik, doyan gado-gado, lotek, coto Makasar, papeda, se'i, singkong rebus, pisang goreng, kopi kental dan berbagai kuliner khas Indonesia. IG @semuellusi, twitter@semuellusi

Selanjutnya

Tutup

Filsafat Pilihan

Filsafat Abad Pertengahan (Bagian 3): Thomas Aquinos

20 Desember 2019   21:01 Diperbarui: 20 Desember 2019   22:03 880
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Catatan Pembuka

Seperti sudah dijelaskan di tulisan sebelumnya, filsafat abad pertengahan terbagi dalam dua babakan yaitu Patristik dan Skolastik (800-1450). Tahap Patristik sebagai 'persiapan' atau 'conditioning' menuju abad pertengahan yang sebenarnya. Pada tahap ini pikiran-pikiran para 'pater' masih didominasi upaya menghadapi kaum pagan, agama lokal, termasuk dominasi filsafat Yunani. 

Mereka berusaha memindahkan kebenaran filsafat Yunani yang berpusat pada akal budi dengan menempatkan wahyu Tuhan sebagai pusat orbit kebenaran. 

Namun, tetap harus menggunakan filsafat Yunani sebagai alat apologi melawan 'musuh-musuhnya.' Di era Skolastiklah pemikiran-pemikiran filsafat Abad pertengahan menjadi matang dan menemukan bentuknya, yaitu mengharmonisasi akalbudi dan teologi (wahyu).

Setelah akademi Platon ditutup tahun 529 M, yang menandai 'kemenangan' atas filsafat Yunani,  muncullah sekolah-sekolah, baik yang berbasis gereja maupun di biara-biara dalam bentuk ordo-ordo. 

Dari 'sistem pendidikan baru' itulah lahir para pemikir skolastik yang mendominasi pemikiran filsafat abad Pertengahan. Thomas Aquinos adalah salah satu diantara para pemikir besar abad Pertengahan, baik sebagai filsuf maupun teolog. 

Secara formal, Thomas mendaku diri sebagai teolog, namun pemikiran-pemikiran filosofisnya juga diakui memberi corak yang kuat pada filsafat abad pertengahan sehingga tidak mungkin diabaikan. Ia bahkan 'digelari' sebutan sebagai prince and master of all scholastic doctors. 

Meski lebih banyak karya profesionalnya berkaitan dengan bidang Teologi, tetapi tidak bisa menutupi kecermelangan berpikirnya di bidang Filsafat.

Karya-karyanya yang banyak dapat dibagi dalam empat kelompok:

  • Komentar: 13 komentar atas tulisan-tulisan Aristoteles serta 9 komentar atas Kitab Suci. Dia juga memberi komentar atas karya-karya Dionysius Areopagita dan Boethius.
  • Karya-karya sistematis: Komentar atas "Sententia" dari Petrus Lombardus (1253-1256), Summa contra Gentiles (1259-1266), Summa Theologiae (1266-1273),Compendium theologiae.
  • Quaestiones disputatae: Kumpulan berbagai macam disputatio yang pernah disampaikan Thomas Aquinas. Terdapat 7 kumpulan disputatio dengan jumlah 63 disputatio yang terdiri dari 510 artikel. Yang paling termasyur adalah 29 disputatio yang diberi judul De Veritate.
  • Opuscula: Tulisan-tulisan kecil filsafat dan teologi: De ente et essentiale, Contraerrores Graecorum (1263) yang ditujukan pada Paus Urbanus IV, Uraian khotbah berkaitan dengan doa Bapa kami dan Ave Maria, serta himne yang ditulis Thomas tentang Ekaristi ketika pesta Tubuh dan darah Tuhan diintrodusir (1264).

Thomass d'AQUINO dan Ajarannya

Thomas hidup di periode puncak periode Skolastik (800-1450).  Ia lahir di Aquino, kota Lazio Italia pada tahun 1225 dan meninggal di Fossanova Itali tahun 1274. Karenanya, popular dikenali sebagai Thomas dari Aquinos (Itali: Tommaso d'Aquino). 

