Setelah banyak bercerita dan hendak pamitan ia pun memberikan 'petuah' dalam pepatah adat, "lemu lok sua-sua, sua ta ba'u kapa. Kelu bi'un boke-boke, boke ta ba'u bii."Â Ungkapan metaforik yang artinya kira-kira demikian: sepintar apa pun kamu belajar selalu ada yang lebih pintar dari mu. Sehebat apa pun kamu menganggap diri mu, selalu ada yang lebih hebat dari mu. Karena itu janganlah teledor dengan capaian mu." Sebuah petuah yang amat bijak dan berharga, mengumbar rasa haru di dada. Saya berterimakasih, menyalami serta memeluknya. Lalu pamitan.
Demikian sedikit berbagi cerita tentang "sistem lalaa mamar" di Rote Talae, yang menggambarkan proses deliberasi berkaitan pengelolaan hasil pertanian komunal. Sistem lalaa menjadi saksi hidup kuatnya akar demokrasi Pancasila (demokrasi musyawarah-mufakat) dalam jantung budaya masyarakat pedesaan. Pada kesempatan lain akan saya tulis tentang sistem lalaa sawah di Rote. Semoga bermanfaat.
Salam cinta NKRI, salam cinta Pancasila!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H