Salah satu kuda andalan Ronda hingga awal 2017 di kelas lokal adalah Matadewa yang berpacu di kelas E-Lokal. Saingan terdekatnya di kelas ini adalah Karenakasih (dari Kecamatan Rote Timur), Titipan (Kec.Rote Tengah), Gelombang (Kec.Rote Tengah), Tiatasi (Kec.Rote Tengah) dan Pasirputih (dari Kec. Pantai Baru). Hingga tahun 2017 kuda-kuda ini bergantian menempati posisi juara dalam berbagai even lomba.
Joki Matadewa yang sering menyabet rangking puncak, dan memiliki jam terbang tinggi itu adalah Rafli Letik. Karena persetasi dan reputasinya itu, Rafli yang baru duduk di kelas 4 SD sudah menempati 'posisi bergengsi' sebagai joki senior Rote-Ndao.
Kuda-kuda pacu dari Rote ini juga sudah biasa mengikuti lomba di luar pulau, seperti Kupang, Kefa dan sebagainya. Beberapa kuda andalan dari Kabuapten Rote Ndao antara lain kuda Garuda (C-Standar), kuda Daleoe (kelas D), Sansana (C-Standar), Gentar (kelas E), Â Tiatasi (kelas E), Titipan (kelas E), dan Pasirputih (kelas E). Â Tahun sebelumnya, di even pacuan di Kefa dari Rote-Ndao menyabet juara untuk kelas C Standar yaitu atas nama kuda Renjiro.Â
Meskipun 'tao lalaok' merupakan kelas unik dan khas 'gaya asli Rote' nampaknya kurang mendapat perhatian. Ini terbukti dengan adanya tiga even pacuan besar di Ronda, hanya Charli Cup yang mempertandingkannya. Ironisnya, dua even lainnya yang diselenggarakan (atau setidaknya rekait dengan) pemerintah Ronda, yaitu Lentera Cup (piala Bupati) dan Pariwisata Cup (diselenggarakan oleh Dinas Pariwisata) tidak memberi ruang bagi 'kelas etnik' ini.
Sebagai orang Rote yang telah hampir 40 tahun tidak menetap di nusa ndalu sitak (tempat kelahiran) ini, saya selalu merindukan sesuatu yang unik dimiliki masyarakat Ronda. Melalui tulisan ini saya ingin berpartisipasi sekadar menyampaikan sumbang saran agar pemerintah Ronda, melalui dinas Pariwisata untuk menjadikan kelas 'tao lalaok' sebagai kelas unggulan.Â
Siapa tahu, kelas ini kelak bisa diadopsi ke level nasional dan kemudian juga internasional? Bukankah itu akan menjadi kontribusi berharga dari etnik Ronda bagi jenis lomba kegemaran 'kaum ninggrat' dunia ini? Tidak ada salahnya pula dibuat even khusus untuk kelas ini. Sebab, bila digabungkan dengan kelas 'kua' dikhawatirkan akan 'memanas-manasi' kuda-kuda yang akan bertanding di kelas tao lalaok sehingga tidak maksimal mematuhi aturan standarnya yaitu  hanya 'berjalan cepat dan indah' itu.Â
Itulah sedikit gambaran tentang keunikan hus dan kekhasan 'gaya balap kuda' khas masyakat Ronda, dengan sebuah saran semoga mendapat perhatian dari pemerintah Ronda dan para penggemar balapan kuda di Ronda khususnya maupun di Indonesia umumnya.
Jayalah Indonesia, jayalah pacuan kuda di Rote-Ndao.
Salam Kompasiana!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H