Pada usia 5 tahun ia diserahkan ke biara para rahib Benediktin di Montecassino untuk dipersembahkan pada Allah dan santo Benediktus. Biara Beneditus adalah sebuah aliran spiritualitas Kristen yang mengambil jalan 'menyepi dari dunia' dan berkosentrasi pada kehidupan doa dan kerja. 

Kelak, ketika kuliah di Napoli ia berkenalan dengan pemikiran Aristoteles dan Ibnu Rushd, lalu ia lebih tertarik dan pindah ke ordo Predicatorum yang didirikan oleh Santo Dominikan dari Spanyol.

Jasa terbesar Thomas adalah mendamaikan pemikiran Aristoteles dengan ajaran Gereja (Kristen), yang ketika itu sangat menentang Aristoteles karena menganggapnya kafir. 

Pokok ajarannya adalah tentang Iman dan Pengetahuan. Proyek filsafat Thomas berusaha mendamaikan akalbudi dan kebenaran wahyu. Thomas ingin dengan akalbudi bisa membuktikan esensi Allah.

Ajaran berkaitan dengan Ateisme

Tentang ateisme, Thomas mengatakan dua hal yang menyebabkan lahirnya atheisme. Pertama, berkaitan dengan kejahatan dan penderitaan. Tesis intinya adalah, karena Allah adalah sumber kebaikan (maha Baik), maka sifat Allah pasti bertentangan /kontradiktif dengan kejahatan dan penderitaan. Tetapi, kenyataan bahwa dunia penuh penderitaan dan kejahatan berarti tidak mungkin Allah ada. 

Jawaban Thomas: Allah bukan menyebabkan kejahatan, tetapi membolehkan/membiarkannya. Tetapi, dengan itu Allah merencanakan lahirnya kebaikan yang baru (sebuah kebaikan).  

Kedua; orang bisa hidup dan menjelaskan segala sesuatu tanpa harus melibatkan Tuhan (yaitu ilmu pengetahuan). Karena bisa dijelaskan, maka Tuhan tidak dibutuhkan.

Ajarang tentang Hukum

Hukum dibedakan dalam tiga jenis, yaitu hukum abadi (lex aeterna), hukum kodrat (lex naturalis), dan hukum positif (lex humana). 

Pertama; hukum abadi mencakup kebijaksanaan kekal dari Allah sendiri yang menciptakan seluruh alam semesta dan isinya. Segala seuatu yang ada di dalam alam semesta dan terjadi di dalamnya berlangsung mengikuti hukum abadi.

Kedua; hukum kodrat menunjuk pada kodrat ciptaan. Kodrat adalah apa yang secara hakiki merupakan ralitas dan kekhasan suatu ciptaan. Cara ciptaan itu berada, bergerak, hidup, berkembang, bereaksi, berkembang biak ditentukan oleh kodratnya. 

Kodrat dapat disebut sebagai 'hukum' bagi ciptaan. "Ciptaan dalam segala apa dengan sendirinya mengikuti kodratnya. Dan karena kodrat sendiri mencerminkan hukum abadi, kebijaksanaan Yang Mengadakannya, maka hukum kodrat adalah hukum Ilahi dilihat dari sudut ciptaan.

Manusia, selain terikat pada hukum alam yang melekat padanya, ia juga memiliki kebebasan. Dengan kebebasan ia tidak secara buta dan niscaya mengikuti ikatan-ikatan alamiah yang melingkupnya, melainkan dapat mengambil jarak dan bersikap terhadap faktor-faktor tersebut. Bahkan dapat dikatakan, bahwa manusia dapat bertindak melawan kodratnya. 

