Lain dari itu, keterkaitan Prabowo dengan Orba menyebabkan sejumlah kalangan menganggapnya sebagai pro status quo. “Membelotnya” Titiek Soeharto dari dukungan resmi Golkar di kubu Badja ke AniSa memperkuat anggapan kolaborasi status quo di kubu AniSa. Disini dukungan Tommy Soeharto ikut memberi penegasan akomodasi kepentingan status quo oleh paslon AniSa.
Dalam politik tentu dukungan menjadi penting. Bahkan merupakan modal utama. Terdapat dua persoalan yang bisa dipertimbangkan yakni cara mendapatkan dukungan itu, dan siapa-siapa (ideologi, karakter personal, dsb) yang menjadi pendukung.
Mendapatkan pendukung dengan cara menjebak, jual janji, kontrak politik, memojokkan lawan (kampanye hitam) menggambarkan karakter seorang ‘pemburu kuasa tulen.” Karakter ini tidak akan bekerja membangun masyarakat, melainkan sekadar merebut kursi empuk kekuasaan. Lain halnya, merebut hati pendukung dengan menunjukkan bukti hasil kerja, program berkualitas yang telah teruji memberi manfaat, transparansi, integritas, sikap tegas, dan loyalitas pada negara (ideologi dan konstitusi), menunjukkan karakter pekerja yang janji-janjinya bisa dipegang untuk membangun bangsa dan masyarakat Indonesia.
Pendukung problematis berpotensi menutup pintu bagi pemilih-pemilih rasional. FPI dan Rizieq, Fahri Hamzah dan PKS, Habieb Novel, sejauh ini dianggap memproduksi isu-isu yang menyerempet SARA. Mereka bekerja dalam fatsun ideologi partikuler, dengan klaim ontologis sebagai ‘pemegang kebenaran,” lalu dipaksakan ke publik. Hampir sulit melepaskan label ‘garis keras’ pada figur-figur ini.
Demikian pula Tommy Soeharto. Selain pernah dipenjara, ia juga tidak punya prestasi menonjol yang bisa menarik perhatian publik. Mungkin saja ingatan publik akan kepemimpinan otoritarian ayahnya, Presiden Soeharto sudah mulai samar. Terutama oleh generasi 90-an yang tidak mengalami langsung. Namun, ketidaan prestasi, rekam jejak yang kurang terandal, dan citra korupsi Orba yang masih melekat pada diri Tommy, yang mau tak mau dilihat sebagai ahli waris ayahnya Soeharto, tidak akan memberi kontribusi besar bagi keterpilihan (elektabilitas) Paslon AniSa. Sekali lagi, terutama di kalangan pemilih rasional.
Ormas maupun tokoh sejenis lainnya sebagai pendukung AniSa juga banyak. Antara lain FBR (Forum Betawi Rempug), FUI (Forum Umat Islam), HTI, GPF-MUI, Ormas Muballighin (awalnya berafiliasi dengan parpol PPP tetapi kemudian ke Anas Ubraningrum),. dan lainnya. Ini makin menegaskan ‘warna’ kepemimpinan AniSa di masa depan. Apalagi dengan visi ‘membuat semua warga Jakarta bahagia’ AniSa diduga akan cenderung mengakomodir kepentingan kelompok garis keras. Selain sebagai balas jasa, juga takut diganggu (lewat strategi tekanan massa yang sudah menjadi semacam jurus andalan).
Kita masih lihat tokoh-tokoh antagonis lainnya di ‘lingkaran inti’ tim AniSa. Tokoh-tokoh tersebut merupakan kombinasi pejabat negara dan preman. Sebut saja misalnya Fadli Zon, Muhammad Taufik, Haji Lulung, Hercules, Daeng Azis, dan lainnya. Apa yang terbayang bila menyebut nama-nama di atas? Itu pula yang kemungkinan bisa dibayangkan pada kepemimpinan Anies-Sandi!
Bagaiman bila Anies-Sandi memenangkan konstetasi pilkada DKI? Sejauh ini belum ada ‘bukti kinerja’ dan rekam jejak positif yang diangkat, baik oleh Anies maupun Sandi dalam debat Pilkada sebagai modal personal. Kecuali mengklaim diri sebagai figur santun dan anti penggusuran. Kita bisa saja berpikir positif mempercayai Anies-Sandi sebagai individu pekerja keras dan telah terbukti sukses di bidang masing-masing. Tetapi dapatkah kita mengatasi kekhawatiran memercayai mereka dalam kesatuan “Tim Kerja” melalui sistem saling dukung di Pilkada ini? Bukankah kita memiliki rekam jejak dan mengenal sepak terjang Habieb Riziek CS, Tommy Soeharto, Fadli Zon, Fahri Hamzah, Haji Lulung, Moh.Taufik, Al-Khaththath, dsb? Sebuah “tim kerja sempurna’ dengan pembagian tugas dan penguasaan lini masing-masing yang terlatih, juga agresifitas terasah. Sayangnya, lebih menonjol membela kepentingan ideologi kelompok ketimbang negara!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H