Atau dirumuskan secara lain, kodrat manusia itu terbuka dan tidak pasti. Manusia dapat terasing dari dirinya sendiri. Jadi, berkaitan dengan manusia, hukum kodrat tidak bekerja secara niscaya, tetapi merupakan hukum dalam arti seruan normatif yang di satu pihak wajib dilakukan, tetapi juga dapat diabaikan. 

Sebagai teori etis, hukum kodrat menunjuk pada dasar kewajiban moral dan menjawab pertanyaan tentang bagaimana manusia harus bertindak. Hukum kodrat adalah dasar dari segala kewajiban manusia. Hidup sesuai dengan kodrat berarti hidup sesuai dengan martabat manusia.

Paham hukum kodrat dari Thomas berimplikasi pada digabungkannya dua teori etika yang bertentangan, yaitu etika teonom dan eudemonisme.  Etika teonom menegaskan, bahwa manusia harus hidup sesuai dengan perintah-perintah Tuhan, tetapi tidak menjelaskan alasan mengapa perintah-perintah itu harus dilakukan, kecuali bahwa itu adalah perintah Tuhan.  Sementara, etika eudemonisme mengajarkan bahwa orang sebaiknya hidup sesuai dengan kodratnya karena paling bijaksana dan akan membahagiakan.

Hukum ketiga yaitu hukum positif.  Dalam hal ini hukum positif harus sesuai dengan hukum kodrat. Apabila hukum positif bertentangan dengan hukum kodrat maka ia tidak perlu ditaati.

Prinsip hukum kodrat diterapkan pada teor tentang negara. Hukum dan aturan-aturan negara harus sesuai dengan kodrat manusia. Jika bertentangan maka hukum positif buatan negara tidak memiliki daya ikat.  Menurut Thomas eksistensi negara bersumber dari kodrat manusia. Artinya, negara merupakan pelembagaan fimensi sosial manusia untuk menjamin teraktualisasinya kodrat manusia.

Thomas menghubungkan tujuan adanya negara dengan tujuan hidup manusia.  Menurutnya terdapat tiga tujuan hidup manusia, yaitu pertama; hidup dalam arti tidak mati (vivere). Kedua;  hidup dengan baik (bene vivere), yaitu hidup sesuai dengan kebutuhan manusia yang beragam. Ketiga; tujuan hidup terakhir adalah kebahagiaan abadi (beate vivere). Dalam hal ini tujuan negara mestinya mendukung tercapainya ketiga tujuan manusia tersebut. Apabila negara memerintahkan sesuatu yang berlawanan dengan kewajiban untuk hidup sesuai dengan kehendak Allah maka negara harus dilawan.

Ajaran tentang ONTOLOGI

Ontologi Thomas merujuk Aristoteles, yaitu bahwa realitas terdiri dari materi dan bentuk (hylemorfisme). Baginya, segala sesutau (realitas) terdiri dari materi/substansi dan bentuk / forma).  Materi sebagai bakal atau potensi yang darinya muncul sesuatu. Dengan kata lain substansi atau materi bersifat keserbamungkinan (potentia) yang 'bergerak' menuju kenyataan sejatinya (actus-nya). Bentuk merupakan prinsip yang memberikan 'cara berada' pada materi, sehingga materi bisa menjadi sesuatu sebagaimana adanya. Bentuk (forma)lah yang membuat sesuatu yang bersifat potensi menjadi aktual. 

Ajaran tentang Struktur Esensi dan Eksistensi

Esensi menunjuk ke "apanya sesuatu" (what it is), karenanya berkaitan dengan hikikat dari realitas (ada). Sementara itu, eksistensi menunjuk pada kenyataan bahwa ada (sesuatu) itu ada (that it is).  

Struktur esensi -- eksistensi itu terdapat dalam semua ada, baik yang sensible, maupun transenden (misalnya malaikat, setan, hantu dsb). Artinya, realitas selalu bersifat majemuk karena terdiri dari entitas esensi dan eksistensi. Satu-satunya yang tidak memiliki struktur esensi-eksistensi adalah Allah, sebab Allah itu tunggal dan aktus murni (actus purus). 

Allah tidak ada potensi, karena Dia sudah seba keterpenuhan (kesempurnaan). Maka, Allah adalah esensitotal yang tidak bereksistensi (tidak meng-ada, sebab Dia adalah Ada itu sendiri).

Ajaran tentang (melawan) Ateisme

Thomas mengajarkan bahwa ateisme dimungkinkan oleh dua alasan. Pertama; adanya kejahatan dan penderitaan. Bila Tuhan ada, dan memiliki sifat maha baik dan maha kuasa (kebaikan dan kekuasaan tak terbatas), maka mestinya ia bisa menghilangkan penderitaan dan kejahatan sebab keduanya bertentangan dengan sifat azasi dari Tuhan.  

Namun, nyata bahwa penderitaan dan kejahatan ada, bahkan banyak, maka menjadi bukti bahwa tuhan tidak ada sebab dua sifat 'abadi' yang saling bertentangan tidak mungkin ada secara bersama-sama. Kedua; tuhan dibutuhkan karena manusia belum bisa menjelaskan realitas sekitarnya. Ketika akal budi bertumbuh, dan manusia telah bisa menjelaskan segala sesutu secara rasional maka tuhan tidak lagi diperlukan. 

Dulu ketika terserang malaria, orang menganggap itu merupakan kutukan dari Tuhan. Setelah ditemukan kina, dan obat malaria, tuhan sudah tidak relevan lagi. Dulu, ketika petani gagal panen karena serangan hama, diyakini sebagai 'tuhan sedang marah karena manusia berdosa padanya," lalu membuat penyembahan untuk meminta ampunan dari tuhan. 

Kini, akal budi sudah menciptakan obat pembasmi hama serta pupuk penyubur tanaman, maka tuhan tidak lagi diperlukan. Demikian seterusnya terhadap fenomena lainnya. 

Untuk menjawab posisi ateisme seperti diatas, Thomas merumuskan lima jalan menuju Allah.

Ajaran tentang Adanya Allah dan Menjawab Ateisme

Ia memperkenalkan lima jalan menuju Allah. Tentu sesuai dengan dua kredo yang khas pada Filsafat Abad Pertengahan (kristen), yaitu ut intellegam (saya beriman supaya saya mengerti dunia dan  fides quaerens intellectum (faith seeking understanding" /"faith seeking intelligence") dengan akal budi saya bisa menjelaskan isi kebenaran Wahyu.

Tentang adanya Allah, Thomas tidak setuju dengan bukti a priori ataupun pendekatan 'eidos' dari Platon. Thomas justru meyakini pendekatan aposteriori (berdasarkan pada pengamatan/pengalaman/sensibilitas) dapat membawa kepada esensi Allah. Sekaligus, dengan menunjuk jalan menuju Allah menjawab posisi ateisme.

Jalan pertama; kenyataan bahwa segala sesuatu bergerak (ingat: Aristoteles), maka tentu ada penggerak utama. Penggerak utama pastilah menjadi penyebab semua gerakan, namun ia sendiri tidak dapat digerakan kecuali menggerakan dirinya sendiri. Itulah Tuhan.  Kedua; adanya kausalitas atau sebab-akibat (ex ratione causeae afficiens). Segala sesuatu memiliki sebab, dan setiap sebab menuntun pada akibat. Kalau dirunut, kita bisa temukan sesuatu disebabkan oleh sesuatu, dan sesuatu itu disebabkan sesuatu yang lain, dan seterusnya, lalu membentuk sebuah rantai sebab yang seakan tiada akhir. Namun, tidaklah masuk akal biasa sesuatu itu tidak memiliki finalitas. Maka, sudah pasti terdapat sebuah sebab utama yang tidak lagi disebabkan oleh apa pun  (causa prima). Itulah yang menjadi sumber dari segala sebab, dan itulah Tuhan. Ketiga; adanya kemungkinan dan keniscayaan segala sesuatu di alam ini (ex possibili et necessario). Selalu ada sesuatu yang mungkin tetapi juga ada yang pasti. Mungkin dan pasti menyebabkan punah dan 'lahirnya' sesuatu yang baru. Artinya, ada sebuah niscaya yang menyebabkan ada itu tetap ada, meski diatur oleh hukum 'ada tidak ada.' Kenyataan ini menunjuk pada 'sumber utama niscaya' yang memberi kepastian, yaitu Tuhan. Jalan keempat; pembuktian Allah berdasarkan derajat-derajat kualitas, misalnya kurang adil dan lebih adil, kurang baik, baik dan sangat baik, kurang cantik, cantik dan sangat cantik, dan sebagainya. Adanya derajat menunjuk keniscayaan adanya terminalitas, yaitu derajat kualitas paling sempurna atau tertinggi dimana tidak ada derajat kulaitas lain yang melampauinya. Kelima; kenyataan bahwa segala sesuatu di semesta ini tersekenggara dengan baik (ex gubernatione rerum). Bahkan, segala ciptaan yang tidak berakalbudi sekalipun, nampak terarah kepada finalitas yang baik (ingat ajaran teleologis dari Aristoteles). Karena semua tearah kepada sebuah akhir yang baik, maka  sangat logis bahwa keterarahan itu menunjuk eksistensi "Sang Penyelenggara tertinggi" yang memungkinkan semua terselenggara sedemikian teratur dan baik itu. 

Thomas juga mengajarkan "Jalan Triganda" untuk menjelaskan sifat-sifat Allah, yaitu jalan afrimatif (via positiva/via affirmativa), jalan negatif (via negativa), dan jalan keunggulan (via eminentiae). Dengan 'jalan Triganda" ia makin memperkuat alasan berkaitan esensi Allah.

Ajaran tentang "Penciptaan"

Meski menjadi pengikut Aristoteles, bahkan menyebutnya dengan panggilan istimewa "sang filsuf," Thomas berbeda dalam hal 'penciptaan' atau status keabadian alam. Aristoteles, sebagaimana filsafat Yunani umumnya, meyakini alam itu sudah ada dan bersifat abadi. Tentu, ajaran ini bertentangan dengan 'ajaran Alkitab' yang dipegang Thomas, karena mengajarkan bahwa alam semesta pernah tiada, lalu menjadi ada melalui penciptaan (creatio ex nihilo). Maka, Thomas berusaha mendamaikan perbedaan itu dengan menjelaskan, bahwa ajaran tentang kekelan dunia sama sekali tidak mengurangi kesempurnaan Allah. Creatio ex nihilo baginya, tidak harus dipahami dalam kategori waktu, sebab Allah melampaui waktu (ciptakan-Nya itu). Artinya, tidak harus dipahami bahwa dunia pernah tidak ada, melainkan bahwa secara logis ketiadaan mendahului adanya dunia itu. Tindakan Allah mencipta (ex nihilo) itu bersifat sempurna melampaui waktu dan tidak mengenal jarak antara potentia-actus.  Dengan penjelasan ini, Thomas meyakini tidak ada pertentangan antara ajaran Aristoteles dan 'ajaran Penciptaan."

Ajaran tentang Manusia

Manusia terdiri dari jiwa dan tubuh. Pertautan antara jiwa dan tubuh digambarkan sebagai  hubungan antara bentuk (forma) atau aktus dan materi atau tubuh (potentia). Jadi, sebagaimana diajarkan Aristoteles, Thomas mengajarkan bahwa manusia itu hanya satu substansi, dimana jiwalah yang menjadi actus atau bentuk, sementara tubuh adalah potensi. Jiwalah yang membuat tubuh menjadi realitas (bereksistensi).  Aktivitas jiwa adalah berpikir dan berkehendak, yang sesungguhnya bersifat rohani. Itulah sebabnya jiwa menjadi abadi, tetapi badan sebagai potensi karenanya berubah-ubah bentuk, termasuk mati.  Jiwalah memberi arah kepada badan, dan karenanya Thomas meyakini adanya 'kebangkitan daging' sebagaimana menjadi ajaran Kristen.

Legacy & Kontribusi Thomas Aquionos

Apa yang diwariskannya? Thomas berjasa memperkenalkan pemikiran Aristoteles ke 'dalam gereja' yang lewatnya bisa dibedakan secara tegas antara pendekatan filsafat dan pendekatan teologi.  Lewat 'pendekatan nalar' dalam teologi, pemahaman akan Kitab Suci berkembang lewat pertanyaan-pertanyaan kritis rasional serta pendekatan aposteriori. Terutama lewat karyanya Summa Theologiae, Thomas menjabarkan prinsip-prinsip filsafat dalam teologi Kristen.

Lain daripada itu, 'terobosan' Thomas berhasil membuat filsafat Aristoteles diterima dalam kerangka filsafat Eropa Barat, yang memungkinkan berkembangnya daya akalbudi dalam corak pemikiran filsafat Barat.  Kontribusi lainnya yang tidak kalah penting tentu saja terkait hukum dan teori negara serta ajaran tentang kodrat manusia dan alam.

Penutup

Seperti halnya Ibnu Rushd yang sukses 'mengislamkan' Aristoteles, demikian juga  Thomas berhasil memfasilitasi ajaran akal budi dari Aristoteles dan keyakinkan para pemikir gereja tentang pentingnya akal budi untuk membuktikan kebenaran wahyu. Lewat akal budilah wahyu dapat dipahami dengan tepat. Tetapi juga, hanya lewat wahyu manusia memiliki pengertian yang tepat tentang realitas.  Disini terlihat perbedaan yang esensial dengan Ibnu Rushd, dimana Rushd  meganjurkan penyesuaikan interpretasi ayat-ayat suci dengan akal budi ketika terjadi perbedaan, maka Thomas justru menekankan penyesuaian akal budi dengan kebenaran wahyu.

Perlu dicatat juga bahwa pemikiran Thomas Aquinos dipengaruhi oleh filsuf Arab, terutama Ibnu Sina, Ibnu Rush dan Imam Al-Ghazali.  Ia juga memiliki rekam narasi pernah mengkritik Ibnu Rushd dalam upaya 'membela' serangan Rushd pada Al-Ghazali, antara lain terkait pemahaman tentang kebangkitan badan (jasmani). Lewat para filsuf Arab itu ia mengenal pemikiran-pemikiran Aristoteles yang ditolak di Barat  yang lebih akrab dengan filsafat Platon dan Plotitnos. Bahkan, kemudian ia sukses 'meng-aristoteles-kan dunia Barat.

Kiranya, di penghujung abad pertengahan yang makin terbuka pada peran akal-budi, lewat peran-peran sentral pemikir Skolastik macam Thomas Aquinos, Ibnu Rushd, William Ockham, Dante Alighieri, dan lainnya, meski mungkin tanpa disadari, telah menciptakan 'kondisi kesuburan' bagi tumbuhnya bibit-bibit pembaharuan, dan menyingkap kabut bagi munculnya fajar pencerahan di ujung malam abad kegelapan.

Referensi  Rujukan

Gaarder, Jostein, 2016, Dunia Sophie Sebuah Novel Filsafat, (Alihabahasa oleh Rahmani Astuti), Penerbit Mizan

Simon P.L.Tjahjadi, 2004, Petualangan Intelektual Konfrontasi dengan Para Filsuf dari Zaman Yunani hingga Zaman Modern, Penerbit Kanisius

Kuliah Salihara Mei 2016 oleh Rm.Adrianus Sunarko https://www.youtube.com/watch?v=Ip97dr_y_rY

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
  6. 6
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun